Home / Lainnya / Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir / Bagian 8: Menyusuri Benang Takdir

Share

Bagian 8: Menyusuri Benang Takdir

Author: Maniezz
last update Last Updated: 2025-02-12 16:30:49

Arga duduk di meja kerjanya, mata menatap layar komputer yang menampilkan foto Zahra. Rasa rindu menyergap hatinya makin kuat.

“Aku harus mencari cara untuk bertemu Zahra,” gumam Arga dalam hati, menatap foto Zahra dengan tatapan yang penuh cinta. Ia memperhatikan betapa indah Zahra dalam foto itu, menyerap setiap detail yang tertangkap oleh kamera.

Ia berencana mencari kesempatan untuk menghubungi Zahra secara rahasia. Ia tidak ingin membahayakan Zahra, tetapi ia juga tidak ingin terus terpisah dengannya.

"Aku akan mencari cara untuk bertemu dengan Zahra, tanpa diketahui oleh keluargaku,” gumam Arga, menatap foto Zahra dengan tatapan yang penuh harap.

Arga mengambil telepon pintunya dan mencari cara untuk menghubungi Zahra secara rahasia. Ia mengingat bahwa Zahra telah menitipkan pesan rahasia melalui karya seni yang ia buat. Arga bertekad untuk menggunakan cara yang sama untuk menghubungi Zahra tanpa diketahui oleh keluarganya.

“Aku akan menempatkan pesan rahasia di balik karya seni yang aku buat,” gumam Arga. “Aku akan memberi tahu Zahra, bahwa aku ingin bertemu dengannya di tempat yang rahasia. ”

Arga mulai menyusun rencana untuk bertemu dengan Zahra. Ia ingin menyatukan cintanya dengan Zahra dan meraih mimpi bersama. Ia bertekad untuk mencari jalan keluar dari jebakan takdir yang telah memisahkan mereka.Bagian

Arga berjalan dengan langkah yang cepat menuju tempat pertemuan yang telah disepakati. Hati berdebar keras, mengingatkan pada perasaan saat pertama kali bertemu Zahra di galeri seni.

Ia menatap sekitarnya, mencari tanda-tanda kehadiran Zahra. Hening. Hanya ada desiran angin yang menembus daun-daun pohon di taman kota itu.

"Apakah dia akan datang?" bisik Arga dalam hati, menunggu dengan penuh harap.

Arga mencoba menenangkan dirinya dengan mengulang-ulang kata-kata cinta yang sering ia ucapkan kepada Zahra. "Zahra, aku mencintaimu."

Tiba-tiba, sebuah sosok tengah berjalan menuju ke arahnya. Langkah kaki itu mengenali langkah Zahra.

"Zahra!" seru Arga, senyum memancar dari wajahnya sambil berlari menuju Zahra.

Zahra terkejut melihat Arga menyongsongnya dengan senyum yang menawan. Kedua mata mereka bertemu dan seolah- olah menghidupkan kembali api cinta yang telah lama terpendam.

"Kau datang," bisik Zahra dengan suara yang gemetar karena harapan dan kebahagiaan.

Keduanya berpelukan dengan erat, mengungkapkan kerinduan yang telah lama menguras hatinya.

"Aku mencintaimu, Zahra," bisik Arga sambil mencengkeram rambut Zahra dengan lembut.

Zahra menanggapi bisikan Arga dengan kehangatan. "Aku juga mencintaimu, Arga."

Keduanya terdiam sejenak, hanya merasakan kehangatan sentuhan dan keindahan pertemuan yang telah lama ditunggu-tunggu.

Hujan mulai turun, tetesan air menghantam daun-daun pohon di taman kota, menciptakan suasana yang romantis dan sedih bersama. Arga dan Zahra berteduh di bawah pohon beringin tua yang menjulang tinggi di tengah taman.

"Hujan," kata Zahra, sambil menatap tetesan air yang menghantam daun pohon beringin. "Seperti perasaanku yang mengalir tak terbendung."

