Lapangan yang begitu luas di dalam area akademi kerajaan Diamondver, para eksekutor yang merupakan prajurit dari istana sibuk melakukan segala persiapan tanpa ada rasa semangat tergambar di wajah mereka. Pekerjaan yang bagi mereka begitu lebih lambat dan terasa sangat berat dari biasanya.
Para bangsawan muda bahkan akademisi yang menonton, jauh berada di tepi lapangan. Tiada yang berani bergerak leluasa mendekati area tengah. Suasana mencekam begitu dingin, mereka berkeringat dingin. Seorang wanita remaja berambut perak kebiruan yang panjangnya hingga melewati pinggulnya, berdiri di atas panggung yang didirikan di tengah lapangan akademi. Guillotine tertampak jelas oleh mata blue diamondnya. Menunjukkan ekspresinya yang dingin. Tatapannya yang datar mengarah pada seorang Pangeran bersurai hitam yang seumuran dengannya. Tatapan tajam dari mata beriris Red Diamond pria tersebut tidak lepas dari pandangan wanita dingin tersebut padahal terdapat wanita berambut pendek hijau toska di belakangnya yang melihatnya dengan iba. Usai melaksanakan pekerjaan mereka atas perintah Sang Pangeran, para eksekutor mulai mundur dan menjauh dari panggung atas perintah pria berpangkat lebih tinggi dari mereka. Langka yang begitu berat dikala mereka menjauhi tempat tersebut. Gadis yang akan berakhir di guillotine, diminta mengucapkan ucapan terakhir. Mata birunya masih mengarah pada Pangeran yang berjarak sekitar dua langkah darinya. Tatapan dinginnya mulai berubah menjadi lembut. Ia bahkan tersenyum lebar. "Aku mencintaimu." "Aku berharap atas kebahagiaanmu." Bilah tajam dari guillotine mulai ditarik oleh gravitasi bumi. Mempertahankan senyumannya dengan perasaan damai dikala, ia mulai menutup matanya. *** "Cerita yang menyedihkan..." Aku sedang berada di dalam kamarku. Memeluk bantal dan menempelkan daguku pada bantal tersebut. Aku memikirkan kejadian novel yang ku baca Sebelumnya. Adik perempuanku memasuki kamarku. "Kak Yui! Bukankah kemarin kakak punya novel itu?! Pinjam!" "Sudah hilang," ucapku singkat. "Hah!? Padahal, bukankah buku itu masih baru? Baru saja aku mau membacanya lagi! Makanya jangan ditaruh sembarang tempat!" Adikku malah menceramahkan diriku. "Terserah aku mau ngapain!" Aku merasa kesal karena moodku yang jelek. Aku melempar bantal yang ada di pelukan ku ke wajah adikku. "Beh... Ya sudahlah, aku akan pinjam ke temanku lagi!" Adikku yang bernama Azu keluar dari kamarku. "..." Aku terdiam, merebahkan diriku di ranjang dengan raut wajahku yang murung. Iris mata bergerak mengarah ke luar jendela memperhatikan langit yang dihiasi penampakan gedung pencakar langit, begitu cerah. "Bodoh! Bodohnya diriku ini!" *** Diriku hanyalah seorang wanita kuliahan yang hanya tinggal bersama dengan adikku yang umurnya tidak terlalu jauh dariku. Kami tinggal di sebuah apartemen yang sederhana. Menjalani kehidupan seperti biasanya, kami terfokuskan pada hidup dan mengejar karir. Perasaan yang menginginkan pasangan pun terabaikan, meskipun.... 'Cinta bertepuk sebelah tangan ternyata cukup menyakitkan.' 'Cukup pikirkan kehidupan kami dimasa depan.' 