Share

Bab 3. Aku seperti kuntilanak

Berawal dari kekecewaan yang terus menerus kupendam. Tak ada tempat mengadu dan bersandar. Suamiku selalu pulang larut malam kemudian paginya dia harus berangkat ke kantor. Bahkan kedua anakku sibuk sekolah. Tinggal dua anak balita yang menemani hari – hariku. Perhatian yang mas Edi berikan ketika kami memadu kasih tak pernah kudapatkan setelah menikah. Bahkan ketika semua keluarga berlibur di akhir pekan. Aku masih harus berjibaku mengerjakan pekerjaan rumah.

“Mas, anak – anak pengen berenang katanya mas.”

“Sudahlah. Nanti saja kalau dari sekolah ikutnya. Menghabiskan uang saja. Lebih baik pakai beli beras!” ucap suamiku bila meminta ijin agar sekali – kali mengajak anak – anak keluar bersama. Nyaliku pun menciut untuk kesekian kali. Apalagi bila aku ijin shopping bersama, gumamku. Kembali kutelan pil pahit dalam relung hati terdalamku.

Pernah aku mencoba menonton acara televisi bersama. Saat itu sedang menayangkan acara tarian pembukaan SEA GAMES.

“Wah, cantik sekali tariannya ya mas. Beruntung sekali mereka bisa bertemu presiden. Jadi ingat dulu ya.”

“Pindahkan saja channelnya. Malas aku nontonnya. Tetap saja ujung – ujungnya perempuan harus ke dapur. Percuma mau berkarir setinggi apapun karena kodrat mereka adalah wanita.”

“Tapi mas...” suaraku mengecil tanpa pantas kudebat.

Maka seperti itulah, setiap kali ada keinginan aku menari, selalu aku urungkan niat. Padahal aku ingin memiliki sanggar tari sendiri dan kembali menari. Tapi sudahlah....aku sudah tahu jawaban suamiku.

Aku memang wanita yang tidak begitu suka dandan. Semenjak kuliah sampai bekerjapun aku selalu berdandan sederhana. Kecuali ketika pentas di panggung. Maka wajahku harus dipoles sedemikian cantik untuk menunjangku menari. 

Namun entah mengapa sudah beberapa hari, aku malas sekali berdandan. Wajahku kubiarkan polos tanpa bedak. Rambutku yang panjang terurai kubiarkan tak tertata. Malas sekali aku sisir. Suami dan anak – anakku bahkan tidak memperlihatkan keadaanku. Perasaan tak dibutuhkan makin menguasaiku. Aku merasakan aku hanyalah sebutir debu diantara ribuan pasir di pantai. Aku bagaikan pembantu yang harus selalu mencuci, memasak, menyetrika, membersihkan rumah bahkan menjadi budak seks bagi suamiku. Astaghfirullah hal'adzim ucapku dalam hati.

Perlahan, aku sering menangis dalam sujud malamku. Sepuluh tahun sudah pernikahanku. Tak ada yang berubah. Bahkan perangai suamiku makin merajalela. Aturan yang dibuatnya membuatku bagaikan burung dalam sangkar. 

“Cantik ga mama?” tanyaku pada anak sulungku sambil tertawa memandang cermin.

“Ihhh mama serem banget. Mana rambut mama panjang gitu. Kaya kuntilanak tau ma.” Ucapnya.

“Ya emang mama mirip kuntilanak hi hi. ” tanpa sadar aku menjawab dengan santai.

Tapi aku ingat saat itu yang ada di otakku adalah rasa depresi teramat dalam. Kejenuhan hidup sudah di ambang batas. Tak tahu lagi arah yang akan kuambil. Tak ada yang berani memelukku. Tak ada yang mau mendengarkanku. Aku hanyalah angin lalu bagi mereka. Bahkan anak - anakku yang balita hanya memerlukan air susuku saja. Setelah mereka puas, mereka akan meninggalkanku. Pikiran – pikiran yang buruk terus menghantuiku. Aku merasakan kehilangan yang teramat besar. Aku merindukan keberadaanku. Aku rindu orang memujaku. Aku rindu orang mengelu – elukan namaku dan memandangiku sebagai seorang wanita seutuhnya.

Berawal tidak suka berdandan lagi, perlahan kini pakaian yang kukenakan tak kuperdulikan. Pernah aku hanya memakai atasan tanpa celana panjang berada di dalam rumah. Aku pun tak perduli memakai daster bolong di rumah. Padahal dulu, aku selalu menjahit rapi bila ada dasterku yang bolong. Sampai seperti itupun, orang rumah tidak ada yang perduli padaku. Mereka hanya menertawaiku menganggap aku lupa. Rasa tersisihkan tak terelakkan. Aku seperti menunggu bom waktu yang siap meledak.

“Makanya ma..jangan masak terus. Jadi pikun kan...” anak  - anakku menertawaiku. Aku yang merasa sensitif malah menangis karena kecewa tak ada yang perduli. Perasaan tak dihargai makin menjadi di benakku. Tingkat batas kesabaranku sudah tak kuat kutanggung sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status