Share

Qotsa

Author: QurratiAini_
last update Last Updated: 2021-09-16 22:23:42

Perlahan Eva rasakan panas pada bola matanya. Benda hitam yang bulat itu memerih, nyaris saja jika Eva memejam maka buliran kristal itu pasti akan meluruh membasahi pipinya. Eva berusaha untuk menahan tangis sendiri. Kesannya akan semakin mempermalukan diri jika menangis di depan mereka semua setelah diperlakukan seperti ini.

Pak guru tersebut juga malah melanjutkan materi tanpa memperjelas status Eva, dipersilakan masuk atau tidak? Membuat Eva makin uring-uringan takut serba salah. Mau nyelonong masuk, tapi beliau belum kasih izin. Kalau asal keluar, nanti kesannya tidak sopan dan dianggap bolos.

Ketimbang tidak jelas seperti ini, Eva lebih baik bertanya walau sepertinya akan diabaiakan. Tak apa, coba saja dulu.

"Pak!"

Ya, seperti perkiraan awal, panggilan Eva dilengahkan. Eva berdecak kesal di posisi seperti ini. Ia berdeham kencang hingga beberapa murid menoleh padanya. Biarkan saja mengganggu aktivitas belajar. Siapa suruh kacang!

"Jadi ini gimana, Pak? Saya boleh masuk tida—"

"Baik, saya cukupkan terkait bab hukum Pascal. Setelah tadi saya menjelaskan panjang lebar, kira-kira apa yang dapat kalian simpulkan?"

Eva berhenti bicara. Terlanjur muak duluan jika diabaikan seperti ini terus. Setelah ucapan Eva sengaja dipotong dengan beliau yang melontari pertanyaan, suasana kelas seketika hening sampai sekarang.

Eva bersedekap dada memandangi seisi kelas yang muridnya malah sok sibuk sendiri ketika guru bertanya. Sebenarnya tak hanya Eva yang pintar di kelas ini. Hanya saja rata-rata yang pintar itu pendiam dan gugup ketika disuruh menjelaskan atau berbicara di depan. Sedangkan yang banyak bacot hampir semuanya kurang pandai akademisi.

Bosan atas keheningan yang tercipta lumayan lama. Kita anggap saja itu sebagai karma untuk pak Erik agar tahu bagaimana rasanya dikacangin. Akhirnya Eva bersuara menginterupsi seisi kelas.

"Izin menjawab, Pak. Sedikit yang saya ketahui tentang hukum Pascal adalah bahwa hukum tersebut berkaitan dengan tekanan dalam cairan. Saya memang tidak menyimak sepenuhnya apa yang telah Bapak sampaikan tadi. Maka dari itu kesimpulan yang saya berikan adalah garis besarnya. Jika terdapat kekeliruan mohon koreksi."

Pengucapan yang lugas serta artikulasinya yang jelas akhirnya berhasil membuat pak Erik menoleh kembali pada Eva yang sampai saat ini masih berdiri di depan pintu. Guru mana yang tak tertarik pada murid seperti ini? Eva menjadi satu-satunya murid paling menonjol di kelas.

Tak menyia-nyiakan hal itu, pak Erik makin tertarik untuk menantang pengetahuan siswi yang katanya menjabat sebagai ketua OSIS ini. Beliau mulai memainkan ekspresi guna memanipulasi. Dahinya berkerut samar seolah bingung dengan apa yang baru saja siswi itu sampaikan. "Kata siapa?"

"Lah, kok kata siapa sih Pak? Hukum yang ditemukan oleh mas Pascal ini kan menyatakan bahwa tekanan eksternal yang diberikan zat cair dalam sistem tertutup diteruskan ke segala arah dengan sama besar." Jeda sejenak guna Eva menarik napas karena lumayan menges berbicara panjang tanpa koma. Saat itu pula hampir seisi kelas terbahak akibat Eva yang menyebut penemu hukum tersebut dengan 'mas-mas'.

