Share

BAB VIII Misi Penyamaran

Secepatnya polisi segera di TKP (tempat kejadian perkara) penemuan tulang belulang manusia. Detektif Devgan menyalakan alarm bantuan. Kini, hutan itu menjadi semakin ramai oleh polisi bersama tim forensik dan media yang hendak meliput berita. Hewan-hewan penghuni hutan semakin kuwalahan menghadapi para manusia yang tingkat kepekaannya rendah untuk sedikit memahami tata krama saat berada di alam terbuka.

“Bodoh! Mengapa kau bergerak sendiri tanpa berdiskusi dengan tim?” suara detektif Marko meninggi. Mukanya memerah karena menahan amarah.

“ya, kuakui bahwa tindakanku gegabah. Namun, kau sama sekali tidak peduli dengan penuturan dari saksi kunci sehingga kita belum bisa menemukan apa-apa,” detektif Devgan merasa lelah dan banyak tanah mengotori baju serta celananya.

“Mitologi lagi yang kau bahas. Sadarlah! Kau telah membawa saksi ke dalam keadaan berbahaya. Jika kerangka yang kau temukan itu adalah korban pembunuhan, berarti pelaku bisa saja mengawasi gerak-gerik kalian! Nyawa kalian berdua kini berada dalam bahaya!”

“kami menemukan bulu monster manusia burung di sekitar tanah galian. Usaha kami jelas membuahkan hasil yang nyata. Aku membawa barang buktinya.”

“Omong kosong apalagi sekarang? Hutan ini dipenuhi dengan satwa berbulu.”

            Mendengar penuturan dari rekannya, detektif Devgan terdiam. Bukan karena kehabisan argumen, melainkan rasa kantuk dan capek sudah menguasai dirinya sedari tadi. Apalagi rekannya itu sama sekali tidak tertarik dengan legenda hutan. Kondisi tersebut sangat kontra dengan pemikirannya.

“Selamat malam. Kami dari tim forensik. Perkenalkan nama saya Sena,” dokter perempuan yang masih muda itu segera menyalami Marko dan Devgan.

“Ada yang bisa kami bantu?” detektif Devgan kehilangan rasa kantuknya. Sena sangat seksi dan wangi. Parfumnya mungkin import. Kulitnya kuning cerah dengan tinggi dan berat badan ideal. Rambut panjangnya yang berwarna kecoklatan dikucir kuda. Penampilannya meredamkan amarah sekaligus menyejukkan pandangan.

“Kami membutuhkan sample DNA Alex untuk memastikan temuan tulang belulang manusia itu.”

“Besok pagi akan kami serahkan apa saja yang kau butuhkan,” detektif Marko lebih bergairah.

“Kalau begitu saya mohon ijin kembali ke rumah sakit,” ucap Sena dengan sangat sopan.

“Tunggu! Apakah kau bisa membantuku?” detektif Devgan segera mengeluarkan bungkusan kecil yang berisi bulu burung.

“Apa ini?” tanya Sena.

“Saya membutuhkan data untuk mengonfirmasi spesies burung ini.”

“Sebenarnya ini bukan ranah kami. Namun, salah satu tim laboratorium bidang satwa sepertinya paham. Nanti saya coba bantu untuk menghubungi mereka. Sebaiknya bulu ini saya bawa.”

            Percakapan antara detektif dan tim forensik terhenti. Hutan menjadi riuh karena tim media sibuk meliput dan membuat video serta memotret barang temuan, sayangnya, berita yang ditampilkan kepada publik terlalu berlebihan dan penuh imajinasi. Headline yang muncul dalam koran harian berjudul “Kerangka Manusia Misterius, Dibunuh atau Dimakan Monster Manusia Burung”. Berita itu mendapat sambutan beragam dari berbagai kalangan. Masyarakat umum berspekulasi sesuai kepentingan dan daya khayal mereka. Legenda hutan dan makhluk mitologi mendapat perhatian khusus. Hal tersebut tentunya melukai keluarga Alex dan Tar. Mama Alex dihubungi sepanjang hari oleh para wartawan lokal maupun nasional. Psikisnya menjadi sedikit terganggu akibat pertanyaan macam-macam seputar tulang belulang manusia yang ditemukan di hutan. Hatinya kacau, pikirannya melayang-layang. Alex anak semata wayangnya sudah hilang selama satu bulan dan tiba-tiba datang kabar mengejutkan untuk meminta sample DNA karena akan dicocokkan dengan temuan detektif tadi malam.

            Saat ini Tar bersama kedua orang tuanya memutuskan menginap di rumah Alex. Mereka juga tidak luput menjadi sasaran media. Tar seperti artis dadakan yang diberitakan oleh infotaiment. Ia tidak berani keluar rumah sendiri. Wartawan ingin memotret bulu burung temuannya. Selama ini hanya video tentang tulang-belulang manusia yang boleh diambil. Sedangkan bulu burung spesial itu beberapa dibawa oleh Sena selaku tim forensikk dan sisanya disimpan oleh Tar. Bulu burung itu Tar masukkan ke dalam sebuah toples berukuran sedang dari bahan kaca yang tebal dan ditempeli jimat kertas di bagian luarnya serta jimat gantungan kunci kecil di bagian dalamnya. Garam dan bubuk bawang putih ditaburkan mengelilingi toples itu.

            Detektif Devgan menghubungi Tar melalui telepon. Ia hendak menyampaikan sesuatu hal yang penting.

