Home / Fantasi / Kinari dan Benang Waktu / Bab XII: El'Thyren

Share

Bab XII: El'Thyren

Author: Niskala
last update Last Updated: 2025-08-10 23:24:53

Kinari dan Kael melangkah perlahan menaiki tangga menuju istana Tharumen.

Kini tubuh mereka berbeda—tak ada lagi luka menganga, tak tersisa karat waktu yang menghancurkan.

Mereka telah kembali utuh, terpintal kembali dalam benang-benang kronologi yang nyaris terurai.

Langit di atas mereka berkilat lembut, dan udara di sekitar bergetar halus—seolah menyambut kembalinya dua jiwa yang hampir terpecah.

Dari kehampaan udara, sosok Tharumen muncul.

Tubuhnya bercahaya redup, berdiri di atas singgah sana yang tinggi dan tak bertepi.

Tatapannya dalam, membawa berat pengetahuan yang melampaui waktu.

“Retakan waktu yang kau perbaiki,” suara Tharumen menggema, “adalah hanya satu dari banyak luka yang mengoyak nadi semesta.”

Kinari menatapnya dengan pandangan penuh pertanyaan, sementara Kael merasakan getaran ketidakpastian merayapi tulang punggungnya.

“Retakan-retakan itu… terbentuk oleh kelalaian dan keangkuhanmu sendiri, Kinari.

Namun aku tidak dapat menjelaskan dimana seluruhnya t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kinari dan Benang Waktu   XXV The Uneven Fight

    Udara di lembah retakan itu mendadak berat. Angin yang tadinya berputar acak kini tertarik menuju pusat kekelaman, seolah dunia sendiri menahan napas. Manticore itu—makhluk purba dari kegelapan yang lebih tua dari nama-nama peradaban—mengangkat tubuhnya. Otot-otot bagai belitan baja berdenyut di bawah kulit bersisik yang memantulkan cahaya bulan redup. Sayapnya terbentang perlahan, tiap helai membran bergetar, menyalakan kilau samar seperti bara hijau di sepanjang tulang rawan sayapnya. Dari ujung ke ujung, lebarnya cukup untuk menutup pandangan langit, membuat malam semakin kelam. Kael menggenggam erat gagang senjatanya, pupil matanya menyipit, menakar tiap detak sayap itu. Lalu, Fenum Noctis menundukkan kepalanya, mulutnya membuka perlahan, gigi-gigi bagai bilah obsidian berkilat dalam busa cairan beracun. Dari kedalaman tenggorokannya, terdengar getar—awal dari sebuah nada yang bukan sekadar suara, melainkan pecahan dunia. Aumannya meledak. Bukan auman biasa. Itu adal

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXIV Fenum Noctis

    Di jalanan melayang kota yang retak, Kinari, Kael, dan Xhae bertarung bahu-membahu bersama para Aeon Vanguard. Plasma bercahaya membelah udara, pedang cahaya beradu dengan tombak perunggu, dan kilatan Trident Aetheryn berputar bagai pusaran laut purba di tengah badai. Setiap gerakan mereka menyatu: Kael menangkis dengan bilah ether, Kinari melibas dengan lembing lautannya, dan Xhae menyalak dengan ledakan plasma yang membumihanguskan barisan Cynocephali. Mereka berkomunikasi tanpa kata—dengan isyarat mata, anggukan, dan denting senjata. Layaknya sekutu perang yang sudah berabad mengarungi medan tempur. Gelombang Cynocephali itu surut setelah pertumbahan darah yang mutlak, tubuh-tubuh mereka bergelimpangan, beberapa berlari mundur dengan raungan marah. Dari bibir jalanan mengambang, pasukan Aeon mengumandangkan sorak kemenangan—teriakan metalik yang menggema lewat helm nanoforge mereka. Namun, kegembiraan itu terhenti. Cynocephali yang tersisa tiba-tiba berlutut, menga

