Ciuman membara dari dua sejoli yang dilanda kerinduan berakhir sudah. Alex bergegas masuk ke dalam, disusul oleh seorang perawat yang hendak melepas selang infus.
"Kenapa harus terburu pulang, Tuan? Luka Anda masih belum sembuh," ucap perawat membuka selang infus di tangan Zain.
Tidak ada yang berani memberikan jawaban dari pertanyaan sang perawat, "Lakukan saja tugas kamu!"
Itulah balasan yang keluar dari bibir Zain Abraham.
"Selama beberapa hari tolong Tuan usahakan agar luka Anda tidak terkena air," Pesan perawat sebelum pergi meninggalkan ruangan.
"Emm...." Itulah jawaban singkat dari seorang Zain Abraham yang terkenal dingin dan angkuh.
Setelah perawat pergi Alex bergegas membantu Zain bangun, pun juga Kinanti.
"Aku tidak selemah itu, lepas!" ucap Zain menepis tangan dua orang yang berusaha menolongnya.
Kinanti masih menempelkan tangannya di lengan Zain, sementara Zain menatapnya tajam. Tak mau dikasihani.
"Sa
Selepas mengantar Kinanti, Alex mengantar Zain kembali ke rumah utama. Kediaman keluarga Yazid Malik Abraham. Waktu menunjukkan pukul 22.00. "Maaf, saya hanya bisa mengantar Tuan sampai di sini. Selamat beristirahat, jika Tuan membutuhkan sesuatu telepon saja saya," ucap Alex setelah menghentikan mobil tepat di halaman rumah keluarga Zain Abraham. "Terima kasih," balas Zain keluar dari dalam mobil yang baru di buka Alex. Alex menatap sang majikan hingga masuk ke dalam rumah. Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan kediaman Zain Abraham. Menyeberang jalan untuk menunggu taksi pesanannya datang. "Ceklek," Zain membuka pintu yang tidak dikunci. Sepasang suami istri yang sedang duduk berdua di ruang tengah menyapa sang putra tunggal dengan sambutan mencibir. "Oh jadi setelah menolak Avica, selera kamu berubah drastis. Lebih menyukai wanita jalang murahan itu. Sampai-sampai mengorbankan diri demi dia," cibir Retno sang mama. M
Pada meeting berikutnya, Zain terlihat tidak fokus sama sekali. Ia pun mengirim pesan kepada Alex, "Tolong belikan ponsel untuk Kinanti, dan antarkan langsung padanya.""Siap, Tuan," bunyi balasan pesan singkat dari Alex.Setelah Alex mengirim balasan, Zain terlihat sedikit lega. Setidaknya Alex siap siaga melindungi wanita pujaan hatinya.****Siang itu Alex segera meluncur ke tempat kerja Kinanti, dengan membawa ponsel keluaran terbaru beserta nomor pilihan Zain Abraham.Klub masih terlihat sepi dan tertutup saat Alex tiba. Dan tangan kanan Zain Abraham ini menghubungi Alan, selaku pengelola Klub."Selamat siang, Tuan Alan. Apa saya bisa bertemu dengan Nona Kinanti? Ini perintah dari Tuan Zain," sapa Alex bertanya."Baiklah, Tuan Alex. Temui Kinanti lewat pintu belakang," jawab Alan. Dan panggilan terputus.Alan segera menemui Kinanti di kamarnya, dan menyuruh gadis itu segera menemui Alex di taman belakang.Kinanti ya
Sore itu tepat seusai adzan Ashar, mobil sport warna biru milik Zain Abraham. Sudah bertengger di depan Klub, tempat Kinanti bekerja. Pemuda yang sudah tidak sabar untuk bertemu gadis pujaannya itu pun membunyikan klakson mobil berulang kali.Kinanti yang baru selesai berdandan segera menghampirinya."Selamat sore, Tuan. Maaf sudah membuat Tuan Zain menunggu lama," ucap Kinanti tersenyum tanpa dosa."Cepat masuk!" seru Zain yang kemudian segera melajukan mobilnya menyusuri jalanan kota.Sore itu cuaca tampak terlihat cerah, Zain fokus menatap jalanan lurus ke depan. Sembari sesekali di balik kaca mata hitam yang dikenakan ia melirik Kinanti yang sore itu terlihat sangat menggoda gaya berpakaiannya."Dia berpakaian seperti itu sengaja untuk menggodaku pastinya. Awas saja kau, sudah membangunkan singa tidur," gumam Zain tersenyum miring."Emmm...., Kalau boleh tahu Tuan mau mengajak saya kemana?" tanya Kinanti gugup."Ke suatu tem
