Share

Bab 4 (Informasi dari Rizal)

Seketika pandanganku meremang, aku kaget bukan kepalang, mendengar suara seorang perempuan yang mengangkat panggilanku. Asupan oksigen dalam tubuhku seakan menipis, dengan dada naik turun. Aku mencoba tenang, kutarik napas panjang dan menghembuskannya pelan.

"Halo, Ini siapa? Kenapa ponsel suami saya ada sama kamu! Mana Mas Yudi?" ucapku terang tanpa basa-basi.

Tuuut.

Aku mendengkus kasar, Ck, dia mematikan sambungan teleponnya. Pasti Mas Yudi sedang bersama perempuan itu, batinku geram.

Waktu masih menunjukkan pukul 09.02 itu artinya masih ada waktu untukku sebelum menjemput Rizki. Tanpa pikir panjang lagi, aku raih kunci motor dan melajukan motorku menuju ke Galeri, berharap aku bisa menemui Mas Yudi dan perempuan bernama Eva itu di sana. Lima belas menit waktu yang kutempuh untuk sampai di galeri milik suamiku.

Aku langsung mengedarkan pandanganku begitu sampai di parkiran, Namun aku tak melihat motor mas Yudi terparkir di sana. Dengan langkah cepat aku memasuki galeri milik suamiku,yang mana untuk membangun gedung galeri ini tak sedikit perjuangan yang sudah aku korbankan untuk ia mencapai titik ini.

"Hesti, Pak Yudi ada di ruanganya?" tanyaku pada Hesti, salah seorang pegawai di bagian resepsionis. Wanita berparas ayu itu tersenyum, menampakkan deretan gigi putih yang tertata rapi.

"Selamat Pagi, Bu Sintya! Pak Yudi nya sedang keluar, Bu! Sekitar satu jam yang lalu," jawabnya dengan senyuman ramah tersungging di bibirnya.

"Mas Yudi keluar sama siapa, Hes? Dan pergi kemana?" tanyaku beruntun, karena diliputi perasaan yang makin tak menentu.

"Beliau keluar sendirian, Bu! Saya kurang tau, Bu! Beliau tak titip pesan apapun sama saya, Bu!" jawab Hesti antusias, sepertinya menangkap ada sedikit kegundahan pada ekspresiku.

"Terimakasih, Hesti!" Saya mau ke dalam sebentar." 

"Iya, Bu Sintya, silahkan!" 

Aku berjalan menuju ke ruang kerja Mas Yudi, kulihat kiri kanan, banyak aksesoris untuk dekor pelaminan. Sebagian lainya di simpan ruang belakang. Semuanya masih sama seperti dulu aku sering kesini. Sekarang memang aku lebih banyak waktu di rumah mengurus rumah dan Rizki.

"Mbak Sintya!" Seseorang memanggilku, seketika aku membalikkan badan mencari sumber suara. 

"Rizal!" sahutku saat melihatnya tersenyum ke arahku.

"Lama nggak kesini Mbak! Gimana Mbak Sintya sehat?" tanya Rizal menghampiriku yang tengah berdiri di depan pintu ruangan Mas Yudi.

"Alhamdulillah Mbak sehat, kamu gimana sehat? Oh ya Emak di rumah gimana kabarnya?" tanyaku lelaki yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri ini.

Rizal anaknya ibu Salma, beliau dulu tetanggaku saat masih tinggal di rumah kontrakan, sebelum Mas Yudi membeli rumah di komplek perumahan, kami dulu masih ngontrak, dan Bu Salma ini yang sudah aku anggap seperti ibuku sendiri, karena beliau begitu baik dan selalu memberikan nasehat layaknya anak sendiri, waktu itu Rizal masih duduk di bangku SMK. Setelah Rizal Lulus SMK ia ikut sama Mas Yudi bantu-bantu saat ia ada job dekor. Hingga kini Mas Yudi bisa mengembangkan sayap usahanya, Rizal menjadi orang kepercayaannya.

"Alhamdulillah Emak sehat, Mbak! Malah sering nanyain Mbak lho," ujarnya.

"Oh ya, nanti kapan-kapan Mbak main ke rumah Emak ya!" ucapku tersenyum, diangguki oleh Rizal.

"Mbak mau ke ruangan Mas Yudi?" tanya Rizal.

"Iya tadinya mau ketemu sama Mas Yudi, tapi kata Hesti Mas Yudi lagi keluar, jadi aku pengin masuk aja sebentar ke ruangan Mas Yudi, Eh kamu tau nggak, Mas Yudi pergi kemana?" 

