LOGINKereta kuda merapat di halaman luas Kediaman Jenderal Ye. Rupanya kami bukan yang pertama kali datang.
Karena ada tiga kereta lain yang sudah tiba lebih dulu. Zhou Chuanyan dengan hati-hati menurunkan kakinya dan menginjak tanah. Pelayannya segera membantunya berdiri. Aku menatapnya dengan iba. Aku tidak tahu kenapa Zhou Chuanyan bisa memiliki tubuh selemah itu. Katanya penyakit bawaan lahir memang sulit disembuhkan. Karena itulah aku jadi menghabiskan seluruh hidupku untuk merawatnya di kehidupanku sebelumnya. Karena saat itu aku merasa sangat kasihan padanya. Bagaimana pun, memangnya siapa yang ingin terlahir dengan tubuh penyakitan begitu? Hal itu pasti menyakitkan Zhou Chuanyan sejak kecil. Jadi aku ingin membantunya sebisaku. Tapi ternyata Zhou Chuanyan menyalahartikan rasa peduliku padanya. Dan mulai memanfaatkanku untuk kepentingannya sendiri. Bahkan gadis sepolos dan selembut bunga mawar ini ternyata menyembunyikan durinya dengan baik. Dan menusuk di saat yang tak terduga. "Kakak, bisakah kau jangan mempermalukan keluargamu saat masuk ke dalam nanti?" Zhou Chuanyan menyamai langkahku dan membisikkan kalimat itu. Aku meliriknya dengan ekor mataku, "Memangnya kau pikir aku seburuk apa?" "Apa?!" Zhou Chuanyan terlihat bingung, "A-apa maksud Kakak?" "Apa kau pikir aku akan diam saja dimanfaatkan seperti itu olehmu? Zhou Chuanyan, aku hanya akan mengatakannya satu kali. Jadi kau dengarkan dengan baik." Aku mendekatkan mulutku ke telinganya. "Aku, Zhou Jingxi, bukan anjing yang bisa kau suruh-suruh sesuka hatimu. Dan aku, bukan orang yang akan tunduk begitu saja pada orang lemah sepertimu." Zhou Chuanyan menghentikan langkahnya dengan kikuk. Aku yakin sekarang dia gemetar ketakutan. Orang yang selama ini dengan mudah dibodohinya, tiba-tiba mengancamnya seperti itu. Memangnya siapa yang tidak akan terkejut? Tapi terserahlah. Aku datang ke sini bukan untuk berurusan dengan Zhou Chuanyan juga. Jadi aku akan segera masuk dan mencari keberadaan Ye Qingyu. Namun, begitu masuk ke kediaman itu, aku justru melihat pemandangan tak terduga yang amat mengejutkan. "Dasar bajingan tak tahu diri! Seharusnya kau tidak muncul di sini! Akan seperti apa pandangan para gadis bangsawan itu ketika datang jauh-jauh tapi malah anak haram sepertimu yang menyambut mereka?" Aku menutup mulutku saking terkejutnya. Anak haram katanya? Siapa anak haram di Kediaman Jenderal Ye? Apakah ada hal seperti itu di kehidupan sebelumnya? Tanpa sengaja aku mendengar pembicaraan seseorang di sisi taman bunga ini—untuk mencari Ye Qingyu, aku memisahkan diri dari para gadis itu. Tapi aku malah menemukan sesuatu yang tidak seharusnya kulihat! "Aku menerima perintah dari Kakak Pertama!" seruan lain terdengar. "Ye Qingyu, kau mulai berani membantah?" BUGH! Astaga. Aku segera berlari mendekat untuk memastikannya setelah mendengar nama itu disebut. Ye Qingyu katanya? Mataku membulat sempurna saat melihat seorang pria sedang memukuli pria lainnya. Pria yang dipukul tampak sudah babak belur, tapi dia memakai pakaian rapi yang sepertinya dipakai untuk menyambut tamu perjamuan bunga ini. Jadi dia itu Ye Qingyu, ya? Meski beberapa titik di wajahnya tampak lebam, dia memiliki wajah yang tampan. Garis rahangnya terlihat indah, alis tebal dan matanya yang tajam itu …. Memang orang yang akan menjadi jenderal besar di masa depan. Penampilannya tidak diragukan lagi. Orang-orang mungkin tidak akan menyangka karena tidak pernah melihatnya sebelumnya. Bahwa meskipun