Bab 20Pergi Dari Rumah "Dan kamu tentu tahu alasanku, mengapa aku membawa Kayla dan Keisha ikut dalam pertemuan tadi malam....""Tapi sayangnya mantan suami Nona Kayla malah hadir," sahut Evan."Ini memang di luar dugaan, Van.""Aku juga tidak menyangka jika ternyata Gilang menjadi salah satu orang yang menjadi perwakilan perusahaan travel itu. Aku pikir yang datang hanya orang yang berada di level direktur, tapi ternyata Gilang malah ikut, bersama selingkuhannya itu pula." Ibra menghembuskan nafas."Tapi saya lihat tadi malam mantan suami Nona Kayla itu sangat kepanasan." Pria itu seketika terkekeh. Tentu saja Evan mengamati ekspresi wajah Gilang yang bak kepiting rebus meski di sisinya ada Anggi yang berusaha menenangkannya."Tentu saja. Gilang selalu berpikir jika Kayla akan terpuruk setelah keluar dari rumah itu dan bercerai. Tapi nyatanya tidak, kan? Mereka akan segera bercerai secara resmi dan aku bisa segera membawa Kayla kepada Ummi dan Abi...."Sorot mata Ibra terlihat send
Bab 21Tetaplah Di Sisiku, Kay"Kenapa aku bisa berada di sini? Tempat apa ini? Bukannya aku tengah tertidur di mobil? Atau, jangan-jangan aku sedang bermimpi?!"Aku mencubit pergelangan tanganku berkali-kali. Namun tetap saja terasa sakit. Aku mulai mempercayai jika ini adalah nyata. Aku menatap sekeliling, ruangan yang indah dengan ranjang besar yang kini menjadi tempat tidurku. Ada meja rias dengan lemari pakaian yang sangat besar.Belum sempat tuntas aku mengagumi keindahan ruangan ini, mendadak pintu terbuka."Kamu sudah bangun, Kayla?" Suara yang sangat kukenal. Suara dari sosok lelaki yang ingin aku hindari saat ini "Mas Ibra?" Aku beringsut hingga punggungku menyentuh kepala ranjang."Kamu tidur nyenyak sekali, Kayla. Sampai tidak menyadari jika aku memindahkanmu ke apartemen ini." Senyum lelaki itu terbit, mungkin lantaran melihatku yang tengah kebingungan."Apartemen?" Bibirku bergerak saat langkah-langkah pria itu semakin mendekat. Jarak diantara kami sudah kurang dari sat
Bab 22Ikut Ke Almeera Hotel Baru saja Ibra merebahkan tubuhnya di kasur mendadak dia harus bangkit kembali manakala mendengar ponselnya menjerit-jerit. Telepon dari ibunya, Azizah.Pria itu mendesah. Ini pasti masih ada kaitannya dengan pemberitaan itu. Benar-benar menyebalkan."Apa benar kamu pernah liburan bersama dengan Fahda?" Pertanyaan itu lebih bernada sebuah tuduhan."Jadi Ummi lebih percaya dengan pemberitaan itu, ketimbang denganku? Bukankah hal seperti itu sudah biasa terjadi dan dilakukan oleh keluarga kita untuk membentuk opini publik?" sahut Ibra kesal. Dunia seolah tidak berpihak kepadanya dan ia hanya sendiri menghadapi keluarga Al-Ahdal."Ummi hanya ingin memastikan, Nak." Suara Azizah merendah. "Sebab ada yang lebih Ummi cemaskan, mengingat kalian yang sudah sama-sama dewasa. Ummi tidak mau mendapatkan cucu dadakan.""Cucu dadakan dari Hongkong?" Ibra terkekeh."Ummi pikir saja deh, memangnya aku dan Fahda berani mempertaruhkan nyawa? Apa Ummi lupa dengan hukum y
Bab 23Kabar Dari Icha"Ada apa, Sayang?" Rupanya pria itu pun turun dari mobil dan mungkin mengamati raut wajahku yang terlihat muram."Rumah Mama Kumala." Aku menunjuk kepada tulisan itu dan ditanggapi oleh Mas Ibra dengan sebuah anggukan.Dia meraih tanganku dan memberi isyarat agar aku segera kembali ke mobil. Aku menurut. Setelah mendaratkan bokongku di jok, mobil kembali meluncur, meninggalkan bangunan yang pernah menjadi kebanggaan mantan mertuaku itu.Ada apa ini? Kenapa rumah mama Kumala malah disita? Bukankah selama ini tidak pernah terdengar jika mantan mertuaku itu terlilit hutang? Apalagi sikap jumawanya selama ini sampai ke ubun-ubun dan aku selalu menjadi pihak yang direndahkan.Pikiranku segera berkelana mengingat pertemuan terakhir kami dan juga mas Gilang yang akhir-akhir ini selalu menguber-uberku soal rujuk. "Apa ini berarti mereka semua kini tinggal di rumahku yang dulu?" Dibenakku penuh pertanyaan."Kalau kamu ingin mengetahui kenapa rumah mantan mertuamu itu d