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXIII The Aeon Vanguard

    Sesosok Cynocephali melesat dari sisi kiri medan, gerakannya cepat seperti panah yang dilepaskan dari busur raksasa. Taringnya menyeringai, matanya liar, dan tombak kuno di tangannya menusuk lurus ke dada sang prajurit Aeon. Ujung besi itu menghantam lapisan nano-titanium yang berpendar tipis, memercikkan cahaya biru. Namun, hantaman itu seperti memukul dinding bintang, memantul keras hingga membuat Cynocephali itu terlempar mundur, terhuyung di udara sebelum jatuh menghantam tanah. Belum sempat mengangkat senjatanya kembali, bayangan lain langsung melompat—seekor Cynocephali yang lebih besar, zirahnya penuh torehan perang, saber melengkung di tangannya terangkat tinggi, siap membelah helm nanoforge itu. Tetapi sang ratu melihatnya lebih dulu. “Tidak di hadapanku.” Ia meraih Trident Aetheryn lalu melemparnya. Trident itu terbang menembus kabut perang, mengeluarkan nada nyaring yang bukan suara logam, melainkan seperti alunan petir di kedalaman air. Ujungnya menembus dada Cyn

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXII The Paradox War

    Daun pintu besi itu bergeser dengan suara berat yang tak hanya terdengar di telinga, tetapi juga di tulang—gemeretak mekanikal bercampur dengung purba, seolah engselnya digerakkan oleh raksasa yang sudah lama mati. Saat celah itu melebar, cahaya asing menyembur masuk, memantul di kulit dan baju mereka dengan kilau yang tak dikenali oleh mata dunia mana pun. Langkah pertama melewati ambang terasa seperti menembus lapisan tipis antara mimpi dan kenyataan. Udara di baliknya lebih padat, beraroma logam, ozon, dan… sesuatu yang seperti debu kuno yang baru saja dibangkitkan. Di hadapan mereka, terbentang sebuah kota yang tak mungkin ada. Menara-menara perak menjulang tinggi bak jarum yang menusuk langit, beberapa menggantung di udara, ditopang oleh medan tak terlihat. Jalan-jalan melayang berkelok di antara bangunan, dan kendaraan-kendaraan berbentuk melengkung berlayar di atasnya, mengeluarkan semburat cahaya di setiap lintasan. Namun semua itu tidak utuh. Retakan waktu tel

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XXI Door of Thousands Thread

    Langkah-langkah Astrelyn tak menimbulkan suara. Namun setiap kali kakinya menyentuh tanah pulau itu, gelombang tipis cahaya menyebar bagai riak di air, memantulkan bayangan pintu-pintu yang tak terhitung jumlahnya. “Ini adalah Titik-Titik Takdir,” suara sang dewa terdengar seperti gema dari tujuh arah sekaligus. “Setiap pintu adalah satu simpul dalam anyaman yang lebih luas dari bintang-bintang. Setiap simpul… adalah dunia yang hidup atau mati oleh satu keputusan.” Pintu-pintu itu berderet, melingkar, berlapis-lapis seperti kelopak bunga yang tidak pernah selesai mekar. Ada pintu dari kayu tua yang berlumut, pintu kristal yang berdenyut dengan cahaya, pintu besi raksasa yang dihiasi relief naga, Hingga pintu tak kasatmata yang hanya dapat dilihat dari sudut tertentu. Setiap pintu memiliki denyut sendiri, napas sendiri, seolah ia adalah makhluk hidup yang menunggu dipanggil. Astrelyn berhenti di tengah lingkaran pintu yang menyebar di setiap penjuru pulau, memandan

  • Kinari dan Benang Waktu   Bab XX The Destiny Weaver

    Kael berdiri di tengah antara untaian nama purba itu. Hampa di sekelilingnya seperti samudra hitam yang menunggu, tanpa ombak, tanpa dasar. Huruf-huruf yang membentuk nama-nama itu berputar perlahan di udara, setiap suku kata seakan memiliki denyut jantungnya sendiri. Ia mengulurkan tangan. Menyentuh nama pertama. "Vohramis Nalkéth," Begitu namanya menyentuh bibir Kael, kesunyian yang sudah membungkus ruang ini berubah menjadi lapisan yang lebih pekat, lebih dingin. Pandangannya memucat, warna-warna di sekitarnya tersedot, hingga hanya abu-abu yang tersisa. Lalu, dirinya melihat Kinari—atau sesuatu yang mirip dirinya—duduk di bawah pohon yang membatu. ia tidak bergerak, tidak bernafas. Dan di balik wajahnya yang tenang, Kael merasa ada sesuatu yang telah berakhir dan tak akan pernah kembali. Vohramis membawa jawaban… tapi jawaban itu terlalu mutlak. Tidak ada jalan kembali di sini. Kael menarik diri, huruf-hurufnya lantas pecah begitu saja, menjadi serpihan es

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status