Share

Bab 3 (Noda Lipstik di Baju)

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-17 20:26:18

Aku melanjutkan mengecek media sosial berwarna biru akun suamiku, dan berselancar di sana, tak ada postingan Mas Yudi yang ganjal. Ibu jariku kemudian mengarah pada fitur messenger.

Seketika mataku membulat sempurna melihat chat suamiku, yang dengan seorang wanita bernama Evalina Yulianti, yang aku yakini dia adalah orang yang sama.

[Kapan kamu akan menceraikan istrimu, Mas?]

[Aku akan memikirkannya nanti, selagi dia belum curiga, tak perlu lah buru-buru menceraikannya]

[Tapi aku mau memilikimu seutuhnya, Mas!]

[Iya sayang, kamu sabar ya.]

[Iya tapi jangan lama-lama.] 

Itu rentetan isi chat mereka. Hatiku semakin hancur, istri mana yang tak sakit hatinya mendapati suami tercintanya telah berpaling pada wanita lain. Semua bukti ini sudah cukup jelas bagiku, sudah cukup memberi jawaban atas perubahan sikapmu, Mas!

Aku segera memotret semua percakapan mereka itu dengan ponsel pintarku.

Aku segera masuk ke kamar, dan kuletakkan kembali ponsel Mas Yudi ke tempat semula. Jam di dinding menunjukkan waktu sepertiga malam, Aku mengambil wudhu' dan kutunaikan sholat tahajud dua raka'at, sholat sunnah yang sering aku kerjakan selama ini.

Usai melaksanakannya, hatiku merasa tenang. Dalam kedamaian aku bersujud, bermunajat memohon pada sang khalik sang pemilik hati, agar aku kuat demi Rizki anakku.

Pagi hari seperti biasa, jam tujuh pagi aku sudah menghidangkan makanan di meja makan, sengaja aku lebih banyak diam tak banyak bicara seperti biasanya, aku mencoba cuek pada Mas Yudi. Kalau dia bisa seperti itu, kenapa aku enggak! Yang penting aku sudah melaksanakan kewajibanku menyiapkan makanan untuknya, meskipun rasanya tidak setulus sebelumnya.

Terlihat Mas Yudi keluar kamar, sudah rapih mengenakan kemeja biru dan menenteng tas laptop di tangannya, Aku berjalan menuju kamar Rizki, rasanya belum siap aku menatap wajah suamiku yang sudah jelas telah mengkhianatiku.

Rizki masih nyenyak tidurnya, dengan lembut kuusap pipi gembulnya, ia pun menggeliat dan kembali terlelap.

"Rizki ... bangun, Nak! Udah siang!" tuturku lembut di sampingnya. Kuusap rambutnya yang sedikit bergelombang, mewarisi rambut ayahnya. Rizki kembali menggeliat dan perlahan membuka matanya.

"Hmm, iya Mah!" ucapnya dengan mengucek mata kanannya.

"Bangun yuk! Mandi terus sarapan, kan hari ini Rizki ada jadwal Bimba," terangku merapikan baju anakku yang tersingkap. Aku menuntunnya turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi.

Letak kamar mandi yang berdekatan dengan dapur dan meja makan, terlihat Mas Yudi sedang menikmati sarapannya sambil tangannya asyik dengan gawainya, sesekali terlihat ia senyum-senyum sendiri menatap benda pipih itu, hingga aku dan Rizki memasuki kamar mandi pun ia tak tersadar. Aku yakin dia mungkin sedang berkirim pesan dengan Eva gundiknya itu.

"Mah-Mamah kenapa, kok cemberut gitu?" ucap Rizki tiba-tiba, mungkin memperhatikan mimik wajahku yang tak seperti biasanya.

"Nggak kok, Sayang! Mamah nggak apa-apa," jawabku mengulas senyum untuk buah hatiku.

Setelah selesai memandikan Rizki, kami kembali ke kamar Rizki untuk bersiap-siap untuk berangkat ke tempat Bimbanya. Aku mencarikan baju seragam Rizki di dalam lemari bajunya, sedangkan ia sendiri aku suruh mencari kaos dalam dan celana dalam miliknya, biar cepat.

"Sin, Aku berangkat, Ya!" 

Terdengar teriakan Mas Yudi pamit akan berangkat ke galerinya. Bahkan dia enggan untuk menghampiri kami di kamar sekedar untuk berpamitan. Benar-benar sudah berubah sepertinya dia memang sudah tak peduli lagi denganku dan Rizki.

