Share

Bab 2 (Awal Kecurigaan)

Bab 2 (Awal Kecurigaan)

"Hallo, Assalamu 'alaikum, Mbak Sintya?"

Alhamdulillah suara Rizal terdengar dari seberang sana.

"Halo, Rizal! Iya ini Mbak, cuma mau tanya, kamu sedang sama Mas Yudi?" tanyaku, langsung to the point.

"Mas Yudi? Nggak Mbak! Kan Mas Yudi pulang sore tadi dari galery." 

Degh!

Seketika hatiku tersentak, mendengar jawaban Rizal.

Aku sejenak berpikir, kemana Mas Yudi sebenarnya, jika tidak bersama Rizal sekarang, sedangkan lepas Maghrib tadi ia pamit akan bertemu Rizal, bahkan sampai Rizal menelponnya sebelum ia pergi.

"Halo, Mbak! Mbak masih dengar saya?" suara Rizal di sambungan telepon mengagetkanku yang tengah sibuk dengan kecemasan.

"I-iya, Zal! jadi kamu tidak sedang bersama Mas Yudi? Apa setelah Maghrib tadi Mas Yudi menemuimu?" tanyaku yang masih dilanda kecemasan.

"Nggak, Mbak! hari ini ketemu Mas Yudi ya pas di galery aja Mbak!" ucapnya mantap, meyakinkanku bahwa ia berkata jujur.

"Oh, begitu ya, terimakasih ya, Rizal!"

Aku putuskan sambungan telepon setelah mengucap salam.

Hatiku dilanda kegelisahan, pasalnya tak biasanya suamiku itu sampai berbohong padaku, berkali-kali pula aku coba hubungi ponselnya, tapi sampai detik ini masih sama non aktif.

Waktu semakin larut, aku rebahkan tubuh ini, mencoba memejamkan mata, namun tak sedikit pun mata ini terasa berat, bahkan masih segar. Anganku jauh melayang menatap langit-langit kamar ini.

Terdengar deru suara motor berhenti di depan rumahku, aku sudah sangat hafal suara motor milik suamiku 'Alhamdulillah Mas Yudi pulang', seruku dalam hati.

Aku segera beranjak, tak ingin Mas Yudi terlalu lama menunggu di luar, memang dia membawa kunci serep, tapi kunci dari dalam masih tertancap di sana.

Sedikit kusingkap gorden jendela, sebelum aku memutar anak kunci, terlihat Mas Yudi sedang memarkirkan motor kesayangannya.

Ceklek.

Baru saja Mas Yudi akan memasukkan anak kunci, pintu sudah terbuka olehku, terbukti tangannya masih memegang kunci itu, Mas Yudi terlihat sedikit kaget, mungkin dia mengira aku sudah terlelap.

"Sintya! Kamu belum tidur?" ucapnya datar, memasuki rumah dan berlalu masuk kamar.

"Mas! Kamu dari mana?" tanyaku yang mengekor di belakangnya, setelah mengunci kembali pintu itu.

"Bukanya aku sudah bilang, kalau aku ada urusan pekerjaan dengan Rizal," jawabnya dengan nada tak suka dengan pertanyaanku.

Masih dengan jawaban yang sama, kenapa kamu harus berbohong, Mas?

Jelas-jelas tadi aku tanya Rizal kalau kamu samasekali tidak menemuinya, gumamku dalam hati.

Mas Yudi meletakkan ponsel dan beserta kunci motornya di atas nakas, tanpa menoleh sedikitpun ke arah lawan bicaranya. Kemudian membuka kancing kemejanya dan berlalu masuk ke kamar mandi.

Terdengar guyuran shower di kamar mandi, padahal waktu menunjukan hampir tengah malam malam, tapi sepertinya dia tetap menikmati mandinya, terbukti terdengar siulan dari kamar mandi.

Tunggu, bukankah ia sudah mandi tadi sore saat ia baru pulang kerja, kenapa sekarang dia mandi lagi, dalam hatiku bertanya-tanya.

Sepertinya memang benar, ada yang tidak beres dengan Mas Yudi. Aku melirik kamar mandi yang letaknya di sebelah sebelah kamar ini, pintunya masih tertutup rapat, dengan suara deburan air, menandakan Mas Yudi masih lama dalam aktivitasnya.

Segera kuraih ponsel milik suamiku yang tergeletak di atas nakas. Ck, Si*l! Ternyata ponselnya di kunci dengan sidik jarinya. Sejak kapan dia mengunci ponselnya?

Memang sudah lama aku tidak cek ponsel Mas Yudi, karena selama kami menikah ia selalu terbuka perihal apapun denganku, ponselnya juga tak pernah di kunci, dan setiap aku cek tak ada hal yang aneh-aneh. Namun kini berubah, seiring dengan perubahan sikap Mas Yudi yang tak sehangat dulu.