Sementara Eva, tak peduli suasana kelas sedang ricuh, ia kembali melanjutkan penjelasannya yang sempat tertunda. Karena memang, jeda yanga ia beri bukan untuk memberi waktu mereka tertawa, tapi karena memang Eva perlu ambil napas sebentar.

"Dan tekanan pada setiap titik pada fluida akan meningkat sebanding dengan tekanan eksternal yang diberikan. Dari pernyataan tersebut kita sudah bisa ambil kesimpulan kalau hukum Pascal itu ya ngebahas tentang tekanan dalam cairan, Pak."

Berakhir dengan pak guru tersebut berdeham guna menutupi keterpukauannya. Ia menelisik siswinya tersebut dari atas sampai bawah seolah memberi penialian. "Kamu ikut kursus Fisika, ya?" tanyanya tak bisa lagi tutupi keingintahuan. Jika tidak pernah belajar sebelumnya, mana mungkin bisa langsung tahu sebelum dijelaskan. Benar?

Eva terkekeh pelan mendengar pertanyaan itu. Untuk jajan saja pas-pasan, bagaimana pula ia bisa ikut kursus yang biayanya lumayan besar itu? Syukurlah di Taruna Bangsa bidang akademisi masuk dalam kategori ekskul. Tak menyia-nyiakan peluang yang ada, Eva bergabung dengan beberapa ekskul akademisi. Beasiswa-nya sudah menanggung segala fasilitas yang disuguhkan Taruna Bangsa.

Ia menghela napas sejenak sebelum menjawab, "kebalik, Pak. Yang ada saya yang open jasa kursus untuk tingkat satu SMA ke bawah."

Belum sempat pak Erik menjawab, Iqbal sang ketua kelas menyahut lebih dulu. "Harap maklum, Pak. Dia anak olimp," katanya sedikit meringis. Menurutnya kalau Eva memang sudah tak perlu diragukan lagi. Tak hanya pandai akademisi, ia juga pandai dalam public speaking. Satu kekurangannya, gadis itu tak bisa olahraga.

Mendengar hal itu sontak membuat pak Erik mengangguk paham. "Oh, ternyata anak olimp. Sampai tingkat apa, Nak?"

"Nasional, Pak."

Beliau mendengkus. "Belum sampai internasional ya?" tanyanya dengan intonasi meledek. Ingatkan sekolah ini adalah Taruna Bangsa yang telah berhasil mengharumkan nama Indonesia di dunia dengan cetakan siswa dan siswinya yang berprestasi. Olimpiade tingkat nasional sangatlah biasa di sini.

Tak mau termakan pancingan dengan mendumel kesal, Eva meresponnya dengan tawa renyah hingga terlihatlah gigi gingsul yang membuat gadis itu semakin manis dipandang mata. "Do'akan saya ya, Pak. Saya akan berusaha lebih giat lagi agar dapat juara satu di nasional supaya bisa ke tingkat internasional."

Pak Erik ikut tertawa mendengarnya. Ia mengangguk seraya mengajak seisu kelas untuk memgaminkannya. Tangan bapak itu tergerak menyuruh Eva untuk masuk. "Silakan duduk di bangku kamu."

Akhirnya!!  Memang ini yang Eva tunggu-tunggu sedari tadi. Momen ketika ia dipersilakan untuk duduk di kursinya. Tak sia-sia Eva belajar dengan giat selama ini. Nyatanya ia bisa lebih dihargai.

Sudah kalah di ekonomi, Eva tak mau kalah lagi di prestasi. Ada seutas kalimat dari motivatornya sejauh ini. "Jangan taruh harga dirimu pada apa yang kamu punya, tapi apa yang kamu bisa."

⋆•・ั⋆ᩡ🌸ꦿᩡ⋆・ั•⋆

Suasana kelas sangat riuh akibat guru yang mengajar sudah keluar dan sekarang waktunya istirahat. Eva duduk seraya menyenderkan kepala pada bahu sahabat sebangkunya.