Aku tak menyahuti teriakannya, bagiku itu sudah tak penting lagi.

Aku membuang napas kasar mendengar teriakannya, tak lama kemudian, terdengar suara mesin motor menyala dan berlahan menjauhi rumah kami. Kamu boleh acuh sekarang, Mas! Tapi lihat nanti, kamu pasti akan menyesal! cetusku dalam hati.

Rizki menghabiskan sarapannya dengan lahap, tanpa banyak bicara seperti malam tadi, mungkin ia juga tahu waktunya sudah mepet untuk berangkat ke bimba, tak lupa ia juga meraih segelas susu yang sudah kusiapkan, meminumnya hingga habis tak tersisa.

Aku menyalakan mesin motorku, dan Rizki sudah siap duduk di jok belakangku, kami berangkat ke bimba yang letaknya masih dalam komplek perumahan ini, tak perlu waktu lama untuk sampai di bimba, terlihat sudah banyak teman-temannya yang sudah sampai lebih dulu dari kami.

"Ayo, Nak!" ujarku meraih tangannya dan menggandengnya hingga ke depan pintu Bimba.

Aku mensejajarkan tubuhku dengan tubuh bocah Lima tahun ini. Kupandangi wajah polos yang murah senyum itu.

"Belajar yang rajin ya, Nak! Nanti jam sepuluh Mamah jemput kamu lagi," ujarku menangkup kedua pipi gembilnya.

"Iya, Mah!" jawabnya tersenyum.

"Ingat ya, Nak! Jangan nakal, sayangi teman Oke!" Dia mengangguk, kemudian meraih tangan ini dan menciumnya takzim.

Rizki pun berlalu memasuki ruang kelasnya, aku memandangi punggungnya yang tertutupi tasnya. Setelah memastikan ia sudah masuk, aku bergegas untuk pulang karena tugas negara telah menanti.

Aku lajukan kuda besiku membelai jalanan komplek perumahan, sampai di rumah aku langsung berkutat dengan cucian, memilah baju yang akan kumasukkan ke mesin cuci, serta mengecek satu per satu saku baju dan celana, khawatir ada benda yang tertinggal dan bisa jadi merusak benda tersebut jika ikut kegiling di dalam mesin cuci.

Keningku seketika mengerenyit, saat mata ini menangkap sebuah noda merah muda di kerah kemeja milik Mas Yudi, noda itu tampak begitu jelas menempel pada kemeja lengan pendek polos berwana biru muda ini.

Jelas sekali ini bukan lipstik punyaku, karena aku jika di rumah jarang sekali memakai benda itu. Sekilas aku mengingat Mas Yudi memakai baju ini saat pergi tadi malam, aku yakin ini lipstik milik perempuan yang bernama Eva itu.

Dugaanku semakin kuat, setelah beberapa bukti kutemukan ini, mungkin mulai saat ini aku harus mencari tahu sendiri sejauh mana hubungan mereka, sepandai-pandainya ia menyimpan kebohongan, pasti akan terbongkar juga, itulah yang aku rasakan, satu demi satu telah Allah tunjukkan padaku perbuatan suamiku. 

Aku meremas kuat noda lipstik itu di tanganku, aku tak rela pelakor itu merenggut kebahagiaan keluargaku, dan kau Mas Yudi, aku tak menyangka kau tega menghancurkan rumah tangga kita yang kita bina selama 16 tahun ini dan lebih memilih berpaling dengan perempuan jalang itu.

Lihat saja Mas! Aku yang terlihat lemah dan penurut selama ini, akan menjadi singa yang siap menerkam siapapun yang berani mengusik ketenanganku.

Segera aku menyelesaikan semua pekerjaan rumah, dan mulai menyusun langkah apa yang akan aku lakukan untuk mengatasi semua permasalahan yang tengah menguji rumah tanggaku.

Mengenai sikap datar dan dinginnya Mas Yudi sudah tak kupikirkan lagi, karena aku sudah menemukan jawabannya, memang aku juga harus belajar cuek seperti yang ia lakukan padaku. Aku berusaha menepis semua rasa sakit hatiku, Aku harus tegar demi Rizki.

