Share

BAB XIV Ruang Rindu

Peta dari Ganesha benar-benar berguna. Semua tibdakan baik yang Kinara lakukan tidak ada yang sia-sia. Tiba-tiba Kinara ingin bertemu Anubis. Perkataannya masih terngiang-ngiang di telinga Kinara, “Ingat, satu kebaikan yang kau lakukan akan membawamu lebih dekat dengan Kinari dan keburukan atau kejahatan yang kau perbuat akan menjauhkanmu darinya.” Kini sosok Kinari bukan sekedar angan dan bayangan. Memang belum jelas. Namun, Kinara merasa sudah punya sedikit keberanian untuk menemuinya. Kunci berlian, cairan dari Akar, dan senjata telur merupakan perbekalan untuk menghadapi tantangan yang akan membawanya dalam perjumpaan indah dengan Kinari.

“Jadi persinggahan kita di kebun bunga pertama dan kedua tidak menghasilkan apa-apa,” kata Kinara dalam perjalanan ke hutan jati.

“Jangan berkata demikian. Ganesha bilang kita harus menemukan bunga abadi. Logikanya kita mencari di kebun bunga. Siapa sangka justru terletak di hutan jati. Jika kita tidak singgah di kebun wortel, maka kita masih kebingungan mencari bunga abadi di tempat yang salah. Semua ini butuh proses. Segala peristiwa mengajarkan bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan kita panen,” Rhara berkata bijak.

“Seberapa jauh hutan jati itu? Kita sudah di udara lumayan lama.”

“Sebentar kulihat dulu di peta. Hmmmm... tampaknya sekarang kita berada di atas danau pelangi. Di bawah kita air tujuh warna mengalir dengan tenang dalam sebuah danau. Betapa indahnya. Haruskah kita beristirahat dan menikmati pemandangan sejenak?”

“Ah, Rhara. Nanti terlalu lama kita di sana. Pasti kau akan meminta kita berkemah dan memancing ikan. misi kita bisa tertunda jika mudah terlena.”

“Rupanya kau seperti jiwa-jiwa yang rapuh. Tidak memiliki selera humor dan terlalu serius.”

“Jangan marah dong. Sesuatu dalam diriku menyuruh agar tetap terbang dan mempercepat tindakan. Sebenarnya sudah sejak lama aku bukan menjadi diri sendiri lagi.”

“hahahaha...itu hanya perasaanmu. Mari kita cek peta lagi.”

“Bagaimana? Apakah masih jauh?”

“Jarak dari danau pelangi menuju hutan jati tidak terlalu jauh. Kita hanya melintasi hutan berduri. Oh, untunglah kita terbang Kinara. Bagaimana jika kita berjalan? Apakah bagian tubuh kita tetap utuh?”

            Kinara mempercepat dengan mengepakkan sayapnya kuat-kuat. Ia tidak ingin memandangi duri-duri itu lebih lama. Mengapa bunga abadi harus tumbuh di hutan jati? Perjalanan kali ini sangat mengusik dirinya. Sepertinya tidak semua makhluk di Falseland bisa memasuki hutan jati mengingat di sekelilinya ada hutan berduri yang seolah-olah menjadi pelindung. Ia mungkin akan merindukan sayapnya jika kembali menjadi manusia normal mengingat sekarang sayapnya bagaikan harta yang paling berharga.

“Persiapan mendarat Kinara! Kita sudah hampir sampai.”

“Hah? Benarkah?”

“Kau pasti melamun sepanjang perjalanan. Janji ya, setelah misi bunga abadi selesai kau harus mau kuajak mampir-mampir di tempat yang indah.”

“Iya. Aku juga jenuh sekali.”

“Bagus. Tanah sudah semakin dekat.”

            Kepakan sayap Kinara diperlambat untuk mendarat. Hutan jati itu sangat sejuk. Di tanah banyak jenis paku-pakua liar  yang berembun. Terkena sinar matahari menjadi pemandangan yang elok. Langkah Kinara dan Rhara penuh hati-hati. Mereka sengaja untuk memeriksa keadaan sekitarnya. Tepat di tengah-tengah hutan jati, ada sebuah bunga yang besar. Masalahnya bunga itu masih kuncup.

“Kau yakin  ini bunga abadi?” tanya Kinara sambil menunjuk ke arah bunga.

“Perasaanku mengatakan begitu. Ukurannya raksasa. Kita harus mencapai puncaknya untuk menuangkan cairan pemberian Akar. Kita lihat reaksinya,” Rhara penuh semangat.

            Kesekian kalinya Rhara menaiki punggung Kinara. Sesampai di puncak bunga, Kinara segera menyerahkan cairan dalam botol kepada Rhara. Rhara berdoa sejenak, membuka tutup botolnya, dan menuangkan cairan yang tertanya berbau mirip lem. Kemudian muncul cahaya terang yang sangat menyilaukan mata. Mereka berdua turun ke bawah.

            Perlahan-lahan bunga yang kuncup itu mulai mekar. Semerbak bau harum mengisi hutan jati. Tepat di atas mahkota, peri-peri kecil bersayap terbangun dari tidurnya. Peri laki-laki bersayap mirip capung, sedangkan peri perempuan bersayap mirip kupu-kupu. Semuanya memakai mahkota dan selendang. Setelah itu terdengar alunan musik yang indah. Serempak peri-peri kecil itu mulai menari berpasangan. Tubuh mereka lemah gemulai dan anggun. Kinara dan Rhara seperti tersihir. Dua sahabat itu terpukau menyaksikan pertujukan tari yang berkelas.

            Pertunjukan berakhir dengan tepuk tangan yang meriah dari para penonton. Satu menit kemudian bunga abadi mulai berbicara.

“Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu Kinara,” sapa Bunga Abadi.

“Ah, menarik sekali. Jadi kau benar-benar bunga yang dimaksud Ganesha?” tanya Kinara memastikan.

“Tentu saja. Akulah yang kau cari-cari. Bagaimana pertunjukan tari yang dibawakan oleh para peri penjaga bunga? Apakah kau menikmatinya Kinara?” tanya Bunga Abadi.

“Aku merasa begitu terkesan. Tariannya bagus sekali. Alunan musiknya mampu menggetarkan hati,” jawaban Kinara terdengar gembira.

“Tahukah kau Kinara? Itu adalah tarian kesetiaan yang harus kau lakukan bersama dengan Kinari. Ada baiknya kau hafal setiap detail gerakannya,” kata Bunga Abadi sambil tersenyum.

            Wajah Kinari menjadi pucat. Ia kesulitan menelan ludah. Ternyata tarian tadi harus ia hafalkan. Gawat, hanya sekitar dua hingga tiga gerakan yang ia ingat. Seandainya ada alat perekam pasti sudah ia gunakan. Kinara mencoba bernegosiasi.

“A-aku tidak tahu jika harus menghafalkan setiap gerakannya. Bolehkah aku menyaksikan sekali lagi?”

“Maaf. Peri penjaga hanya menari sekali saat bunga mekar.”

“Lantas apa yang harus aku lakukan?”

“Berhati-hatilah agar dapat bertahan hidup dan menyelesaikan misimu. Gunakanlah secara maksimal falisitas yang telah Ganesha berikan padamu. Pakai kunci permata yang kau miliki. Dapatkan pengetahuan rahasia tentang Falseland dan juru selamat,” Bunga Abadi memberi masukan kepada Kinara.

“Maksudmu kunci ini?” Kinara mengeluarkan kuncinya.

“Benar. Kau akan tahu siapa dirimu setelah berhasil menemukan pintu yang cocok untuk kunci itu.”

“Pintu? Dimana tempatnya?”

“Di balik gunung es ada labirin besar. Jika kau lolos dari jebakan maut, maka kau akan menemukan lokasinya. Tempat itu menyerupai pohon tua di bagian luarnya dan memiliki handel kecil yang pas untuk kunci permata.”

“Apa yang bisa kudapatkan dari tempat itu?”

“Sesuatu yang tidak pernah bisa kau bayangkan. Lebih berharga dibandingkan emas maupun intan dan permata. Kau tidak akan melupakan tempat itu.”

“Apa langkah selanjutnya setelah mengunjungi tempat itu?”

“Jalan takdir akan menuntunmu. Carilah Kinari. Lakukanlah tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru bersamanya sebagai pasangan. Terimalah mahkota dariku. Ini adalah salah satu atribut yang harus kau kenakan saat pertunjukkan.”

“hanya mahkota? Kenapa aku mendapatkan dua?”

“Kau cerdas Kinara. Memang ada satu lagi atribut yang wajib kau pakai. Benda itu adalah selendang. Bentuknya hampir sama dengan yang dikenakan oleh para peri. Mahkota itu satu milikmu satu lagi untuk Kinari. Selendang akan didapatkan jika Kinari berhasil menyelesaikan misinya sama sepertimu. Berbahagialah karena kau telah menyelesaikan separuh dari misi penebusan dosamu. Tidak semua Si Terpilih mampu menemuiku. Kau pasti telah melakukan jalan kebenaran dan penerapan kebaikan tingkat tinggi hingga mampu membuat mekar diriku.”

            Bunga Abadi tiba-tiba kembali kuncup seperti semula. Kinara dan Rhara hanya menatap dengan lemas sambil berpikir keras. Tantangan ke depan semakin berat. Entah apa yang harus dilakukan. Melewati gunung es membutuhkan perbekalan yang banyak. Setidaknya persediaan makanan harus tercukupi. Buat Kinara tentu tidak terlalu menjadi masalah. Biji-bijian tahan lama dalam segala kondisi. Namun, berbeda dengan Rhara. Ia benci memakan wortel dalam kondisi beku.

            Satu hal lagi yang membuat pusing. Kenapa mereka harus melalui labirin? Kinara sangat ingat tentang mumi Mesir kuno yang dikubur bersama harta mereka. Banyak pencuri yang ingin mengambilnya. Sayangnya, banyak yang mati akibat jebakan maut. Kira-kira seperti itulah gambaran labirin di dalam benaknya. Teka-teki penuh rahasia menantinya.

            Peluangnya terbunuh sangat besar saat ia masuk ke dalam labirin. Hal mengerikan lainnya adalah terjebak selamanya karena tidak tahu jalan keluarnya. Ah, betapa mengerikan membayangkan masa depannya di Falseland. Mampukah Kinara dan Rhara menghadapi permainan maut yang telah menanti keduanya?

“Apakah kau takut menghadapi tantangan selanjutnya?” tanya Kinara.

“Hmmmm... sejujurnya ini sangat menantang. Bagaimana kedepannya kita masih belum tahu. Aku sadar kita butuh strategi untuk bisa memecahkan teka-teki yang penuh bahaya. Namun, percayalah Kinara. Aku akan selalu bersamamu,” kata-kata Rhara membuat Kinara sedikit lega.

“Apa rencana awalmu?”

“Setelah kupikir matang-matang, kita perlu membuat dua tas besar untuk membawa perbekalan.”

“Tas? Kau mau menganyam lagi dari alang-alang kering?”

“Iya. Aku mulai menyukai kerajinan tangan.”

“Konyol,” suara Kinara terdengar sedih.

"Hei,aku sudah berusaha melucu. Tertawalah!”

“Hahaha... Aku masih bingung. Bagaimana aku bisa hafal tarian kesetiaan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status