Tiga cewek lagi yang duduk di belakang Eva dan Uma ada Ana, Riska, dan Yana. Merekalah teman-teman Eva di sekolah. Tak ada yang mencolok hingga membuat mereka terkenal. Hanya orang biasa-biasa saja dengan ekonomi pas-pasan. Yang membuat Eva betah berteman dengan mereka karena sefrekuensi, juga tak ada hal yang patut di insecure-kan karena mereka sama. Bahkan harusnya mereka yang iri pada Eva karena Eva yang terpintar.

Dulu mereka mendaftar bersama-sama untuk raih beasiswa di TB. Namun hanya nama Eva yang lolos di antara para sahabatnya itu. Dari SMP mereka sudah berjanji bersama-sama untuk bisa bersekolah di SMA TB. Biaya sekolah juga kebutuhan yang mahal dan besar membuat mereka harus irit. Makanya setiap hari mereka membawa bekal agar tak membelinya di kantin yang harga makanannya sangat masyaAllah sekali.

Sedangkan Yana yang menduduki jabatan sebagai bendahara OSIS itu, mereka baru berteman ketika sama-sama menjadi murid baru di TB. Jangan lupakan Yana yang juga lulus beasiswa, tetapi lewat jalur minat dan bakat. Sekolah seelit ini menyediakan banyak sekali beasiswa untuk orang-orang yang kurang mampu agar dapat ikut merasakan pendidikan juga segala fasilitas yang mumpuni dan disediakan untuk murid-muridnya. Tinggal kembali pada diri masing-masing, ingin mengusahakan dengan serius atau tidak beasiswa tersebut. Pasalnya seleksi dilakukan dengan sangat ketat, benar-benar tanpa orang dalam.

Saat ini mereka tinggal menunggu kelas sepi, setelahnya barulah mereka akan menikmati bekal. Hal itu sudah menjadi rutinitas setiap hari. Yang paling seru ialah ketika tukar-tukaran lauk agar semuanya bisa mencicipi.

Dalam ketenangan mereka menunggu kelas ini sepi, Eva bersandar nyaman di bahu sang sahabatnya, Uma. Namun tiba-tiba saja bangku Eva dihantam keras membuat ke-lima gadis itu tersebut terlonjak kaget.

"Astaghfirullah!" jerit Uma dengan napas yang memburu serta degup jantung yang berdetak kencang. Gadis itu mengidap hipertiroid hingga mudah kaget serta memiliki kecemasan berlebihan.

Semuanya memandang nanar ke arah pelaku yang ternyata tak seorang diri. Mereka adalah Queen Of  Taruna Bangsa atau biasa disebut dengan geng Qotsa. Ketuanya adalah Melly Diandra dengan anggota yang hanya dua orang. Yakni Dina Marenza dan Salsa Dian Aviani. Mereka itu rombongan cewek-cewek centil yang sok berkuasa. Bodohnya murid Taruna Bangsa dari kelas sepuluh dan sebelas hampir semuanya takut pada mereka. Termasuk para sahabatnya ini.

Hal yang membuat Eva tak habis pikir. Apa yang perlu ditakuti dari mereka ini? Cuma modal kekayaan orang tua, nyatanya tak bisa apa-apa.

Di Taruna Bangsa, yang Eva segani hanya geng Kompeni. Ingatkan bahwa ini rasa segan bukan takut. Eksistensi mereka sangat berpengaruh di sini. Khususnya sang ketua yang merupakan cucu dari Arif Wijaya pemilik TB. Eva tak mau bermain-main dengan sekolahnya.

"Lo pikir keren kayak tadi?" Melly langsung memborbardir Eva dengan pertanyaan sinis. Kearoganan melingkupi sekelilingnya. Mungkin siswi lain akan merasa terintimidasi dengan hal ini. Namun ingatkan bahwa ini Eva Nur Shafaah. Kenapa pula terintimidasi? Mereka sama-sama makan nasi 'kan? Jangankan yang sepantaran begini. Kakak kelas yang sombong saja Eva berani menimpuk wajahnya dengan absen.

"Bangga banget kayaknya lo bisa ngejawab pertanyaan pak Erik hah?" Melly menggeram murka.