Ada sedikit kegelisahan terlihat dari raut wajah Rizal, aku yakin pasti dia mengetahui sesuatu tentang ini.

Rizal menarik napas panjang.

"Hmm, Mbak sejujurnya udah lama ada yang ingin aku sampaikan sama Mbak Sintya," ucapnya membuat keningku berkerut.

"Apa itu, Zal?" tanyaku serius. 

"Kayanya nggak enak kalo kita bicara di sini Mbak, khawatir nanti ada yang mendengar pembicaraan kita," tukas Rizal. Sepertinya memang lebih baik aku dan Rizal bicara di luar.

"Oke, Zal! Kita bicara di luar ya, Mbak mohon kamu ceritakan semuanya sama, Mbak! Sekarang Mbak mau jemput Rizki dulu, Setengah jam lagi kita ketemu di Cafe Mawar, Ya!" ucapku saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku sudah menunjukkan waktunya Rizki pulang dari bimba.

"Iya, Mbak!" sahut Rizal disertai anggukan kepalanya.

Aku melangkah keluar galeri, dan mengurungkan niatku untuk masuk ke ruangan Mas Yudi, karena waktu sudah mepet, aku tak ingin Rizki menungguku, kasihan jika dia harus menungguku lama, besok atau lusa bisa aku datang lagi kesini untuk mengecek ruangan Mas Yudi.

Aku kendarai motorku, menuju tempat anakku menimba ilmu. Sepanjang perjalanan pikiranku tak karuan, bukti apa lagi yang akan aku dapatkan dari Rizal kali ini. Biarlah Mas Yudi tak tahu, kalau aku istrinya yang kau anggap selalu penurut ini sebenarnya sudah tahu belangnya. Jika sudah tepat waktunya nanti, dan terbongkar semuanya, kau harus membayar mahal Mas!

"Mamah!" seru Rizki berlari keluar ruang kelasnya di sertai anak-anak lain berhamburan keluar menemui orangtuanya, saat aku baru saja sampai di halaman parkir dan belum sempat turun dari motorku.

Rizki tersenyum meraih tanganku dan mencium takzim punggung tanganku. Aku mengelus lembut rambut putra semata wayangku ini.

"Rizki, mau makan es krim nggak?" tanyaku.

"Rizki mau Mah!" jawabnya dengan penuh semangat.

"Oke, yuk kita makan es krim, Let's go!" tukasku memberi kode agar segera naik ke jok belakangku.

Kulajukan kuda besiku dengan kecepatan sedang menuju kafe mawar yang berjarak tak terlalu jauh dengan galeri. Aku menggandeng tangan mungil Rizki, memasuki kafe,dan melihat ke penjuru ruangan mencari meja yang kosong.

"Mbak Sintya! Rizki!" panggil seseorang yang sudah duduk di dekat sudut ruangan, seketika aku dan Rizki mencari sumber suara itu.

"Om Rizal! Mah itu Om Rizal!" ucap Rizki sembari menunjuk lelaki muda yang memang sudah menunggu kami.

"Ayo Mah kita duduk di sana aja sama Om Rizal!" Aku mengangguk dan berjalan ke arah Rizal berada.

"Halo, Rizki! Tos dulu donk! Ayo duduk sini!" Rizal menyambut hangat, Rizki terlihat antusias menepukkan telapak tangannya dan duduk di sampingku.

"Om Rizal lagi ngapain di sini, Om?" tanyanya pada Rizal.

"Om lagi ngopi aja di sini, Rizki pasti mau makan es krim ya? Kan di sini terkenal es krimnya yang enak banget." terlihat segelas kopi di depannya sepertinya masih utuh.

"Kok Om Rizal tau!"

"Ya jelas tau donk! Kan Om juga suka es krim, bentar ya, Om pesanin." 

Aku hanya tersenyum melihat percakapan Rizki dengan Omnya, mencoba menyiapkan hati dengan apa akan aku dengar dari Rizal.

"Mbak!" seru Rizal mengagetkanku.

"Iya, Zal!" Aku melirik Rizki ternyata sedang sibuk dengan es krim di depannya. Ah, ternyata aku melamun tadi sampai-sampai aku tak melihat waiters membawakan es krim untukku dan Rizki. 

"Gimana Zal! Apa yang ingin kamu ceritakan tentang Mas Yudi? Katakanlah dengan jujur, Zal!" ucapku lirih agar Rizki tak mendengar obrolan kami.