Ye Tinghan sangat hebat dan Ye Xuanqing sangat berbakat, tapi Ye Qingyu-lah yang akan menjadi Jenderal Besar Ye selanjutnya. Dia ahli strategi perang terbaik sepuluh tahun ke depan. Karena itulah aku mengincar pria ini untuk merubah nasibku sebagai putri yang hidup hanya untuk merawat adiknya yang sakit. Aku ingin mendekat dan menyelamatkannya, tapi aku tidak punya keberanian sebesar itu untuk berurusan dengan Ye Xuanqing yang terkenal sombong dan kejam itu. Aku mohon maaf padamu karena tidak menyelamatkanmu, Ye Qingyu …. Tapi aku akan mati lagi kalau ikut campur sekarang, kan? "Oh?" aku bergumam pelan, Ye Xuanqing pergi dari tempat itu setelah membuat Ye Qingyu kesusahan berdiri karena luka-lukanya. Aku segera berlari menghampiri pria itu. Kalau tidak salah, seharusnya dia berusia dua puluh tahun sekarang, kan? Karena usianya saat mencapai kesuksesan saat itu adalah dua puluh tujuh tahun. Selisih di antara kami adalah lima tahun. "Kau baik-baik saja?" Aku mengulurkan tanganku. Ye Qingyu mendongak dengan wajah datar. Ah …, sampai kapan aku akan mengulurkan tanganku? Dia terlihat termenung tanpa meraih tanganku sama sekali. Atau dia malah tidak berniat berdiri? Yasudah kalau begitu, aku kembali menarik tanganku dan berjongkok di depannya. Aku mengambil langkah berani dengan memeriksa luka berdarah di lengannya. Sepertinya dia tergores karena terjatuh menghantam pohon, ya …. Pasti sakit sekali. Aku segera mengeluarkan bubuk luka—untuk meredakan sakit saat terluka. Aku membawanya untuk berjaga-jaga karena sudah mengira akan ada kejadian semacam ini. Aku membuka botol kecil ini untuk mengobati Ye Qingyu, "Tolong ulurkan tanganmu yang satunya, apakah ada lukanya juga?" Tapi yang benar saja?! Dia diam saja meski aku mengajaknya bicara! Ah, sial … Kalau begitu aku bergerak sendiri saja. Menarik tangan kirinya dan memeriksanya sendiri. Ah, rupanya tangan kirinya baik-baik saja, selain ada goresan luka lain yang sudah kering dan hampir sembuh. "Omong-omong, kau ini Tuan Muda Ketiga Ye, kan? Kenapa kau bisa berada di sini?" "Cih." Ye Qingyu baru bersuara. Berdecih seolah-olah aku sangat mengganggu baginya. "Maksud pertanyaanku adalah, ini kan perjamuan bunga untuk wanita, jadi ini bukan tempat yang wajar untuk seorang pria." Aku mengoreksi kalimatku, siapa tahu dia mau jawab? .... Ye Qingyu diam saja. Tapi biarkan saja. Perlahan aku pasti bisa melunakkan hatinya. "Kenalkan, namaku Zhou Jingxi. Seseorang yang tinggal di Kediaman Adipati Agung Zhou …." "Setahuku Tuan Adipati Agung tidak memiliki anak perempuan yang sepertimu." Ye Qingyu memotong kalimatku. Sudah kuduga dia tidak mengenalku. Aku terlalu mengurung diri di kamar untuk merawat adikku yang sakit. Bagaimana mungkin Ye Qingyu tahu kalau aku adalah putri adipati? Aku tersenyum, "Aku juga baru tahu kalau ada orang sepertimu di Kediaman Jenderal Ye." Ye Qingyu melotot, "Kamu—" "Kenapa?" Ye Qingyu membuang wajah untuk menghindari tatapanku. "Kau menolak bantuanku karena aku mengaku-ngaku sebagai Putri Adipati Agung? Atau karena aku memang Putri Adipati Agung?" "Bicara apa sih." "Hei, hei …, apakah punggungmu berdarah? Sepertinya pakaianmu basah, permisi dulu." Aku menyentuh punggungnya. Jemariku yang menyentuh pakaian basah itu berwarna merah. Aku terkejut, "K-kau berdarah!" Ye Qingyu merebut botol obat dari tanganku. "Terima kasih. Jangan ikut campur lagi." Lalu dia berdiri dan meninggalkanku begitu saja. Ah …. Tidak bisa. Kalau sekarang gagal, aku mungkin tidak