Share

Mabuk-mabukan

Kelvin datang ke tempat yang selalu ia kunjungi dikala gabut. Beberapa kenalannya menyapa Kelvin dan mereka mengajak Kelvin untuk menikmati minuman keras sambil mendengarkan musik dugem. Yah, di tempat diskotik adalah pilihan yang tepat bagi beberapa kaum muda dan dewasa.

“Bro... Aku dengar kamu sudah menikah?” tanya Alex.

“Ah, persetan dengan pernikahan!” seru Kelvin dengan sinis.

“Lalu bagaimana dengan si Yunita? Apa dia sudah mengetahui kalau kamu sudah menikah?” tanya Alex kembali.

“Sudahlah... Lupakan soal wanita! Aku kesini mau bersenang-senang dengan minum dan berjoget bukan membahas percintaan!!!!” seru Kelvin dengan nada keras, seakan ia tidak ingin membahas itu.

Disisi lain, Desi yang kini sudah selesai menjadi pembantu di rumah Mira memutuskan untuk berjualan sembako. Modal sembako itu pun ia dapatkan dari sang majikannya. Desi benar-benar merasa diuntungkan ketika Miranda sudah menjadi bagian dari mereka.

Beberapa tetangganya merasa penasaran dengan kehidupan Mira yang kini berubah drastis. Dengan sombong Desi pun mengatakan bahwa ia sudah tidak miskin lagi. Beberapa tetangganya ada yang senang namun ada juga yang merasa tidak senang. Mereka beranggapan bahwa Desi sudah semakin sombong dan tidak tahu diri. Mentang-mentang dirinya sudah memiliki keluarga konglomerat dengan seenaknya Desi menghina beberapa tetangganya yang nasibnya masih begitu-begitu saja. Hal ini juga terbukti ketika Desi melihat tetangganya yang paling miskin sedang melintas di depan warung Desi.

“Ehhh pak Somat! Mau kemana? Apa masih jadi petani?” tanya Desi kepada pak Somat.

“Iya, Bu Desi. Syukur saya bisa dapat penghasilan dari kegiatan ini” ujar pak Somat.

“Astaga... Kasihan sekali pak Somat. Dari jaman dahulu kala hidupmu begini saja. Padahal, putrimu baru saja menikah dan seharusnya hidupmu berubah dong sama sepertiku” ujar Desi dengan nada angkuh.

“Iya, Bu Desi. Saya ikut senang melihat Bu Desi sudah seperti yang sekarang tidak lagi menahan rasa lapar” ujar pak Somat kembali bernostalgia ketika ia menjadi saksi atas kemiskinan kawannya itu yang tidak lain adalah Desi.

“Iya... Iya dong Pak. Hidup itu sangat memerlukan uang. Lain kali kalau mau hidupnya berubah sepertiku maka carikan saja putrimu dengan orang kaya bukan malah merestui menantu anak sesama rakyat jelata” ujar Desi.

Ucapan Desi membuat pembeli yang ada di warungnya geram namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya mendengar ejekan Desi pada pak Somat.

“Kalau masalah itu saya hanya serahkan kepada putri saja saja. Biarkan dia memilih pendamping hidupnya sendiri. Kaya atau miskin asalkan baik wataknya sudah cukup untukku bahagia” ujar pak Somat.

“Yaelah... Ha ha! Bisa mati konyol entar kalau makan cinta!!!” seru Desi.

pak Somat pun memutuskan untuk pergi karena ia merasa direndahkan oleh Desi. Beberapa tetangga pada menghampirinya dan mereka meminta resep agar bisa bernasib sama seperti Desi. Desi pun terdiam sesaat lalu memiliki ide cemerlang.

“Saya punya ide nih... Tpi tidak gratislah. Kalau mau tahu kalian cukup bayar ke saya 500.000 rupiah saja” ujar Desi.

Mereka terkejut bukan main. Mereka yang dari kalangan bawah tentu merasa uang 500.000 rupiah bukanlah yang yang sedikit. Bahkan, terlalu banyak hanya sekedar mendapatkan informasi. Namun disisi lain, dilihat dari penghasilan yang didapat juga sangat menggiurkan. Satu, dua, tiga orang mencoba tawaran Desi. sementara yang lain ikut menyimak.

“Nihhh Ibu Tuti, Ibu Nisa sama Ibu Vian... Kalian nanti malam datang ke rumah saya. Biar disana kita bahas dengan serius. Sekarang, kalian pulang saja kalau tidak ingin berbelanja” ujar Desi dengan mengusir secara halus.

“Iya Bu Desi, terimakasih. Tapi saya kesini juga ingin berbelanja kok... Saya mau beli beras 2 kg sama minya goreng dua liter” ujar ibu Tuti.

“Saya juga mau beli rokok dua bungkus saja. Soalnya suami saya menyuruh saya untuk beli rokok” ujar ibu Nisa.

“Saya pun juga demikian ingin membeli ringso cair satu sashet, karena ringso cair di rumahku sudah habis” ujar ibu Vian.

Desi merasa senang dagangnya begitu laris manis. Ditambah ia akan mendapatkan uang 1.500.000 rupiah dari ketiga ibu-ibu tadi. Dengan gembira Desi pun bergumam, “Ah... Uang aku suka uang!!!”

Jam sudah menunjukkan pukul 19:00 Malam. Miranda merasa gelisah karena Kelvin belum juga pulang ke rumah. Ia mencoba menceritakan kegelisahannya kepada kedua mertuanya yang lagi menonton acara televisi di ruang tamu. Mereka kompak mengatakan bahwa Kelvin memang sering seperti ini. Ibu mertuanya berjanji besok bakalan memberikan nasehat kepada putranya tersebut.