Sedang Eva yang menjadi korbannya di sini hanya duduk diam dan bersandar dengan santai. Padahal Eva hanya diam saja, tapi mereka sudah tersulut emosi sendiri. Apalagi ketika Iqbal sang ketua kelas mulai bernyanyi di antara kesunyian kelas yang sempat Qotsa ciptakan.

"Jangan, jangan iri. Jangan iri dengki. Jangan, jangan iri. Jangan iri dengki, puter-puter jari!" Cowok itu bernyanyi sambil joget dua jari, asik sendiri.

QurratiAini_

TAHAN, JANGAN BERHENTI DULU. INI MASIH BAB 4. Follow Instagram @hamiasquad jangan sampai lupa🧡

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketua OSIS   Night

    Tristan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua saudara perempuannya tidak tinggal serumah dengan orang tuanya. Tertinggal hanya Tristan yang masih duduk di bangku kelas 12 di SMA Garuda, salah satu SMA unggulan di Bandung. Kakak pertamanya menikah dengan seorang prajurit nasional yang bergabung dengan angkatan laut. Dia saat ini sedang mengandung keponakan pertama Tristan. Sedangkan adik keduanya sedang menjalani semester akhir pendidikan kedokteran di Spanyol."Kak Keinara belum lahir? Aku belum pernah mendengarnya," ucap Eva merasakan betapa sepinya rumah sepupunya.Betapa tidak, Tristan yang kerap berada di markas karena menjabat sebagai ketua geng motor membuat orang tuanya harus selalu menyendiri di rumah. Beruntung om Abian dan tante Azka bekerja di bidang yang sama. Mereka sukses membuka cabang restoran yang mereka kelola di pusat kota setiap provinsi di Indonesia. Bahkan untuk rencana ke depan, mereka akan memperluasnya hingga ke luar negeri.“Tujuh bulan lagi, Eva,” uc

  • Ketua OSIS   Savage

    Baru saja pikiran Eva terganggu karena sikap Bima yang tetap jahat padanya padahal Eva sudah berbesar hati hendak berdamai dengan cowok itu, kini Eva dikejutkan kembali dengan keadaan kelasnya yang jauh dari kata baik-baik saja.Kursi di sebelahnya, artinya tempat duduk teman sebangkunya. Telah habis diorat-oret menggunakan tinta hitam hingga tampak kotor sekali. Pelakunya adalah seorang cheerleader Taruna Bangsa. Tahu? Merusak satu aset saja milik Taruna Bangsa maka akan dikenakan denda yang tak main-main. Mungkin bagi mereka para anak orang kaya ini, hal itu bukanlah sesuatu yang dipermasalahkan karena mereka sangat mampu. Namun Uma? Bisa saja mereka yang merusak, tapi justru Uma yang diwajibkan membayar denda karena bangku ini adalah bangku Uma.Eva sangat tahu persis bagaimana sulitnya ekonomi sahabatnya itu. Membayar sekolah saja sudah mati-matian bahkan sering tak bawa uang jajan. Sering melihat Uma setiap hari membawa bekal ke sekolah? Itu karena dia tak bawa uang. Ingat dia p

  • Ketua OSIS   Markas Liondrak

    Baik Arta maupun Tristan, keduanya sama-sama membatu dan saling melempar tatapan tak menyangka satu sama lain. Bagaimana mungkin Arta baru mengetahui bahwa Eva adalah adik Tristan? Ternyata ada banyak informasi tentang Eva yang Arta belum ketahui. Ia pikir Eva hanyalah siswi miskin biasa yang kebetulan menjadi ketua OSIS. Rupanya Eva tidak sesederhana itu."Lo temen adek gue?" kelakar Tristan tak dapat menutupi rasa terkejutnya."Dia adek kelas gue," ralat Arta segera sembari menunjuk Eva yang hanya setinggi bahunya itu dengan dagunya. "Nyokap Eva nitipin Eva ke gua," lanjutnya kemudian dengan aura keposesifan yang sangat kental. Selebihnya agar Tristan tidak salah paham saja, kenapa adik kelas dan kakak kelas bisa sedekat ini.Mendengar hal itu Tristan semakin terkejut. "Oh lo deket sama adek gue?" berondongnya pada Arta seraya menatap Eva bangga. Pintar juga adiknya ini cari circle. Sementara Eva menyengir polos merespon tatapan abangnya."Kak Arta!" panggil Eva pada Arta, membuat ke