akan punya kesempatan untuk bicara dengannya lagi. Aku tidak mau menahannya meski hanya beberapa hari saja. Setidaknya aku harus menyampaikan tujuanku menemuinya. Aku harus berhasil hari ini! Aku berlari ke arahnya dan menarik tangannya dengan kencang. Ye Qingyu berbalik sambil menatapku tajam. "Kau mau apa lagi?!" geramnya. Walaupun nanti dia akan mengira aku adalah gadis 17 tahun yang gila …. Tapi aku memang gila, kenapa tidak kukatakan sekarang saja? "Ye Qingyu, nikahi aku!"Aku keluar dari paviliun, menggenggam erat lengan Ye Qingyu. Kunci tembaga itu terasa dingin di telapak tangan Ye Qingyu, tetapi menghangatkan keyakinan yang baru kutemukan. Ayah tidak meninggalkanku tanpa harapan. Dia meninggalkan peta.Biksu tua itu masih menyapu, gerakannya kini tampak lebih lambat, seolah bebannya baru saja digandakan."Biksu," panggilku, suaraku kini lebih tegas, tidak lagi dipenuhi keraguan. Aku menunjukkan kunci itu padanya. "Ayahku meninggalkan ini. Kunci ini bukan untuk paviliun, ini untuk tempat lain. Tolong, jangan sembunyikan lagi. Aku harus tahu di mana Ibu dimakamkan."Biksu itu berhenti menyapu, membalikkan badannya. Ia tidak menatap kunci itu, ia menatap mataku, mata yang ia katakan mirip dengan mata Ayahku."Tuan Yu… dia selalu khawatir," ujarnya, menghela napas yang dalam dan berdebu. "Dia tahu akan ada orang yang datang mencari. Dia sudah meramalkannya. Itu sebabnya dia menyembunyikan kunci itu begitu dalam. Tapi dia tidak pernah ingin kau datang, G
Perjalanan itu terasa seperti berbulan-bulan, bukan hanya hitungan hari. Setelah memacu kuda sejak fajar, akhirnya kami tiba di Kota Suzhou.Suzhou adalah antitesis sempurna dari kekacauan berdarah yang menjadi latar belakang kisah Ayah. Kanal-kanal airnya tenang, jembatan batunya melengkung anggun di atas perairan yang gelap, dan udara dipenuhi aroma lotus dan teh hijau. Ini adalah kota kedamaian, tempat yang terlalu indah untuk menjadi lokasi rahasia terburuk dalam hidupku."Ini adalah tempat terakhir mereka hidup tenang," bisikku pada Ye Qingyu saat kami berjalan kaki, menuntun kuda kami melalui gang-gang sempit.Ye Qingyu mengangguk. "Aku tahu kenapa beliau memilih tempat ini." Ketenangan yang alami, penduduk ramah, tempat-tempat yang mudah dikenang …. Tempat yang layak untuk menikmati hidup setelah terasingkan dari dunia yang ramai. Kami mencari Kuil Nan Yang, nama yang samar-samar kudengar disebut oleh salah satu pelancong yang kami temui di jalan. Setelah bertanya beberapa ka
Kami meninggalkan Gerbang Kediaman Ye saat fajar masih merah jambu, udara pagi yang dingin mencengkeram jubah kami. Aku tahu kami telah membuat keputusan yang benar. Meninggalkan Zhaoyu memang menyakitkan,pelukan terakhirnya malam tadi terasa seperti merobek sedikit jiwaku, tetapi beban yang dibawa Yu Yan kini terasa seperti racun yang harus dikeluarkan sepenuhnya dari tubuhku agar aku bisa menjadi ibu dan istri yang utuh.Di sebelahku, Ye Qingyu berjalan tegap, memimpin kuda yang dia datangkan khusus dari perbatasan. Ia tidak pernah mengeluh. Di hadapannya, jarak lima sampai tujuh hari menuju Suzhou hanyalah angka, ia hanya melihat tujuannya, yaitu kedamaian hatiku.Hari pertama adalah tentang transisi, meninggalkan kenyamanan Kota Beizhou, menyesuaikan diri dengan pelana yang keras, dan membiarkan diri kami diselimuti oleh alam. Kami memiliki dua kuda yang kuat, tetapi kami memilih untuk bergantian berjalan kaki sesekali untuk mengistirahatkan punggung kami dan berbagi keheningan.