Miranda berterimakasih lalu pergi menuju ke kamar tidur. Ia kembali teringat dengan Cleo yang waktu itu dipukul habis-habisan oleh ajudan. Miranda menghubungi Cleo dengan diam-diam lantaran di rumah tersebut sangat sepi.

Cleo mengangkat teleponnya dan terdengar suara serak-serak. Miranda yakin bahwa Cleo sedang menangis dan merindukannya. Miranda merasa tidak kuat jika harus berlama-lama mendengarkan suara Cleo. Dengan cepat ia mematikan teleponnya tersebut.

Bertepatan dengan itu Kelvin pun masuk ke dalam kamar tidur dengan kondisi mabuk berat. Miranda mencoba membantu suaminya untuk tiduran ke kasur. Saat merebahkan Kelvin tiba-tiba dirinya juga ikut terjatuh ke kasur. Kelvin yang sedang mabuk berat menindihnya dan melihat Miranda dengan tatapan penuh nafsu.

Walaupun Miranda merupakan istri sahnya namun tetap saja Miranda merasa takut jika disentuh oleh lelaki yang tidak ia kenal. Kelvin semakin menatapnya dengan beringas lalu berkata, “Kamu cantik sekali... Padahal hanya anak pembantu ha ha”

Meskipun dalam kondisi mabuk, perkataan Kelvin tetap begitu tajam menghina Miranda. Dengan bergetar, Miranda pun bertanya.

“Kamu mau apa?”

Kelvin tersenyum sinis dan berkata, “Bukanya kamu menginginkan ini?” tanya Kelvin dengan santai.

Kini tubuh Miranda sudah didekap oleh kelvin. Rasa deg-degan semakin melanda Miranda. “Lepaskan, kamu dalam keadaan mabuk berat!” seru Miranda. Ia menyingkirkan tubuh Kelvin namun tenaganya tetap kalau oleh tenaga Kelvin.

Kelvin mulai mencium Miranda dengan beringas dan membuka paksa piyama berwarna merah muda yang saat ini dikenakan miranda. Sementara Miranda tetap memberontak dengan sekuat tenaga hingga dirinya pun pasrah saat Kelvin sudah menyentuh dirinya seutuhnya. Malam ini merupakan malam hilangnya keperawanan Miranda. Kelvin berhasil merenggut mahkotanya yang selama ini ia jaga baik-baik meskipun satu rumah bersama Cleo yang belum sah menjadi suaminya.

Keesokan harinya, Kelvin bangun dan melihat noda merah di sprei kasur miliknya. Ia memanggil Miranda agar segera mengganti sprei kasur tersebut dengan sprei kasur yang baru. Miranda dengan cepat mengambil sprei dan mulai mengganti dan memasang yang baru.

“Sial... Minuman apaan tadi yang jatuh berserakan di kasur!” gerutu Kelvin. Ia tidak menyadari perbuatannya semalam bersama Miranda dan mengira noda merah tersebut adalah minuman padahal darah.

Sementara Miranda hanya bisa diam dan tertunduk lesu. Setelah selesai mengganti sprai, Miranda pun membawanya ke kamar mandi. Ia kembali mengingat kejadian kemarin. Air matanya tidak terasa ikut terjatuh begitu saja. Yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika suaminya tidak mengingat perbuatan pada dirinya tersebut.

Kelvin yang tengah bermain ponsel dilihat oleh ibunya. Mira menghampiri Kelvin dan sesuai dengan janjinya kemarin malam kepada Miranda bahwa ia akan menasehati putranya hari ini.

“Kelvin, Ibu mau bicara sama kamu” ujar Mira dengan tegas.

“Kelvin... Coba dengarkan Ibu!” Mira merasa kesal saat Kelvin mengacuhkannya dan malah sibuk dengan ponselnya sambil cengar-cengir menatap layar ponsel.

Karena Kelvin kurang sopan, Mira pun meraih paksa ponsel Kelvin hingga Kelvin terkejut. Sementara Mira hanya bisa menghela nafasnya dalam-dalam dan sekali lagi berkata, “Ibu mau bicara serius sama kamu”

“Mau ngomong apaan Bu? Pusing sekali dah pikiran aku” ujar Kelvin sembari menggaruk kepalanya.

“Kelvin, Ibu tahu ini sudah menjadi kebiasaanmu sewaktu masih belum menikah. Namun, sekarang ini kamu sudah menikah. Cobalah kamu rubah kebiasaan buruk mu itu sedikit demi sedikit” ujar Mira.

“Ah... Lagian Ibu sih yang salah. Aku belum siap menikah malah dipaksa menikah. Jadinya seperti ini... Aku belum bisa berubah seperti yang Ibu inginkan” ujar Kelvin.

“Sayang, Ibu yakin suatu saat kamu pasti berubah. hanya saja saat ini hatimu masih labil” ujar Mira.

Kelvin mengacuhkannya dan menutup kepalanya dengan selimut dan Mira hanya bisa menghela nafasnya sambil sesekali memegangi dadanya yang sedikit sakit. Mira tidak boleh tersulut emosi karena itu akan membuat serangan jantungnya kumat dan akan membahayakan jiwanya.

“Kelvin, ibu berharap kamu bisa lebih dewasa lagi! Satu lagi, jangan pernah kamu sakiti hati Miranda... Kalau sampai kamu sakiti Miranda, kamu akan tahu akibatnya!” ancam Mira yang kini menaruh ponsel Kelvin sebelum pergi dari kamar Putranya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status