Share

BAB VII Tulang Belulang

Suasana hutan menjadi riuh. Burung-burung beterbangan karena kaget mendengar suara keras. Tar berlari mengikuti detektif Devgan. Hutan itu seakan menolak kehadiran mereka berdua. Akhirnya ada sebuah batu yang besar dan memiliki lubang di bagian tengah. Sepintas bentuknya mirip gua dan menjadi alternatif terbaik sebagai tempat sembunyi. Baik Tar maupun detektif Devgan belum bisa bernapas lega. Keduanya sulit berhirup oksigen dan penuh keringat dingin. Senter yang mereka bawa benar-benar berguna dalam keadaan seperti itu. Mereka berdua segera membersihkan sedikit tempat untuk sekedar duduk dan bersandar. Sebenarnya tempat itu berbau menyengat. Sisa-sisa buah busuk bercampur kotoran hewan bertebaran di mana-mana. Namun, mereka berdua tetap bertahan.

“Bagaimana keadaanmu? Apakah baik-baik saja?” tanya detektif Devgan.

“Buruk. Napasku masih belum stabil. Jantungku hampir copot. Suara apa itu tadi? Kenapa kita harus melarikan diri seperti ini?” Tar berusaha mendapatkan jawaban yang masuk akal.

“Tadi ada suara mirip benda besar yang jatuh, tetapi besar kemungkinan itu semacam granat. Kita tidak bisa mengambil resiko dengan tetap berada di sana. Keadaan gelap. Apalagi hutan ini jarang terjamah manusia. Kita tidak tahu rahasia besar apa yang terkandung di dalamnya secara menyeluruh. Lebih baik kita menghindar dari pada menjadi tawanan sesuatu.”

“Jadi, apa yang akan kita lakukan di tempat seperti ini?”

“Beristirahatlah untuk memulihkan tenagamu. Saat ini hanya itu pilihan paling tepat.”

            Kepala Tar berdenyut-denyut. Pikirannya melayang-layang. Bagaimana dan di mana sebenarnya sepupunya itu berada? Hutan ini penuh rintangan. Sedangkan monster manusia burung mengerikan yang masuk ke villa berlari ke dalam hutan penuh misteri ini. Kunci utamanya, Tar harus mendapatkan petunjuk tentang makhluk aneh itu. Saat ini ia merasa aman bersama dengan seorang detektif yang bersedia membantunya. Hal tersebut sedikit melegakan.

“hei lihat di sebelah sana! Ada tanah bekas digali,” detektif Devgan berseru lantang.

            Mereka berdua memutuskan untuk mengecek untuk menghilangkan rasa penasaran. Tar melihat benda yang mencurigakan. Ada bulu-bulu berwarna merah muda bertebaran didekat tanah bekas galian itu. Sekilas bulu-bulu itu mirip flamingo. Tar memungut untuk memastikan sesuatu. Lalu ia teringat tentang sesuatu yang amat penting. Bulu itu mirip sekali dengan bulu monster manusia burung.

“Detektif, bulu ini mirip kepunyaan monster yang saya lihat di villa.”

“Mana? Ini bisa menjadi semacam petunjuk. Ayo cari lagi dan kumpulkan!”

“Baik. Sepertinya tanah bekas galian ini berhubungan dengan monster manusia burung itu. Kurasa kita harus menggali lebih dalam, siapa tahu kita akan mendapatkan lebih banyak petunjuk.”

“Jenius. Mari kita lakukan bersama-sama!”

            Tanah digali dengan peralatan seadanya. Batang pohon kecil menjadi alternatif. Selain itu batu-batu runcing juga digunakan dengan maksimal. Tar seperti kembali ke jaman purba. Bermalam di hutan, bersembunyi di balik batu yang menyerupai gua, dan kini ia menggali dengan peralatan primitif. Meski begitu, ada kegembiraan yang menyelinap dalam hatinya karena satu petunjuk telah ia dapatkan. Bulu monster terkutuk itu kini berada dalam genggamannya. Usaha tidak akan pernah menghianati hasil.

