Share

6 ☆ Maaf

Kini, semua mata tertuju pada seorang pria berjas hitam yang berdiri dengan santai usai menerobos masuk begitu saja. Kedatangan pria itu bahkan membuat pemimpin dari para preman bangkit berdiri.

"Siapa kau?" tanya sang bos preman dengan nada ketus, sambil menunjukkan wajah tak suka lantaran kesenangannya di usik.

Namun bukannya segera menjawab, pria yang ditanya justru menoleh ke sekeliling seolah tidak tahu siapa yang dimaksud, "Kau bertanya padaku?"

Tindakan pria asing yang bahkan tidak dikenal oleh Kara itu, tentu saja membuat emosi para preman tersulut. Tanpa basa basi, bos dari para preman langsung menyuruh anak buahnya untuk menyerbu.

Setidaknya ada lima orang yang menyerbu dalam waktu bersamaan. Beberapa pukulan dilayangkan, tetapi tidak ada satupun yang mengenai pria itu. Sampai akhirnya, dua orang yang memegangi kaki Kara pun ikut bertarung.

"Hei, hei! Satu lawan tujuh, itu tidak adil!" teriak seorang pria sambil berjalan masuk dengan santainya di tengah pergulatan.

Kedatangan pria itu langsung disambut oleh bogem mentah dari seorang preman. Namun, dengan cepat bogem mentah ditahan dengan satu tangan, kemudian dipelintir dan didorong dengan mudah, hingga preman itu jatuh tersungkur.

Dari kedua pria yang datang, manik mata Kara langsung tertuju pada pria berkemeja putih yang datang belakangan. Dia bahkan sempat ternganga tak percaya dengan apa yang dia lihat.

"Tuan Bara? Bagaimana dia bisa ada disini?" Meski banyak sekali pertanyaan yang terlintas di benak Kara tentang hal itu, namun dia memilih untuk mengabaikannya dan fokus memikirkan cara keluar dari tempat itu.

Pertarungan dua pria dengan beberapa preman semakin sengit, bahkan bos dari para preman itu pun ikut bertarung dengan Bara dan asistennya itu.

Tidak hanya itu, dua orang yang memegangi tangan Kara pun juga akhirnyaikut turun untuk membantu teman mereka. Namun kekuatan Bara dan sang asisten rupanya cukup tangka, hingga sepuluh orang itu dibuat kewalahan hanya dalam beberapa menit.

Dan tentu saja hal itu tidak membuat para preman itu tidak senang. Pria dengan bekas luka di kening terlihat mengambil sebuah kursi kayu dan hendak melemparkannya ke arah Bara.

Kara yang menyaksikan hal itu jelas tentu saja tinggal diam. Dia mengambil pisau dari dalam tas, lalu melemparkan pisaunya hingga mendarat di bahu belakang pria itu.

BRAK!

Bunyi kursi yang jatuh seketika membuat Bara menoleh ke belakang. Tepat pada saat itu, pria dengan bekas luka mencoba mencabut pisau yang menancap di bahu belakangnya dan bersiap melemparkannya kembali pada Kara.

Beruntung, Bara dengan cekatan menahan pisau itu dengan tangannya, lalu berjalan mendekat agar bisa menatap pria itu.

"Berhentilah, sebelum pisau ini berakhir di lehermu!"

Sorot mata yang tajam bak elang dan rahang tegas yang tampak mengeras, membuat preman itu terhenyak dan refleks melepaskan cengkraman pisaunya.

Bara membuang pisau itu, kemudian mengedarkan pandangan matanya. Pada saat itu, sembilan preman termasuk dengan pemimpin mereka sudah terkapar di lantai. Sedangkan Kara masih berdiri di tempatnya, dengan tubuh gemetar.

"Siapa pemimpin disini?" tanya Bara yang mengalihkan tatapannya ke beberapa preman sambil merogoh saku, mencari sapu tangan.

"Dalam dua menit, siapkan bukti tanda lunas!" lanjut Bara dengan memasang raut wajah kesal lantaran tidak menemukan sapu tangannya.

Namun raut wajah Bara berubah seketika, kala tangan dengan jemari lentik itu terulur di depannya dan menyodorkan selembar sapu tangan.

"Tangan Anda berdarah."

Suara yang terdengar sendu dan sedikit bergetar itu membuat Bara menatap lekat wajah Kara. Ketakutan yang mendalam jelas tergambar di wajah gadis belia itu, bahkan kedua netranya sudah dipenuhi dengan air mata.

Melihat Bara yang tak kunjung menerima sapu tangan pemberiannya, Kara meraih tangan Bara dengan lembut dan membalut telapak tangan sang majikan yang berdarah dengan sapu tangan itu

"Maaf, maaf telah membuat Anda terluka. Saya minta maaf!"

Speechless. Bara terdiam tanpa bisa berkata-kata. Pria itu hanya menatap Kara yang tertunduk sambil berusaha menahan air matanya. Namun pada akhirnya, bendungan pertahanannya jebol ketika ia meminta maaf.

Gadis yang sempat ia curigai gila harta dan bahkan ingin melarikan diri setelah mendapatkan keuntungan, nyatanya sedang berada di dalam situasi yang tidak pernah dia duga.

"Tidak perlu minta maaf. Kamu hanya perlu memberiku penjelasan!" ucap Bara masih dengan nada ketus, seakan ia tidak mau mengakui jika dia sudah salah sangka dan membuntuti Kara.

Bara dan Kara masih berdiri di posisi yang sama, saling memandang tanpa mengucapkan sepatah kata. Namun Bara yang teringat situasinya lebih dulu, langsung berdehem dan mengalihkan tatapannya.

Dia berjalan ke arah Zee dan meminta pria itu membukakan jasnya. Lalu ia kembali ke sisi Kara dan membantunya menutupi tubuhnya dengan jas milik sang asisten.

"Pengancaman, pemerasan, penipuan, juga tindakan kekerasaan." Bara meraih tangan Kara yang memar, lalu mengangkatnya sesaat agar semua preman melihat lukanya. "Zee, berapa tahun yang harus mereka jalani dipenjara?" tanya Bara pada asistennya.

"15 hingga 30 tahun dengan pasal berlapis, Tuan." Mendengar jawaban Zee, Bara merasa kurang puas. Sambil berjalan, Bara mencoba memikirkan cara ampuh agar para preman tidak mengganggu Kara lagi.

Tiba-tiba saja, Bara menoleh ke arah Zee dan meminta sesuatu pada pria itu. Zee langsung merogoh saku bagian dalam jasnya, mengambil sebuah pistol dan memberikannya pada Bara.

Bara mengangkat dan mengarahkan pistolnya ke kepala pemimpin para preman itu, "Sekarang, kita buat kesepakatan. Berikan tanda lunasnya dan masalah kita selesai. Atau ... biarkan dia yang menyelesaikannya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status