Aku meletakkan benda pipih itu ke tempat semula, guyuran shower sudah berhenti menandakan sebentar lagi Mas Yudi akan keluar kamar mandi.

Aku rebahkan tubuhku di ranjang, kutarik selimut dan menghadap jendela membelakangi pintu kamar, terdengar suara langkah kaki memasuki kamar. 

Aku pejamkan mata pura-pura tidur, terdengar ia mengambil setelan piyama di dalam lemari, dan kemudian berbaring di sampingku, posisiku masih memunggunginya dan pura-pura tidur.

Sepuluh menit kemudian, terdengar dengkuran halus dari lelaki di sampingku. Begitu cepat ia terlelap, tanpa merangkul atau mengecup bahuku seperti yang selalu ia lakukan dulu. Baru aku menyadari beberapa minggu ini tak ada lagi cumbuan mesra penghantar tidur, ini semakin meyakinkanku jika Mas Yudi memang sedang menyembunyikan sesuatu dariku.

Aku masih penasaran apa yang di sembunyikannya dariku, berlahan aku bangun dan meraih ponsel Mas Yudi yang terkunci, aku arahkan ibu jari kanannya pada layar ponselnya. Yes! berhasil terbuka. Aku segera keluar kamar untuk mengecek isi benda pipih itu, mencari tahu apa yang sebenarnya ia sembunyikan.

Di sini aku sekarang, duduk di sofa ruang tamu. Pertama aku cek panggilan masuknya, tertera nama Eva di panggilan masuk pada jam 18.32, itu kan waktu setelah maghrib tadi, yang Mas Yudi bilang itu telepon dari Rizal, nyatanya itu bukan panggilan dari Rizal, melainkan dari seorang perempuan bernama Eva, siapa dia sebenarnya? dan untuk apa ia mengajak Mas Yudi bertemu? hingga Mas Yudi sampai membohongiku.

Tak membuang waktu lama, aku segera membuka aplikasi berwarna hijau, dan benar isi chat teratas tertulis nama Eva, photo profilnya bergambar tangan yang berbeda ukuran sedang saling bergandengan. Langsung kubuka isi chat mereka.

[Mas, jangan lupa nanti malam datang ke rumah, Ya! Aku kangen.]

[Iya, Sayang. Nanti setelah maghrib, Mas datang.]

Aku menutup mulutku rapat-rapat, agar tak ada suara lolos dari mulutku karena tersentak saat membaca chat janjian mereka, seketika terasa nyeri di hati ini melihat suamiku menyebut kata sayang pada perempuan lain. Tak ada chat lain selain dua chat itu, mungkin chat sebelumnya sudah di hapus oleh Mas Yudi. 

Selain chat dengan Eva, tak ada lagi yang menurutku aneh. Aku keluar dari aplikasi itu, dan beralih ke aplikasi berlambang huruf F.

Baru saja aku klik aplikasi warna biru itu, sebuah notifikasi terlihat pada jendela layar ponsel, sebuah chat pesan Wha*sApp dari Eva masuk.

[Mas, makasih ya, untuk hari ini. Kamu luar biasa] di sertai dengan emoticon Kiss with heart.

Seketika pandangan mataku meremang, di penuhi oleh Bulir bening yang menyesak ingin keluar dari sarangnya.

Tes.

Bulir bening itu pun luruh, seiring dengan suasana hati yang perih bak tertusuk sembilu. Sakit dan perih itu yang aku rasakan.

Aku tidak membuka notifikasi itu, hanya membaca dari tirai layar ponsel milik suamiku itu. Aku tak ingin Mas Yudi curiga aku telah membuka ponselnya.

Entah apakah ini sebuah musibah atau sebuah anugerah. Yang jelas Allah masih sayang padaku, Allah telah tunjukkan padaku, karena beberapa hari belakangan ini aku sibuk mencari kesalahan apa yang aku lakukan pada Mas Yudi atas perubahan sikapnya, kini semua telah Allah tunjukkan mengapa ia berubah, rupanya ini jawabannya.

Aku dongakan kepalaku, dalam hati aku terus beristighfar, sembari menata hati. 

Apakah kau sudah bosan denganku Mas? Hingga kau berpaling pada wanita lain. Apakah rumah tangga kita selama enam belas tahun ini harus hancur karena penghianatanmu, Mas? Apakah kau lupa saat kita dulu mulai semuanya dari nol hingga kini kau sukses seperti sekarang ini? lantas saat kau sukses seperti sekarang ini, kau mulai terbuai dengan wanita lain?

Tidak! Aku tidak rela kau mencampakkan aku begitu saja, Mas! batinku geram.

Aku melanjutkan mengecek media sosial berwarna biru akun suamiku, dan berselancar di sana, tak ada postingan suamiku yang ganjal. Ibu jariku kemudian mengarah pada fitur messenger.

Seketika mataku membulat sempurna melihat chat suamiku, yang dengan seorang wanita bernama Evalina Yulianti, yang aku yakini dia adalah orang yang sama.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status