  • Ketua OSIS   Dinner In Restaurant Luxury

    Eva menyukai suasana sejuk dan tenang di malam hari. Ia baru saja selesai mandi. Masih dengan gulungan handuk di kepala, merasa lebih segar dan lebih baik. Mabuk di dalam bus selama perjalanan benar-benar menguras tenaga. Eva lemas sekali dibuatnya. Eva duduk di pinggiran kasur dengan tangan aktif menggosok-gosokkan handuk pada rambut agar cepat kering. Dalam satu kamar ini terdapat empat orang anak OSN, termasuk Eva sendiri. Mereka duduk berkumpul di sofa seraya memakan berbagai macam cemilan yang Eva sendiri ngiler melihatnya. Tentu saja perutnya lapar keroncongan. Seharian ia hanya makan satu gembung pemberian Arta di bus tadi. Namun, untuk minta Eva malu. Dirinya tidak dekat dengan mereka. Pun hendak ngumpul bareng, Eva segan sendiri. Akhirnya ia sok sibuk dengan rambutnya. "Gue ada hairdryer tuh di dalam tas kalo mau make," celetuk Cia salah satu teman sekamar Eva di hotel ini. Eva tersenyum kaku. Eva tahu bahwa itu adalah alat untuk mengeringkan rambut. Namun, Eva tidak tahu

  • Ketua OSIS   Peringatan

    Aurel bersama dua adik kelasnya, Eva dan Uma saling bersenda gurau dan membicarakan hal random untuk mereka bahas. Hingga di mana Selin beserta dua temannya datang memasuki kantin dan duduk di salah satu bangku kosong yang berada di pojok kiri, Eva langsung melirik Aurel memberikan isyarat lewat tatapan mata. Aurel mengangguk pasti menanggapinya. Dia berdiri sembari membawa gelas minumannya yang masih terisi setengah. Tentu saja tindakannya itu diikuti oleh Eva. Sementara Uma yang tidak tahu apa-apa hanya menatap kedua orang itu dengan mata mengerjab bingung. Pada akhirnya ia hanya ikut-ikutan Aurel dan Eva saja menuju bangku di mana Selin bersama dua temannya itu berada. "Hai, Aurel!" sapa salah satu teman Aurel dengan senyum manis tetapi penuh manipulatif. "Are you wanna join here?" tanyanya sok asik. Sayangnya sapaan basa basi tersebut tidak mendapat gubrisan apapun dari Aurel. Justru Aurel mendengus remeh memandang ketiga orang itu dengan tatapan jijik yang sangat kentara. Aurel

  • Ketua OSIS   Menandai

    Jika hendak menganalisa akun lambe turah masing-masing sekolah favorit di Jakarta Selatan ini, maka sudah pasti Taruna Bangsa akan menjadi miss dalam mencari sensasi. Followers dan jumlah upload-nya nyaris sebanding, terus bertambah setiap hari karena pasti selalu ada saja hal-hal mengejutkan yang diposting oleh adminnya. Diketahui bersama pula bahwa admin akun gosip SMA ternama tersebut tidak hanya segelintir orang saja, tetapi hampir seluruh siswi dari kelas 12. Oleh karena itu sulit bagi mereka yang tidak punya kekuasaan untuk mencari tahu dalang yang sebenarnya jika terjadi sesuatu. Tak peduli hanya kabar burung yang belum pasti kebenarannya seperti separuh video yang dapat mengundang salah paham bahkan menciptakan kontroversi, yang mereka tahu hanya memposting itu semua dan menyebarkannya untuk menarik perhatian para netizen! Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena gila kepopuleran sehingga berbagai cara dilakukan sampai kehausan sensasi! Usai menenangkan Eva yang bersedih,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status