Rizki anak yang cerdas tak menutup kemungkinan, ia akan sedikit paham pembicaraan mengenai ayahnya ini. Rizki masih terlalu kecil, untuk mengetahui carut marut masalah orang dewasa.

Rizal menarik napas panjang.

"Mbak, aku sering melihat Mas Yudi pergi keluar galeri untuk menemui seorang perempuan," ucapnya hati-hati mungkin dia tak mau aku kaget atau marah.

"Seorang perempuan, yang bernama Eva itu?" jawabku balik bertanya, Rizal terlihat sedikit kaget mungkin karena aku mengetahuinya. 

"M-Mbak, sudah tau?" 

"Iya Zal, Mbak sudah tau semuanya, tapi Mbak masih ingin tau sejauh apa hubungan mereka, dan sampai detik ini Mbak masih pura-pura tidak tau di depan Mas Yudi," terangku.

"Siapa sebenarnya Eva Yulianti itu, Zal? Dan di mana mereka kenal?" tanyaku lagi.

"Eva Yulianti itu seorang tukang rias Mbak, sudah beberapa kali memang dia menjalin kerjasama pada jasa dekor kita, dan sejak pertama kali aku melihat Mbak Eva waktu datang ke galeri, dia memang terlihat cari perhatian pada Mas Yudi, Mbak! Bahkan aku yang masih jomblo malah nggak di ajak ngobrol sama sekali," ucapnya sedikit kesal.

Aku sedikit tersentak, mendengar penuturan Rizal. Kami masih berbicara pelan sambil sesekali memperhatikan Rizki, dia masih sibuk memakan es krim. Hatiku bergemuruh, dada ini terasa sesak satu lagi bukti perselingkuhan Mas Yudi.

"Lalu sejauh apa hubungan mereka, Zal? Di mana wanita itu tinggal?" 

"Alamatnya nanti Rizal lihat di data klien Mbak, Mereka mulai dekat sekitar dua bulan ini Mbak!" 

Tes, tak terasa bulir bening ini lolos begitu saja dari pelupuk mata.

"Lalu apa lagi yang kamu tau, Zal?" Seakan Aku tak ingin ada sedikitpun informasi dari Rizal yang terlewat.

"Dulu Mbak Eva sering kali datang ke galeri dengan alasan ingin membahas soal kerjasamanya, aku tau hubungan mereka semakin dekat, dan akhir-akhir ini mereka sering bertemu di luar, Mbak! Mungkin karena aku pernah memergoki mereka berci*man di ruangan Mas Yudi." ucap Rizal.

"Apa?!" Aku membekap mulutku sendiri saat mendengar penuturan Rizal kali ini, dada ini rasanya panas.

Sungguh menjijikkan, membayangkan lelaki yang dulu begitu aku banggakan, lelaki yang dulu begitu aku hormati itu bertukar saliva dengan perempuan lain, sungguh rasanya sakit, tapi aku harus tegar. Kau sudah bermain-main di belakangku Mas, Jika itu maumu, mari kita bermain ucapku dalam hati sembari mengusap lelehan embun yang hendak keluar dari ekor mata ini.

"Mbak, aku harap Mbak Sintya sabar, aku akan selalu ada kapanpun kau butuh bantuan, Mbak! Keluargaku banyak berhutang budi sama Mbak, aku pun tak rela jika Mbak di sakiti oleh Mas Yudi," ucap Rizal menenangkanku.

"Terimakasih, Zal!" 

Kringg!

Terdengar dering suara panggilan telepon milik Rizal.

"Sebentar ya, Mbak!" Aku mengangguk.

"Halo, Hesti! Ada apa Hes!" 

Sepertinya Hesti yang menelpon Rizal, aku lihat es krim

Rizki sudah tinggal seperempatnya. Aku pun mulai menyendok es krim dan memasukkan ke dalam mulutku, berharap dingin dan manisnya es krim ini bisa sedikit mendinginkan perasaanku.

"Apa?!" teriak Rizal pada Hesti lawan bicaranya di telepon. Aku terkejut, mungkinkah ada terjadi sesuatu di galeri.

"Oke Hes, aku segera kembali ke galeri sekarang juga!" ucap Rizal lalu mematikan panggilan.

"Mbak aku harus kembali ke galeri sekarang!" 

"Ada apa Zal?" tanyaku penasaran.

"Nanti aku ceritakan via telepon ya, Mbak! Assalamualaikum," ucap Rizal dan buru-buru pergi meninggalkan kami.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status