'Aku tidak ingin kehidupan kami berakhir buruk seperti cerita itu...' Aku teringat dengan karakter antagonis di sebuah cerita novel yang memiliki sifat yang banyak kemiripan denganku. 'Kisah cintanya lebih sulit dariku... Daripada bertahan pada cinta yang bertepuk sebelah tangan, lebih baik menyerah dan mencari kebahagiaan yang lebih layak, kan?' Aku yang sedang memandang kue yang sengaja ku biarkan di hadapanku agar suhunya turun, pikiranku buyar dengan ucapan Azu, "Bagaimana kalau kita tambahkan Cheese Cream di tengah kue ini, kak Yui?" "O owh... Sudah ku katakan aku akan membuat Strawberry Shortcake. Kalau kamu menambahkannya, ya sudah beda lagi judulnya! Daripada mikir yang lain, lebih baik kamu potong saja stroberinya! Bukankah kamu sendiri yang tidak suka dengan cheese cream?" "Bercanda doang, kak Yui sih bengong daritadi." Aku menatap adikku dengan ekspresi datar karena ia memang sering memberikan saran aneh kepadaku. Azu sengaja mengedipkan matanya dengan wajah polosnya kepadaku. Iris mataku terlihat setengah bagian dan kembali menatap Spongecake yang sudah diletakkan Whipping Cream di atasnya. Tanganku segera menganggkat pisau oles untuk merapikan lapisan itu sebelum stroberi-stroberi yang menggoda itu, menimpanya. Sebelum pisau oles itu menyentuh cream itu, tiba-tiba pisau oles terjatuh dari tanganku dan jatuh ke lantai. 'Tanganku!' Aku melihat tangan dan tubuhku terlihat tembus pandang, sehingga aku bisa melihat kue dibalik tanganku dengan jelas. "Azu! Kenapa tubuhku-!" Aku juga melihat tubuh saudariku bersinar dan tembus pandang. Seolah-olah, Azu seperti sebuah hologram yang akan menghilang. "Kak Yui! Apa yang terjadi!!?" Azu mulai panik. "Aku tidak mau mati!! Kuenya belum dimakan!" 'Bukan saatnya memikirkan kuenya, bodoh!' tatapanku malas melihat tingkah adikku. "Nggak lucu, Azu." "Tolong!" Aku dan Azu terkejut saat mendengar tiba-tiba ada suara yang berbicara di kepala kami. "Apakah kakak yang bicara tadi?" "Bukan!" "Ya ga perlu ngegas juga, kak." "Bukannya kamu sendiri yang panik dari tadi." "Iyakah? Hehehe." Suara tersebut mengatakan lagi, "Tolong! ... Ku mohon! Selamatkan...!" Tiba-tiba banyak angin yang mengelilingi kami hingga disekitaran kami bergerak. Saat itu, seseorang membunyikan bel apartemen yang kami tempati. "HUWAAHH!!! Kak Yui! Tubuh kita semakin transparan!" Mendengar suara Azu yang keras, seseorang yang membunyi bel tersebut segera mendobrak pintu tersebut. Saat itu juga, aku mendengar dobrakan pintu tersebut. "Ya, aku tahu! Dan, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan!" Lalu dengan santai aku mengatakan, "Pasrah saja." "Beh." Tubuhku semakin tranparan dan ku dengar suara langkah kaki menuju ke arah kami. Azu melihat sosok tersebut dan dari ekspresi wajahnya menunjukkan ia tidak mengenalinya. Aku pun menoleh ke belakang. Sebelum sosok orang tersebut terlihat olehku. Saat itu, pandanganku gelap. Dan... saat aku membuka kembali mataku, aku terkejut saat melihat ruangan yang jauh lebih besar yang begitu sangat asing terlihat. 'Dimana aku?' Aku beranjak dari tempat tidur dan memegang beberapa helai rambutku. 