Senja berganti malam, Zain mengajak Kinanti berjalan menuju dermaga dan menaiki sebuah kapal pesiar yang sudah disiapkan oleh Alex.Dengan lembut pria itu menuntun Kinanti memperlakukannya layaknya seorang ratu. Dengan seorang nahkoda yang menemani mereka berlayar menuju sebuah pulau."Wah...., indah sekali Tuan kapalnya," ujar Kinanti menatap takjub kapal pesiar tempat ia berpijak saat itu."Iya, Sayang. Aku ingin membawamu ke suatu tempat yang indah, dimana hanya ada kita berdua," ujar Zain kembali melingkarkan tangan ke pundak Kinanti."Bapak, Ibuuu....!" Teriak Kinanti lepas, merentangkan kedua tangan, berdiri di atas lantai kapal paling atas, diikuti Zain memeluknya dari belakang."Terima kasih, Sayang." Ujarnya kembali.Zain yang mendengar kata sayang keluar dari bibir Kinanti, terlihat senang sekali."Apa? Katakan sekali lagi honey!" pinta Zain."Tuan Zain Sayaaaang....," teriak nya kembali. Keduanya sama-sama tertawa le
"Halo, selamat pagi Tio," sapa Retno dari balik benda pipih. "Iya selamat pagi juga Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Tio yang baru sampai di kantor. "Jam berapa Zain kemarin pulang dari kantor?" selidik Retno. "Tuan Zain kemarin pulang setelah meeting kedua, Nyonya," tukas Tio. Retno mengernyitkan kedua alisnya kembali berpikir kemana perginya putra semata wayangnya. "Oke terima kasih. Oh ya jika Zain datang tolong segera beri tahu kan kepada Chairman!" Setelah itu sambungan telepon berakhir. Retno segera menemui sang suami yang tengah bermain golf di halaman belakang. "Pa...., Papaaaa...." teriak Retno. Yazid yang tengah asyik bermain golf berhenti seketika, menghampiri sang istri yang mulai bersungut. "Ada apa sih Ma, pagi-pagi sudah teriak layaknya toa masjid saja." "Ini semua gara-gara Papa, selalu bilang santai. Sekarang Papa lihat putra kita tidak pulang ke rumah. Pasti sedang bersama
"Sayang, apa boleh aku tanya sesuatu padamu?" ujar Kinanti seusai menangis. "Tentu saja Honey, silahkan!" "Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku dan soal hutang Bapak kepada Pak Gatot?" tanya nya. "Apa Honey lupa, siapa Zain Abraham ini, ha ha ha," kekeh Zain. "Setelah kamu mengatakan semuanya waktu itu, Alex segera mencari tahu informasi tentang dirimu," Imbuh Zain. ***** Flashback On.... Setelah Kinanti mengaku apa alasan ia terpaksa harus mencuri gaun serta sepatu milik Zain, pria itu segera menghubungi Alex. Pria tangan kanan Zain Abraham. "Lex, cari informasi tentang gadis ini!" Titah Zain menyodorkan ponselnya. "Baik, Tuan. Maaf, kalau Saya boleh tahu, siapa sebenarnya gadis ini?" Sela Alex. "Kamu tidak perlu tahu siapa dia, kamu bisa memperoleh informasi tentang alamat gadis itu melalui Alan," ujar Zain. "Maksud Anda, Tuan Alan pengelola Klub Malam yang sering Anda kunjungi itu kah?"
Pagi yang indah dengan kilau sinar keemasan sang mentari yang diiringi oleh sayup sepoi sang bayu dan suara deburan ombak, semakin menambah keindahan panorama pulau 'Kaledupa. "Honey, sekarang duduk lah di sini! Duduk yang manis, biar aku yang memasak spesial buat kamu," ucap Zain menuntun Kinanti duduk di kursi yang ada di dapur. "Sayang yakin bisa masak?" sahut Kinanti bertanya. "Wah rupanya kamu belum tahu siapa Zain Abraham sebenarnya. Oke, kalau begitu, lihat baik-baik ya!" celetuk Zain mulai beraksi mengenakan celemek. Seperti permintaan sang kekasih, Kinanti pun duduk dengan patuhnya melihat sang CEO pujaan, beraksi layaknya seorang master chef. Sambil sesekali mengabadikan gambar Zain yang sedang memasak, dengan ponselnya. Pria yang terkenal angkuh dan keras kepala itu ternyata pintar juga dalam hal memasak, terbukti tanpa bantuan Kinanti beberapa hidangan telah berhasil diolah. "Sayang, memangnya siapa yang mengurus Villa ini?
Malam kedua bagi pasangan yang sedang dilanda kasmaran di pulau 'Kaledupa. Kembali merajut kasih, tanpa melewatkan setiap momen. Setelah seharian berkeliling di pantai. Kini terlihat berduaan di atas sofa panjang menonton film. "Honey, lusa aku akan kembali bekerja. Aku tidak bisa meninggalkan perusahan berlama-lama, sebab Papa sama Mama pasti sudah tahu hari ini aku tidak pergi ke kantor," Ujar Zain. Gadis yang terbaring di pelukan Zain, menatap wajah sang kekasih, "Iya Sayang. Perusahaan kamu jauh lebih penting. Aku juga tidak ingin beliau sampai marah terhadapmu." "Terima kasih, Honey. Dalam satu Minggu ke depan, aku bakalan sibuk sekali. Jadi aku baru bisa menemuimu akhir pekan," tukas Zain sembari mengusap rambut Kinanti. "Honey, besok bisa kah aku menemui orang tua kamu?" Tanya Zain dengan sorot memohon. Gadis yang tengah memeluknya terdiam sejenak, dan kini saling bertatap, "Baik, besok aku akan mengantar kamu pulang. Apa ka