Aku tak terima dengan penghianatan ini, sekian tahun aku mencoba sabar dan bertahan mendampinginya dalam keadaan susah sekalipun, aku ikhlas. Tapi jika sudah pada masalah perselingkuhan, aku tak akan tinggal diam. Apa ini balasan atas kesetiaanku selama ini, Mas!

Aku meraih benda pipih milikku, dan aku mencoba menghubungi Mas Yudi di galerinya.

Beberapa kali aku mencoba menghubungi tapi tak di angkat. Aku mencoba menghubunginya sekali lagi.

"halo!" 

Degh!

Seketika pandanganku meremang, aku kaget bukan kepalang, mendengar suara seorang perempuan yang mengangkat panggilanku. Asupan oksigen dalam tubuhku seakan menipis, dengan dada naik turun. Aku mencoba tenang, kutarik napas panjang kemudian menghembuskan pelan.

Bsambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
siapkan sampai dengan keadaan terburuk sekalipun kau bereskan apa yang jadi hak milikmu juga anakmu jika mereka PASANGAN PEZINAH pasti kena KARMA
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
berkoar2 mau membuat yudi menyesal, mendengar wanita lain mengangkat telp yudi jamu shock. g usah banyak bacot, buktijan aja kehebatan mu nyet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 150 (ending)

    Aku tertunduk dalam, lidahku terasa kelu, seolah tak mampu lagi untuk bicara, degup jantungku terasa semakin cepat, ada rasa malu, ada rasa bahagia bersua dengannya, ada rasa takut aku ditolak, semuanya campur aduk jadi satu di dalam sini. Aku hirup udara banyak-banyak, kemudian Perlahan mengangkat wajahku, tampak Hesti masih setia menunggu aku melanjutkan kata-kataku."Mas, semua yang sudah terjadi biarlah terjadi, jadikan itu semua sebagai pelajaran berharga untuk menapaki kehidupan masa depan, agar tak terulang kembali." Pelan Hesti bicara, seolah mengerti apa yang kini kurasakan.Aku mengangguk setuju dengan perkataannya."Beberapa bulan terakhir, kita semakin dekat, dan kurasa tidak ada lagi yang harus kita tunggu, aku berniat ingin meminangmu, jika kau bersedia, aku ingin kau menjadi istriku, tapi ...."Mendengar ucapanku yang menggantung, keningnya mengerenyit, namun ia tak bertanya apapun."Ta–Tapi, aku seperti ini kondisinya, mungkin, bisa dibilang aku lelaki tak tahu malu,

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 149

    Satu Minggu sudah kepergian Mbak Siska, segala tetek bengek keperluan administrasi saat di rumah sakit, Dhani banyak membantu, bahkan tak segan membantu biaya administrasi untuk membawa pulang jenazah Mbak Sintya.Selama tujuh hari kemarin, aku memang mengadakan acara tahlil di rumah, walaupun rumah kecil, aku mengundang tetangga dekat untuk hadir dalam acara tahlil kepergian Mbak Siska, tak lain harapanku hanyalah Doa kebaikan untuk Mbak Siska, semoga Doa dari semua jamaah tahlil bisa mengiringi kepergian Mbak Siska ke alam sana dengan kedamaian.Dua hari acara tahlil, Sintya ikut datang kemari, dan hari ke tiga hingga selesai tujuh hari, Dhani datang berdua dengan Rizki. Karena Sintya kurang enak badan katanya.Tiga hari Mbak Siska berpulang, aku memang izin tak masuk kerja, dan hari keempat hingga tujuh hari aku masuk kerja tapi hanya sampai siang, tak sampai sore, karena aku harus mengurus keperluan acara tahlil, beruntung tetangga di sini semuanya baik dan mau membantu untuk semu

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 148

    Aku lebih dulu ke bagian administrasi untuk mengurus semuanya, setelah semuanya selesai aku melenggang ke Musala rumah sakit ini. Setelah selesai aku kembali ke depan ruang UGD, tapi mereka semua sudah tidak ada di sana. Aku pun langsung masuk ke tempat dimana Mbak Siska terbaring. Kosong. "Maaf Pak, cari pasien atas nama Bu Siska ya?" tanya seorang perawat yang sedang jaga. "I–Iya Sus." "Tadi Dokter memutuskan untuk memindahkan ke ruang ICU Pak, Karen kondisinya Bu Siska terus menurun, ruang ICU ada di sebelah sana Pak," ucap perawat itu sambil menunjuk ke arah dimana ruang ICU itu berada. Degh. Mbak Siska semakin menurun. Sintya dan Dhani pasti sudah ikut ke ruang ICU tadi. "Terimakasih, Sus," ucapku kemudian setengah berlari aku menelusuri lorong rumah sakit menuju ruang ICU. Terlihat Sintya dan Dhani berdiri di depan sebuah ruangan berdinding kaca tebal. Juga ada Rizki diantara mereka. "Sintya, Dhani!" sapaku sembari mengatur napas. "Mbak Siska di dalam, Dokter masih men