'Kapan rambutku mulai sepanjang ini?' Saat aku menyadari warna rambutku berbeda dan aku berpikir, 'Warna perak kebiruan? Apa kepalaku masih eror karena angin itu?!' Sebuah cermin besar menunjukkan sosok diriku. Aku tercengang saat melihat sosok diriku sendiri. "Wha wha what!!?" 'Mata berwarna blue diamond... Iris diamond dimiliki darah bangsawan yang menujukkan kapasitas sihir melimpah dalam cerita novel yang baru selesai ku baca kemarin... Apa ini diriku!?' Banyak pertanyaan di kepalaku, hingga aku pun teringat dengan sosok yang aku lihat. 'Oh, ya! Viyuranessa Roseary, karakter antagonis di novel yang ku baca sebelumnya.' 'Ibarat sepertinya bisa kita katakan bahwa ia adalah orang jahat dari orang baik yang tersakiti.' Aku segera berjalan menuju jendela besar kamar. Aku menatap beberapa pekerja yang dengan giatnya bekerja. Sudut bibirku naik saat mengingat para pekerja itu adalah orang-orang yang telah diselamatkan Viyuranessa Roseary dari kejamnya kehidupan di ibukota. 'Hanya karena kehadiran tokoh protagonis itu, kecemburuan dan kedengkian, membuat hidup Viyuranessa Roseary berakhir di eksekusi dengan guillotine.' Aku menyentuh bayangan diriku di kaca jendela dengan lembut. Lalu, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang maid menunjukkan sosoknya. "Selamat pagi, Lady Viyura! Apakah tidur anda nyenyak?" ucap Maid itu dengan bersemangat. 'Maid yang setia melayani Viyuranessa Roseary. Ia bernama Klea. Viyuranessa sudah menyelamatkan nyawa Klea dari penjahat dengan sihirnya saat ia berkeliling di kota.' 'Aku bahkan bisa menangis karena Klea terbunuh oleh pangeran disaat pangeran ingin mengunuskan pedangnya kepada Viyuranessa... Namun, Klea malah berdiri di hadapannya hingga Klea yang terbunuh.' 'Entah kenapa aku bisa menangis hanya karena seorang pelayan yang mati saat membacanya. Tapi, kehilangan seseorang yang mungkin bisa dikatakan seorang teman bagi Viyuranessa, tentu saja itu membuatku sedih, kan?' '... Sebenarnya, hunusan pedang itu sengaja ia arahkan kepada Viyuranessa hanya karena... Viyuranessa tidak sengaja membuat wanita yang ia cintai menangis dengan perkataannya. Padahal, Viyuranessa adalah tunangan resminya.' Tanpa sadar, aku meneteskan air mataku saat membayangkan orang yang di depanku akan mati karena diriku. "Lady! Apa yang terjadi? Kenapa anda tiba-tiba?!" maid itu pun panik. "Tidak tidak! Bukan apa-apa!" Aku tersenyum tipis. "Aku teringat dengan novel- Hem itu... cerita yang ku baca kemarin." 'Apa yang terjadi denganku? Perasaanku menjadi lemah. Hal seperti ini saja sudah membuatku menjatuhkan air mata.' Aku segera mengusap air mataku. Lalu, aku tersenyum bahagia dan terkekeh sedikit, "Hehe," hingga Klea pun ikut terkekeh. Maid itu segera menghela nafas dan kemudian ia meletakkan teh dan kue di atas meja yang dekat jendela. "Saya akan menyiapkan gaun anda, nona." Aku segera duduk di kursi dan melihat pemandangan luar sambil menyeruput teh itu. 'Enak!' 'Meski aku lebih suka susu stroberi. Teh juga kegemaranku. Teh yang diolah hati-hati dengan tangan profesional seperti ini pasti sangat mahal.' Namun usai mencicipi kue itu, ingin sekali memuntahkannya. Tapi masih terpaksa ku telan. 