“Halo Tar, apakah kau bisa keluar? Ada hal penting yang akan kusampaikan.”

“Sulit sekali. Orang-orang dari media selalu standby di depan rumah Alex. Bagaimana bisa aku keluar? Sampaikan saja lewat telepon!”

“Terlalu panjang untuk dijelaskan di sini. Ada kemungkinan teleponmu sekarang sedang disadap.”

“Lalu bagaimana kita bisa bertemu?”

“Apa alamat emailmu? Aku akan mengirim pesan lewat email.”

Tarball@g***l.com.

“Oke. Lima menit lagi cek emailmu! Akan segera kumatikan telepon ini!”

            Tar bergegas membuka emailnya. Detektif Devgan akan mengirim wig dan perlengkapan lain agar Tar bisa keluar dengan penampilan yang sulit dikenali. Bukan ide yang buruk pikir Tar. Tidak lupa untuk membawa pesan lainnya seperti membawa sikat gigi dan sisir milik Alex. Pasti hubungannya dengan sample DNA pikir Tar. Namun, tadi malam detektif Marko sudah membawa beberapa sample. Ah, membuat pusing saja.

            Pengantar paket datang ke rumah, membunyikan bel belakang rumah dan menaruhnya di kanopi belakang. Tar berlari secepat kilat mengambil bungkusan yang ukurannya besar. Isinya sungguh di luar dugaan. Ia segera menelpon detektif Devgan.

“Hei, apa kau bercanda dengan barang yang kau kirim untukku?”

“Apakah aku tidak pernah serius? Cepat gunakan gaun panjang, wig, dan make up yang kukirim. Media akan terkecoh dengan penampilanmu. Jangan terlalu lama. Aku menunggumu di belakang kebun sebelah rumah dalam mobil alpard hitam. Saat keluar jangan menunjukkan raut muka waspada. Buatlah ekspresi senatural mungkin!”

“Tapi aku.”

"Hentikan rengekkanmu!” detektif Devgan mematikan teleponnya.

            Gila! Benar-benar sinting. Kenapa Tar harus menyamar menjadi wanita? Bisa saja detektif Devgan mengiriminya seragam polisi lengkap dengan wig, kumis, dan kacamata, atau bisa pula menyamar sebagai kakek-kakek tua dengan topeng khusus. Mungkin keadaannya terlalu mendesak. Tar mengikuti instruksi dari rekannya dengan terus mengomel sepanjang jalan. Mamanya tidak banyak berkomentar. Beliau masih sibuk menenangkan hati saudaranya yang berantakan.

“Ma, aku pamit keluar bersama detektif Devgan.”

“Astaga, dengan penampilan seperti itu? Kau hendak kemana?”

“Tenang Ma. Aku hanya menyamar untuk mengelabui wartawan. Kami akan melanjutkan investigasi kasus Alex.”

“Baik. Selalu hati-hati dan aktifkan ponselmu!”

“Iya Ma.”

Tar keluar melalui pintu belakang. Ia melihat mobil hitam yang dimaksud detektif Devgan. Jalannya terseok-seok akibat sepatu hak tinggi. sampai di dekat mobil, Tar hampir saja berbalik pulang.

“Maaf, saya salah orang!” kata Tar kepada seorang nenek yang duduk di kemudi mobil itu.

“Tunggu, ini aku Devgan. Cepat masuk ke dalam. Kita dalam pengawasan Marko dan tim media,” suara detektif Devgan mengagetkan Tar.

“Mengapa penampilan kita mirip waria mangkal?”

“Sudahlah jangan banyak komentar. Berita lain ada yang lebih penting!”

“Bagaimana hasil dari cek laboratnya?”

“Lah itu yang akan ku bahas. Sebelumnya aku akan menjelaskan tujuan utama kita terlebih dahulu. Kita akan menuju ke rumah cenayang penghuni hutan. Kasus Alex semakin membuatku penasaran.”

“Hah? Kau serius? Memangnya kau tahu tempatnya?”

“Tidak. Hanya saja jika kita adalah bagian dari tamu spesialnya, akan ada petunjuk untuk sampai kepadanya. Kita hanya perlu mengunjungi desa terdekat yang ada di sekitar hutan dan bertanya kepada penduduk setempat.”

“Menurutku tidak semudah itu. Katamu cenayang sangat dilindungi dan tidak bisa ditemui oleh sembarang orang. Bagaimana kita bisa menemukannya?”

“nenek pernah bercerita padaku bahwa tamu spesialnya akan dibimbinh untuk bertemu dengannya melalui mimpi aneh menaiki komodo.”

“Apa kau sedang meramalku?”

“Maksudmu? Aku hanya menceritakan tentang diriku sendiri. Tadi malam kebetulan aku bermimpi menaiki komodo.”

“Tidak! Itu mimpiku semalam.”

“Bagus. Berarti peluang kita lebih besar. Kita berdua adalah tamu istimewanya.”

“Semoga saja ceritamu menjadi nyata. Kita harus bertemu cenayang itu hari ini.”

“Oh iya, hasil test sudah keluar. Tulang belulang itu bukan Alex.”

“Syukurlah. Aku masih memiliki harapan. Bagaimana dengan bulunya?”

“Tim laboratorium satwa belum bisa mendeteksi apa-apa. Mungkin jenis spesies baru. Dengan hasil itu bisa saja bulu itu benar-benar milik monster manusia burung.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status