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 147

    Sintya membersihkan tangan Mbak Siska. Sedangkan Mbak Siska terlihat begitu lemas."Mas kita bawa Mbak Siska ke rumah sakit sekarang," tegas Sintya."I–Iya Sin.""Ayo Mas cepat, bawa dengan mobilku," ucap Dhani.Dengan sigap aku mengangkat tubuh Mbak Siska, Sintya pun mengekor di belakangku.Dhani yang sudah lebih dulu di depan, segera membuka pintu mobilnya, kemudian duduk di belakang kemudi, tak berapa lama Sintya dan Rizki, muncul dari dalam rumah, dan masuk ke dalam mobil, dengan langkah cepat, aku kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil dompet dan ponselku, juga mengunci pintu.Setelah itu aku pun ikut masuk mobil dan duduk di samping Dhani. Dhani mulai melajukan mobilnya. Aku menoleh ke belakang, tampak Mbak Siska terkulai lemah tak berdaya.Aku mohon Mbak, bertahanlah.Dhani mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, kami yang berada di dalam mobil, terdiam dengan pikiran masing-masing, Sintya menggenggam erat jemari Mbak Siska, seolah menyalurkan kekuatan d

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 146

    "Cukup Mbak! Maaf saya bukan lelaki seperti itu. Jika Mbak Mau, silahkan cari orang lain, tapi bukan saya! Permisi!" Aku melenggang masuk usai mengucapkan itu, kemudian membuka pintu dan menutup serta mengunci pintunya, masih jelas kulihat bibirnya mencebik seperti tak suka dengan penolakan yang tadi aku katakan. Ada yah, wanita semurahan itu, bahkan menawarkan diri seperti itu. Memang awal aku tinggal di sini, dan berkenalan dengan Susi, kami sempat ngobrol dan Dia bertanya apa tidak ada niat untuk menikah lagi, dan waktu itu aku jawab belum ingin menikah lagi, karena memang aku belum menemukan sosok yang pas untuk mengisi ruang hati ini. Tapi bukan berarti aku mau menikah dengan Susi, Dia bukan wanita yang aku idamkan menjadi istri. Aku menarik napas panjang dan menghembuskanya perlahan, usai menutup rapat pintu rumah ini, tak kuperdulikan Susi yang masih berdiri di halaman rumah.Bergegas aku masuk untuk menengok kondisi Mbak Siska, Ia masih terbaring di tempat tidur, kemudian m

  • Ketulusanku Dibalas Pengkhianatan    Bab 145

    Pagi ini seperti biasa aku akan bekerja, sebelum berangkat aku siapkan makanan untuk aku dan Mbak Siska sarapan, juga untuk Mbak Siska makan siang, semenjak Dia sakit aku memang harus ekstra melakukan ini dan itu agar Mbak Siska tidak perlu repot memasak untuk makan siangnya.Setelah semuanya siap, aku mengajaknya sarapan, aku tatap wajah yang kian hari kian pucat itu."Mbak hari ini kita ke rumah sakit aja yuk," ajakku."Ah, tak perlu lah Yud, kamu juga kan harus kerja, lagian obat Mbak yang dari klinik juga masih ada," tolaknya."Mbak, soal kerjaan gampang, aku bisa ijin datang siang hari setelah mengantar Mbak dari rumah sakit." Lagi aku berusaha meyakinkan Mbak Siska, apapun alasannya kesehatannya adalah jauh lebih penting."Gampang nanti saja Yud, nunggu obat yang sekarang ini habis aja, ya!" "Hm, baiklah kalau begitu Mbak. Yudi cuma pengin Mbak bisa segera sembuh," pungkasku.Usai sarapan aku langsung berangkat ke tempat kerjaku. Entah mengapa aku merasa Mbak Siska seolah pasra

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status