'Apa di dunia ini tidak ada mentega, krim, keju terutama!! Kue ini hanya menggunakan susu, gandum, telur, minyak, gula dan buah sebagai rasanya. Bahkan minyak dan susunya tidak diproses dengan baik! Rasanya liar! Bahkan tengik.' Aku segera mendorong sepiring kue itu ke tengah meja. 'Bahkan mentega ga ada... Padahal di dunia sebelumnya, penemuan mentega sudah berabad-abad dahulu.' 'Segitunya kah bergantung dengan sihir!' "Hmm...." Aku menoleh ke luar jendela, menatap langit biru yang cerah. 'Sepertinya aku lupa sesuatu.' Lalu, aku teringat dengan sesuatu itu, 'Bukankah Viyuranessa memiliki seorang adik? Dan juga, Azu menyukai tokoh itu karena...' Aku tiba-tiba berdiri, "Pink!" Klea terkejut, "Apa-apa?! Ada apa dengan pink? Apa anda mau menggunakan gaun pink, Lady Viyura?" Klea sedang memegang gaun biru. "Haha, maaf mengagetkanmu... Warna biru saja!" ucapku dengan tatapan datar. Melihat tingkahku, Klea pun tersenyum yang tentunya ia sedang memikirkan hal yang aneh menurut ku. "Apa Lady Viyura bersikap aneh hari ini karena putra mahkota akan datang ke mansion ini?" ucap Klea. "Apaan itu?" Ekspresiku masih datar, padahal aku sedikit bingung. _____ See U... - This is My Story - by: yukimA15"Kamu benar-benar santai, Rean. Yang mereka incar sebenarnya adalah kamu." Rean tersentak dan tentunya terheran. "Bagaimana kamu tahu itu, Yu!?" Aku tentunya terheran dengan keterkejutannya yang jelas-jelas terlihat. "Kenapa kamu jadi berpikir aku tidak bakalan menyadari hal seperti ini." "Tunggu dulu, Yu. Apa saja yang sudah kamu ketahui mengenai hal ini?" Termenung memikirkan Zennofer yang masih berada disana, aku hanya bisa menghembuskan nafas pasrah dengan keadaan yang rumit ini. 'Dia juga bisa lebih gila lagi jika dibiarkan lebih lama. Aku tidak ingin tangannya jadi kotor lagi akibat ulah keserakahan orang itu.' 'Aku tidak bisa melakukannya sendirian.' 'Karena itu waktu itu aku mencoba membicarakannya dengannya, tetapi malah...!' "Itu-" "Viyura!" Lina melihatku dan segera menghampiriku. Aku menoleh ke arah Lina sambil mengatakan, "Kita bicarakan nanti ya, Rean," ucapku yang hanya didengar oleh Rean. "Jelaskan saja sekarang, Yu!" "Nanti saja!" Memberikan tatapan
"Racunkah." "Bagaimana kamu yakin, Yu?" "Rasa minuman sangat berbeda! Chiii, nyebelin juga ya makan diganggu gini!" Sedikit tarikan nafas dalam untuk meredam kekesalan ini, pikiran jernih pun jernih hingga sempat terpikirkan banyak hal. "Tapi bagus sih, kita bisa memanfaatkan percobaan ngeracun gini, mwehehe!" Aku tersenyum dengan mata yang menyipit. "Bagaimana?" "Bagaimana kalau kita berpura-pura meminumnya sampai habis sehingga mereka menganggap kalau kita memiliki resistensi terhadap racun?" "Kamu yakin kalau mereka yang menaruh racun?" "Bagaimana ga yakin, rasanya aja jadi jelek gini!? Mungkin saja kan mereka pembunuh profesional yang menghalalkan segala cara untuk membunuh targetnya. Untungnya soal rasa makanan aku bisa membedakannya. Orang yang tidak cicip dulu dari aromanya dulu lalu mulai masuk mulut, cuma lihat penampilan saja kayak kamu ini, mudah teracuni! Dasar ga pekaan!" "Jangan nusuk gitu roasting tunanganmu ini, Yu. Tak apa sih, masih tetap sayang."