“Kau yakin bulu ini milik monster yang kau maksud?”

“Iya warnanya hampir mirip 95%.”

“Bagaimana jika ternyata pemiliknya hanya burung biasa yang tinggal di hutan ini?”

“Aku akan mengecek kebenarannya setelah pulang.”

“Caranya? Bukankah dokter pun tidak percaya padamu?”

“Tenang saja. Mamaku seorang peneliti. Aku bisa meminta bantuannya untuk mendeteksi bulu apa ini sebenarnya.”

“Bravo! Aku suka dengan anak muda yang penuh optimis dan rencana sepertimu. Pertahankan karaktermu itu!”

“ngomong-ngomong aku sudah merasa haus. Apakah ada air disekitar sini?”

“Coba carilah tanaman kantong semar dan sejenisnya atau lumut.”

“Kenapa harus jenis insectivora atau lumut?”

“Bentuk morfologinya mampu menampung air hujan. Jadi kemungkinan besar ada air di dalamnya. Namun, kau perhatikan dulu baik-baik. Jangan kau minum jika masih ada bangkai serangga di dalamnya. Kalau lumut biasanya lembab. Coba kau peras pasti keluar airnya.”

“Bersama denganmu seperti mengikuti sekolah alam. Penuh tantangan dan rintangan. Aku menyukainya.”

“Bergegaslah! Lalu kita selesaikan penggalian ini.”

            Tar berkeliling dengan penuh waspada. Ia tidak mau terlalu jauh dari rekannya. Mencari tumbuhan kantong semar di dalam hutan pinus pada malam hari bukanlah ide yang baik. Ia sudah berkeliling dan berputar-putar, tetapi masih nihil. Sekarang badannya justru bertambah capek dan dahaga. Ia memutuskan untuk istirahat sejenak di bawah pohon. Sebelum energinya pulih terdengar teriakan dari detektif Devgan.

“Tar cepatlah kembali! Ada sesuatu di sini!”

            Kaki Tar terasa berat menopang badannya sendiri. Namun, ia memutuskan untuk secepatnya kembali ke tanah galian. Perasaannya tidak enak. Apa yang sebenarnya telah ditemukan oleh detektif Devgan? Tar terlalu takut untuk sekedar menebak. Keringat dingin dari tubuhnya semakin bertambah banyak. Gugup, sedih, lapar, haus, panik, dan penuh tanda tanya menguasai dirinya. Jalannya terseok-seok seakan melewati jurang yang dalam. Pikirannya kalang kabut, entah karena penasaran atau penantian akan sesuatu yang ingin ia temukan. Tangannya mengepal erat seperti menggenggam senjata tajam. Tar tidak suka keadaan ini menjadi berlarut-larut.

            Sampai di tempat tujuan, detektif Devgan masih membisu. Ia tetap berada di dalam tanah galian. Tatapan nanar ditujukan kepada Tar. Tubuhnya kotor terkena tanah yang sedikit basah. Perlahan dengan keberanian yang masih tersisa Tar mendekat ke arah tanah galian untuk melihat apa yang sebenarnya telah ditemukan. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari pada biasanya. Entah sudah berapa kali dalam satu hari ini dirinya merasa tidak tenang. Begitu jaraknya tinggal dua centi, Tar mulai berjongkok dan menunduk untuk mengecek isinya. Ia melihat tulang belulang  berserakan. Badannya menjadi lemas.

“Tu-tulang apa ini?” suara Tar bergetar.

            Tanpa menjawab pertanyaan dari Tar, detektif Devgan membuka daun-daun kering yang ada di ujung kanan. Begitu terbuka, Tar menjerit keras sambil menangis.

“Bukan. Bukan tengkorak milik Alex. Pasti kita menemukan milik orang lain!”

“Tenang Tar. Ini penemuan baru dari hasil investigasi. Ada banyak kemungkinan.”

“hentikan! Kembalikan Alex! Kembalikan sepupuku sekarang!” Tar mulai hilang kendali. Detektif Devgan tidak mampu menenangkannya, hingga Tar pingsan di samping tanah galian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status