Arga menanggapi ucapan Zahra dengan senyum yang lembut. Ia memahami perasaan Zahra yang tercurah dalam tetesan hujan itu.

"Seperti rindu kita yang lama terpendam," jawab Arga. "Rindu yang mencurah seperti hujan ini."

Keduanya terdiam sejenak, hanya menikmati kehangatan pelukan mereka di bawah pohon beringin, merasakan keindahan hujan yang mencurahkan rindu dan harap.

"Apakah kau merasa sedih juga, Arga?" tanya Zahra dengan suara yang lembut dan penuh harap.

Arga menatap mata Zahra dengan tatapan yang penuh cinta. "Aku merasa sedih dan bahagia pada saat yang sama, Zahra."

"Sedih karena kita masih terpisah dan harus menjalani perjalanan yang panjang untuk menyatukan cinta kita. Dan bahagia, karena aku bisa bertemu denganmu lagi. "

Zahra tersenyum, hatinya mengalir dengan kebahagiaan. Ia tahu bahwa perjalanan mereka akan panjang, tetapi kasih sayang dan keberanian mereka akan membantu mereka menembus segala rintangan yang ada.

Hujan memperlihatkan kejengkelannya. Tetesan air yang awalnya seolah menari lembut kini menghantam tanah dengan keras, menciptakan suara gemericik yang menggelegar. Arga dan Zahra berpegangan erat di bawah pohon beringin besar, namun air mulai menembus daun-daun yang lebat.

"Kita harus mencari tempat berteduh," kata Arga dengan suara gemetar, mencoba menahan dingin hujan.

Zahra menanggapi dengan anggukan kepala. Hati mereka semakin berdebar tidak hanya karena dinginnya hujan, tetapi juga karena perasaan yang bercampur antara kebahagiaan bertemu dan kecemasan akan tantangan yang menanti.

Keduanya berjalan mencari tempat berteduh. Sesaat lalu terlihat sebuah penginapan kecil yang berdiri di pinggir jalan.

"Ke sana saja," kata Arga menunjuk ke arah penginapan itu.

Zahra menanggapi dengan anggukan kepala. Keduanya melangkah cepat menuju penginapan itu. Sesaat kemudian mereka masuk ke dalam bangunan itu yang menawarkan keselamatan dari hujan deras yang tak kunjung mereda.

Mereka duduk di kursi yang tersedia di dekat meja receh yang menawarkan minuman panas dan camilan. Arga menarik kursi untuk Zahra dan menawarkan secangkir teh hangat. Zahra menelan teh hangat itu sambil mencoba menghilangkan rasa dingin yang menyerang tubuhnya.

"Aku berterima kasih kau datang, Arga." ucap Zahra dengan suara yang gemetar karena harapan dan senang.

Arga menanggapi ucapan Zahra dengan senyum yang lebar. "Aku senang bisa bertemu denganmu lagi, Zahra. Aku tak menyangka kita bisa bertemu lagi seperti ini. "

Mereka terdiam sejenak, hanya merasakan kehangatan teh hangat dan sentuhan dari tatapan mata mereka yang seolah berbisik kisah cinta yang telah lama terpendam.

Arga menyerahkan kunci kamar kepada Zahra. "Kamar ini cukup nyaman untuk kita berteduh sebentar. Aku pesan dua kamar, tapi kurasa satu kamar cukup untuk kita bersama," ucap Arga sambil menatap Zahra dengan penuh harap.

Zahra mengambil kunci itu dengan tangan yang gemetar. Ia menatap kunci itu seolah melihat sejuta mimpi bersama Arga. Ia mengerti maksud Arga, tapi hati Zahra berdebar keras.

“S-sebenarnya,” Zahra mencoba mengatakan sesuatu, tapi kata-kata itu menghilang dalam debaran hatinya.