Di tengah keramaian kota, di taman kota banyak yang membangun stand-stand yang menjual berbagai macam terutama makanan dan minuman. Melihat kesana kemari dengan bersemangat. Aku cukup bingung ingin menghampiri stand yang mana dulu. Satu hal yang paling menarik perhatian yaitu... Aku segera melangkah menghampiri kedai minuman dingin. Meskipun mereka memiliki menu yang banyak, tetap saja aku memilih, "Es teh!" Sambil menyeruput minuman menyegarkan bagi tubuh dan pikiran, aku melirik sosok Rean yang melihat diriku dan terlihat bersemangat entah kenapa. 'Masa sih ia terlihat bersemangat gitu hanya melihatku? Hem....' 'Iya sih, aku juga gitu....' 'Ia jauh lebih keren padahal.' 'Tidak ku sangka ia bisa mengubah kerajaan ini dengan sesingkat ini.' 'Aku bahkan dengar ada beragam pelatihan dilakukan untuk mengurangi pengangguran.' 'Meskipun aku juga sering melihat perkembangan cepat di Lezarion, tapi disini lebih cepat!' Mataku kembali bergeser ke arah Rean yang mana ia terli
"Hei, Rean! Kencan kita batal!" "Hah!? Oi, kenapa, Yu!?" Pria berstatus Putra Mahkota kerajaan Diamondver tersebut spontan memucat hanya karena kalimat tersebut. "Malezz, mau tidur! Sampai jumpa nanti!" Aku segera melangkah maju sehingga para Lady yang berada di hadapanku dengan senang hati bergeser kesamping untuk menyediakan jalan untukku lewat. Mereka segera menutupi jalan tersebut dan bersemangat lebih mendekat ke sosok pria itu. "Kalau begitu, kenapa anda tidak kencan saja dengan kami, Yang Mulia!?" "Lupakan saja wanita kasar itu!" "Iya! Ia sangat kejam, tidak cocok untuk menjadi permaisuri anda!" Rean yang sebelumnya masih shock, spontan berubah menunjukkan ekspresi wajahnya yang penuh intimidasi. "Kalian sangat berisik! Aku tidak peduli dengan kalian, yang ku inginkan hanya Viyuranessa Roseary! Dan, menyingkirlah!" Para Lady bersikeras tidak memberikan jalan. Dengan sihirnya, Rean membuat jalannya sendiri. Ia melangkah di jalan sama yang telah ku lewati. Aku
Zennofer turun dari ketinggian dan mengejutkan Riliana dan Celzuru di depan gerbang. "Gwaakhh!!!" "Maaf mengagetkanmu." Zennofer meminta maaf dengan gerakan formal. Celzuru memperhatikan pria yang belum pernah ia lihat itu, namun ia merasa kalau ia mengenalnya. "Ooooh! Hoi! Kamu! Apa kamu itu Zennofer?" "Siapa?" Zennofer terheran. "Aku adik kak Yu!" "Yu? Siapa itu?" "Itu! Aku Celzurunessi Roseary! Kakakku sudah menceritakan tentang kamu!" "Ooh!" Zennofer menjadi lebih bersemangat. "Kamu tahu tentangku!?" Zennofer di kejauhan melihat Ella sedang menghampiri Celzuru. Zennofer segera melarikan diri dengan kecepatan tinggi. "Kita bicara saja nanti, sampai jumpa adiknya Viyuranessa!" "Woi! Malah pergi.""Siapa yang kamu maksud, Zu?" Ella sudah tepat berada di belakang Celzuru."Kenalan kak Yu dari Lezarion." Saat itu Celzuru berpikir, 'Sepertinya kak Yu tidak ingin keluarga Kerajaan tahu tentangnya. Apalagi dia pembunuh salah satu keluarga mereka.'"Dia tiba-tiba m
"Lihatlah Lady Jenius itu, adiknya lebih berkarisma." "Lihatlah Lady Jenius itu hanya diam saja, apakah ia tidak bisa menari? Hem, bukankah tentunya pria mana yang ingin mengajaknya menari?" "Lihatlah Lady Jenius itu, gaun yang ia gunakan sama seperti yang ia gunakan pesta dansa kemarin. Apakah ia tidak memiliki banyak gaun sehingga menggunakan gaun usang itu lagi?" *** Saat aku masih kecil, aku pernah di kerumun oleh banyak lady seumuran denganku, mereka tidak henti mengatakan banyak kata hina yang membuatku kesal. "Lady Jenius! Kamu itu tidak berguna sebagai wanita bangsawan! Apa itu dengan gaunmu itu!? Usang!" "Betul itu! Contohkan saja adikmu itu! Lihatlah mana yang lebih baik! Bukankah lebih baik kamu menjadi rakyat jelata saja? Hahahaha!" "Setiap pesta menggunakan pakaian ini terus. Bukankah keluargamu kaya? Adikmu bahkan selalu memakai pakaian model bagus dan terbaru." "Bukankah Lady Jenius sama sekali tidak dicintai keluarganya?" "Hahahaha!" Mereka tertawa. Melihat me