Keheningan malam di ruang baca terasa berat, jauh lebih dingin dari udara yang menyusup dari jendela. Surat-surat yang ditinggalkan Yu Yan terhampar, bukan lagi sebagai peninggalan, melainkan sebagai peta yang penuh lubang hitam, lubang-lubang yang menelan jawaban atas kelahiran dan pengkhianatan. Aku bersandar pada kursi kayu, melamunkan sesuatu yang tidak jelas. Aku telah menemukan banyak hal, masa kecil Ayahki yang tertekan, pengkhianatan takhta, dan kesetiaan Ibunya, Xiao Yu. Namun, detail yang paling penting, tragedi yang memicu dendam gila Ayah, sengaja dihilangkan. Atau memang sejak awal memang tidak pernah dituliskan. Bagian yang menjelaskan bagaimana aku dilahirkan? Bagaimana aku berakhir di Keluarga Zhou? Mengapa Ayah meninggalkanku? Aku tahu, Kuil di Kota Suzhou adalah lokasi terakhir yang damai sebelum kehancuran, satu-satunya tempat yang mungkin menyimpan jejak fisik yang gagal dimusnahkan oleh Ayahku. Tidak, aku lebih yakin dia memang meninggalkan sesuatu di san
Saat sedang sendirian, aku mulai membuka isi surat itu satu-persatu. Dia menceritakan banyak hal, sepertinya beberapa hal dianggap penting atau dia menganggap semua yang tertulis di sini harus disampaikan padaku. Seperti bagaimana masa kecilnya, saat ia tiba-tiba ditunjuk sebagai putra mahkota pengganti dan mempertaruhkan kesehatannya demi menjalankan tugas-tugas berat selama kehidupan masa kecilnya. Yu Yan tidak terobsesi dengan kekuasaan. Ibunya, dalam hal ini nenekku, selalu mengajarinya untuk selalu menerima apa pun yang diberikan padanya meski itu terasa tidak memuaskan. Tapi setelah mengetahui bahwa Pangeran Pertama mengidap suatu penyakit yang tidak memungkinkannya untuk mewarisi takhta di masa depan karena masa hidupnya yang singkat, Kaisar pada saat itu langsung menunjuknya sebagai putra mahkota pengganti. Dan bahkan melimpahkan tugas-tugas yang lebih banyak dari yang biasanya diterima seorang putra mahkota. Ayahku menuliskan bahwa saat itu dia merasa mungkin Kaisar hanya
Senja sudah hampir tenggelam ketika aku pulang dari kediaman Chuanyan. Angin dingin dari pegunungan menyelinap dari sela-sela pintu begitu aku melangkah masuk. Di tangan kiriku, setumpuk amplop itu terasa berat, bukan karena jumlahnya, tapi karena segala sesuatu yang mungkin menunggu di dalamnya. Entah apa yang ayah tulis …, entah rahasia apa yang dia tinggalkan.Namun belum sempat aku menyimpan napas panjang, suara tangis melengking terdengar dari dalam kamarku."Uwaaah …, waaahh …!!!"Aku dan Ye Qingyu langsung memutar tubuh. "Zhaoyu?"Suaranya makin keras. Menembus dinding-dinding kediaman seperti jeritan kecil yang menuntut dunia berputar hanya untuk dirinya.Ye Xuanqing muncul dari balik tirai ruang dalam, wajahnya lesu tapi tetap lembut seperti biasa. "Dia sudah begitu sejak tadi. Dari sebelum kau pulang. Mungkin merasa kau lama sekali …." Dia menghela napas sambil menggaruk kepala yang jelas-jelas tidak gatal. "Atau mungkin aku yang tidak pandai menenangkannya."Ye Qingyu mende