Arga menatap Zahra dengan tatapan yang penuh kepedulian. “Tidak apa-apa, Zahra. Kita bisa menikmati waktu bersama di sini. Aku mengerti kalau kamu masih khawatir dengan keluarga aku.”

Zahra tersenyum sedih. “Tidak itu bukan maksudku, Arga, tapi…” Zahra menghentikan kata-katanya, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya.

"Aku tahu bagaimana perasaanmu," ucap Arga dengan lembut, mencoba menenangkan Zahra. "Aku juga menginginkan waktu bersama denganmu, tapi aku juga mengerti bahwa kita harus berhati-hati. Kunci ini hanya simbol dari keinginan kita bersama, Zahra."

Arga menyerahkan kuncinya lagi pada Zahra. ”Kau tahu bagaimana aku merasa, Zahra. Tapi aku menghargai keputusanmu. "

Zahra menerima kunci itu dan menatap Arga dengan tatapan penuh harapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 10: Hening yang Merangkum Waktu

    Matahari mulai menyapa jendela kamar dengan lembut, menandai pergantian waktu yang tak terasa berlalu. Arga dan Zahra, yang tenggelam dalam ceritaan tentang masa depan, seakan lupa akan waktu yang berjalan. Keduanya terdiam sejenak, memandang ke luar jendela, menyaksikan keindahan kota yang terbangun dari tidur. "Waktu berjalan sangat cepat," bisik Zahra, "Seolah-olah kita baru saja bertemu." Arga menanggapi dengan anggukan kepala. "Ya, waktu berjalan cepat saat kita merasakan kebahagiaan." "Tapi, aku merasakan bahwa kita telah menjalani sebuah petualangan yang panjang dalam waktu yang singkat ini," ucap Zahra dengan senyum yang menawan. "Perjalanan menemukan kembali hati kita," jawab Arga. Keduanya tersenyum bersama, menikmati keheningan yang menyerbu kamar setelah percakapan panjang itu. "Aku harus pergi, Zahra," ucap Arga dengan suara yang gemetar. “Aku harus kembali ke keluargaku.” Zah

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 9: Kamar, Hening, dan Kisah

    Zahra masuk ke dalam kamar. Kamar itu sederhana, tapi terasa hangat dan nyaman. Arga ikut masuk dan menutup pintu dengan lembut. “Tempat ini lumayan nyaman,” ucap Arga, menatap sekitar kamar. Zahra menanggapi dengan anggukan kepala, namun matanya masih tertuju pada kamar yang menawarkan suasana yang berbeda dari rumah kontrakannya. "Hening," kata Zahra sambil menatap jendela yang menawarkan pemandangan taman kota yang tenang "Seperti hati kita yang mendambakan kepastian,” jawab Arga dengan sorot mata yang mendalam. Arga mendekati Zahra, menawarkan senyum yang menenangkan. “Zahra, aku mencintaimu,” bisik Arga, menatap mata Zahra dengan tatapan yang penuh cinta dan harap. Zahra menanggapi dengan senyum yang malu-malu. “Aku juga mencintaimu, Arga.” Keduanya terdiam sejenak, menikmati keheningan kamar dan kehangatan cinta yang mengalir di antara mereka. "Beri aku kisahmu, Zahra," kata Arga sambil

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 8: Menyusuri Benang Takdir

    Arga duduk di meja kerjanya, mata menatap layar komputer yang menampilkan foto Zahra. Rasa rindu menyergap hatinya makin kuat. “Aku harus mencari cara untuk bertemu Zahra,” gumam Arga dalam hati, menatap foto Zahra dengan tatapan yang penuh cinta. Ia memperhatikan betapa indah Zahra dalam foto itu, menyerap setiap detail yang tertangkap oleh kamera. Ia berencana mencari kesempatan untuk menghubungi Zahra secara rahasia. Ia tidak ingin membahayakan Zahra, tetapi ia juga tidak ingin terus terpisah dengannya. "Aku akan mencari cara untuk bertemu dengan Zahra, tanpa diketahui oleh keluargaku,” gumam Arga, menatap foto Zahra dengan tatapan yang penuh harap. Arga mengambil telepon pintunya dan mencari cara untuk menghubungi Zahra secara rahasia. Ia mengingat bahwa Zahra telah menitipkan pesan rahasia melalui karya seni yang ia buat. Arga be