Bab 24Naik LevelMerasa tidak leluasa untuk mengobrol lewat telepon, aku meminta Icha untuk datang ke apartemen, tentunya setelah meminta izin terlebih dahulu dengan mas Ibra. Bagaimanapun, dia adalah pemilik tempat itu dan aku hanya sekedar menumpang.Icha datang tepat saat kami bertiga sampai di apartemen. Tampaknya wanita muda itu sudah tidak sabar ingin melihat tempat tinggal baruku. Icha datang bersama dengan Gian, putranya."Gimana ceritanya kamu bisa tinggal satu atap sama Mas Ibra? Kamu nggak ngapa-ngapain, kan sama dia?" Sorot mata wanita itu begitu menyelidik."Nggak lah." Aku tergelak. "Kami tidur di kamar masing-masing dan nggak ada ceritanya anu anu...."Icha tertawa terpingkal-pingkal sembari matanya liar menatap sekeliling.Ruang tamu ini begitu nyaman dengan satu set sofa. Ada lampu kristal yang menggantung di tengah-tengah, memberikan kesan mewah. "Tapi serius nih, Kay. Aku sangat senang dengan pencapaian kamu. Kamu ini sedang naik level, sama persis seperti cerita-
Bab 25Kulepas Mas Gilang Untukmu, AnggiSemakin aku mendekat, semakin jelas terlihat pemandangan yang membuatku geleng kepala. Gita menyerahkan sebuah kartu kepada pengunjung pria. Bukan cuma itu yang membuatku terbelalak, tapi caranya menyerahkan kartu itu. Gita menyerahkan kartu itu sembari mengelus telapak tangan sang pria dengan gerakan sensual. Tubuhnya sengaja dicondongkan sehingga membuat dua gundukan kenyal itu semakin terekspos dan menjadi santapan gratis mata pria itu."Gita...."Gadis itu menoleh saat sang pria pengunjung itu pergi dari hadapannya."Mbak Kayla? Kenapa Mbak ada di sini? Bukankah katanya Mbak sudah keluar?"Aku melangkah semakin mendekat dan berdiri di bibir meja. Kebetulan sudah tidak ada lagi pengunjung yang harus Gita layani, sehingga aku bisa leluasa menatap wajah gadis itu. Riasan di wajahnya kurasa terlalu tebal, yang membuat Gita bahkan lebih tua dari usia yang sebenarnya. Gita baru berusia 19 tahun, tetapi dandanannya mirip dengan wanita yang sudah b
Bab 26Jangan Pergi"Kay, dua minggu lagi Abi, Ummi, Nenek Fathia dan Fahda akan kemari....""Dan itu berdekatan waktunya dengan digelarnya pertemuan tingkat dunia, dimana Indonesia akan menjadi tuan rumah. Almeera Hotel akan ambil bagian menjadi tempat menginap para petinggi negara masing-masing." Lagi-lagi perkataan itu sukses membuatku tak bisa lepas dari menatapnya."Mereka...." Aku tak kuasa melanjutkan ucapanku. Lidahku terasa kelu."Iya, Kay. Jadi sebelum acara itu digelar, mereka akan terlebih dahulu menggelar acara pertunanganku dengan Fahda di sini, di Almeera Hotel." Pria itu mendesah. Aku tahu mas Ibra tengah frustasi. Dia ingin menolak. Namun mempertahankan seorang Kayla yang bukan siapa-siapa, apakah bisa?"Kalian akan bertunangan disini?"Runtuh sudah pertahananku. Aku benci dengan air mata ini, tetapi tak bisa menahannya. Dua titik bening itu akhirnya jatuh, bahkan jatuhnya mengenai piring yang berada di hadapanku. Selera makanku lenyap seketika. Padahal malam ini per
Bab 27Janji IbraIbra mendesah. Matanya nyalang menatap langit-langit kamar, berusaha mencerna kejadian barusan. Kemarahan Kayla dan penolakannya.Diam-diam pria itu tersenyum."Kayla benar-benar perempuan terhormat meski berasal dari kalangan biasa. Memang ini yang aku cari, kan? Tak cuma itu. Senyumnya pun sama seperti Shakila. Senyum seorang wanita yang tidak silau oleh harta dan kemewahan hidup.""Senyum seperti itu pula yang mungkin membuat kakek Ali jatuh cinta kepada nenek Fatimah. Meski sebelum menikah dia hanya seorang asisten, tetapi dia sama sekali tidak silau oleh harta dan kemewahan. Nenek Fatimah lebih rela meninggalkan harta dan kemewahan yang didapatkannya selama menikah dengan kakek Ali, hanya demi mempertahankan prinsipnya sebagai seorang wanita yang tidak mau di madu. Benar-benar luar biasa."Sejarah keluarganya yang memang rumit. Dulu, kakeknya syekh Ali Al-Maliki menikahi seorang wanita asli Indonesia