Share

Bab 17. Terbelenggu Nafsu 2

“Mampir dulu, Mas,” ujar wanita itu ketika sudah membuka pintu mobil hendak keluar.

“Ah ... tidak. Terima kasih, Sin. Aku harus pulang dulu, Rasti pasti sudah menunggu. Kami ada acara lagi soalnya,” dustaku. Padahal, yang sebenarnya bukan itu alasannya. Sesungguhnya, aku hanya takut khilaf ketika berdekatan bersama Sinta. Entahlah, wanita itu seperti magnet yang dapat menghipnotis diriku agar lebih berdekatan dengannya. Aku takut, bila terlalu dekat dengannya tidak dapat mengendalikan hati dan diriku sendiri.

Sinta mengangguk, lalu keluar dan menutup kembali pintu mobil. Berdiri di depan rumahnya sambil tersenyum ke arahku dengan sangat manis. Selanjutnya, kutinggalkan rumah Sinta dan melajukan kembali kendaraan milikku membelah jalanan kota Jakarta.

**

Malam ini, aku sama sekali tak bisa memejamkan mata. Selepas ibadah halalku bersama Rasti tadi, aku tak bisa tidur meski tubuh ingin segera beristirahat. Padahal, Rasti telah terlelap dengan nyenyak di sampingku.

Bayangan saat di mo
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status