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 7: Harapan di Balik Senyum

    Pesta pernikahan sepupu Arga telah berakhir. Lampu-lampu padam, musik terhenti, dan tamu-tamu berangsur pergi. Zahra terdiam di pinggir taman di sisi rumah Arga, menatap langit malam yang bertabur bintang. Dia mencoba mencerna semua kejadian yang baru saja berlangsung. Pesta meriah itu telah membuatnya merasakan sejuta emosi. Kegembiraan melihat Arga bahagia, sedih merasa takdir yang masih memisahkan mereka, dan harap bahwa semakin dekat dengan keluarga Arga akan membantu menyatukan cinta mereka. Dia terutama terkejut dengan sikap keluarga Arga padanya. Ayah Arga terlihat menghangat, menyapa Zahra dengan senyum yang lebih hangat, dan menunjukkan ketertarikan pada karya seninya. Ibu Arga juga terlihat lebih ramah, mencoba mengajak Zahra berbicara tentang seni dan kehidupan di kota. "Mungkinkah ada seberkas harap di balik senyuman mereka?" bisik Zahra dalam hati. "Apakah mereka mulai me

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 6: Kanvas yang Berbisik

    Karya seni Zahra bukan hanya hobi atau cara mengekspresikan diri, tetapi juga sebuah refleksi dari perjalanan hidup yang dinamis dan penuh pasang surut. Karya-karyanya menjadi cerminan dari perubahan-perubahan yang ia alami, perjuangannya, cinta, dan keinginan untuk menemukan kebahagiaan. Pada awalnya, saat ia masih berada di dunia baru di kota besar, karya-karya Zahra lebih terfokus pada mimpi dan harapan. Warna-warna yang mencolok mencerminkan semangat muda dan percaya diri. Lukisan "Keajaiban Kota" menjadi contoh, menggambarkan keindahan kota dengan semua warna dan kehidupan yang memikat matanya. Namun, saat pertemuannya dengan Arga, dunianya berubah. Cinta yang terlarang membuat karya-karyanya lebih mendalam dan penuh perasaan. Warna-warna mengalami perubahan dan menjadi lebih intens. "Cinta Yang Terlarang", karya yang dibuatnya saat itu, menggambarkan dua sosok yang saling mencintai tetapi terpisah oleh tembok yang tinggi. Perjuangan menghubun

  • Kisah Terlarang di Bawah Bayangan Takdir   Bagian 5: Jembatan dari Kanvas

    Keluarga Arga, yang awalnya menganggap Zahra hanya seorang gadis desa yang beruntung mendapatkan perhatian Arga, terkejut oleh karya-karya seni yang dibuatnya. Mereka terkagum oleh keahlian dan kecerdasan Zahra yang terpancar dalam karya-karya tersebut. Ayah Arga, yang selama ini menentang hubungan mereka, terdiam sejenak sambil menatap karya-karya Zahra. Dia terkesan dengan keindahan dan makna yang terpancar dari lukisan-lukisan Zahra. “Kau memiliki bakat yang luar biasa, Zahra," kata ayah Arga sambil menatap Zahra dengan tatapan yang penuh pengakuan. “Aku tidak pernah menyangka kau memiliki keahlian seperti ini.” Ibu Arga, yang selama ini menginginkan Arga menikahi wanita dari kalangan mereka sendiri, terdiam. Dia tak menyangka bahwa Zahra memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia mulai merasa terkesan dengan kepribadian Zahra yang sopan dan berbudi luhur. “Senang bertemu denganmu, Zahra,” kata ibu Arga dengan nada yang lebih hangat daripa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status