Share

Kita dan Cerita
Kita dan Cerita
Penulis: Novy Rahayu

(1) Raynal Anggara

Salah satu papan pengumuman sekolah dipenuhi oleh banyak siswa pagi ini. Itu karena hari ini tepat pengumuman pembagian kelas awal semester.

Banyak para siswa yang menantikan moment ini khususnya siswa dan siswi baru. Namun berbeda bagi siswa siswi yang akan naik ke kelas berikutnya, bukan karena tidak senang naik kelas, tapi karena di moment pergantian kelas ini mereka artinya akan berpisah dengan teman sekelas mereka saat semester dulu.

Bahkan mungkin hanya akan ada satu atau dua siswa yang mendapatkan kelas sama selebihnya akan berpencar. 

“Na, kira kira kita satu kelas nggak ya di SMA ini” salah satu siswi baru berambut pendek itu menepuk pundak teman disebelahnya. 

“Entahlah, bukankah kemungkinannya kecil?” tanya seorang siswi berambut panjang yang tadi ditepuk oleh siswi berambut pendek itu. 

Setelah papan pengumuman sudah mulai terlihat karena satu persatu siswa sudah pergi menuju kelasnya masing masing setelah membaca pengumuman itu. Kedua siswi baru tadi pun melangkahkan kakinya untuk membaca lebih dekat.

Mereka berdua dengan teliti mengurut nama nama yang tertera di papan pengumuman sampai kedua bola mata mereka masing masing membelalak tidak percaya. 

“Apa kau menemukan namamu?” tanya gadis berambut pendek tadi.

“Kurasa begitu, dan ada namamu dibawah namaku” jawab gadis berambut panjang itu. 

“Kita sekelas!” teriak mereka berdua tanpa sadar sudah menjadi bahan tatapan banyak siswa siswi di sebelah mereka. 

Mereka pun akhirnya memutuskan untuk melangkah mundur dan pergi sebelum menjadi pusat perhatian lebih lama lagi. 

Mereka berdua menuju kelas yang akan mereka tempati, butuh waktu beberapa menit untuk mencari letak kelas mereka karena mereka adalah murid baru.

Saat masa orientasi siswa mereka dikumpulkan di aula dan belum sempat memahami seluruh isi sekolah itu. Setelah sampai di lantai 2 gedung sekolah mereka belum juga menemukan kelas mereka. 

“Sepertinya kita memang harus bertanya” kata gadis berambut pendek. 

“Bertanya ke siapa? Kakak kelas? Yang benar saja” jawab gadis berambut panjang sembari melihat sekeliling mereka. 

“Kenapa tidak?” tanya gadis berambut pendek tadi. 

“Aku masih asing dengan sekolah ini, bagaimana mungkin aku langsung bertanya pada kakak kelas kita yang jelas jelas belum aku kenal” gadis berambut panjang tadi berkata sembari masih berjalan dan melihat kanan kiri, tanpa sadar ia menabrak sesuatu di depannya. 

“Aduh!” gadis berambut panjang itupun hampir saja terjatuh kalau saja temannya yang berambut pendek tadi tidak segera memegangnya. 

“Maaf, kamu baik baik saja?” tanya seseorang yang ada di hadapan mereka. 

Seorang siswa bertubuh tinggi dengan postur tubuh yang bagus berdiri dihadapan kedua gadis itu dengan tatapan rasa bersalahnya.

Kedua gadis itu pun mengerjapkan matanya dan diam sejenak. 

“Kau tidak apa apa?” tanya siswa itu membuyarkan kediaman kedua gadis tadi. 

“Oh, i..iya nggak papa kak, maaf nggak sengaja nabrak soalnya lagi bingung cari kelas” kata gadis berambut panjang yang tadi menabrak siswa itu. 

“Maaf juga, tadi saya juga buru buru. Kalian bilang bingung cari kelas ya? Kelas apa? nanti saya tunjukkan” kata siswa itu. 

Kedua gadis itu pun menyebutkan nama kelas mereka dan siswa tadi pun mengantar kedua siswa itu menuju ke kelasnya. Sepanjang perjalanan ke kelas mereka, banyak siswi siswi yang melihat mereka lebih tepatnya tatapan bertanya tanya seperti kenapa mereka berdua bisa bersama siswa itu. Lebih jelas tatapan itu ketika mereka sampai di kelas mereka seperti saat ini. 

“Nah ini kelas kalian, kalian sudah memahami jalannya kan dari tempat tadi kita bertemu?” tanya siswa tadi sambil menunjukkan sebuah ruangan yang belum terisi oleh banyak siswa karena memang belum jam masuk pelajaran hari ini. 

Kedua gadis tadi hanya mengangguk angguk perlahan sembari melihat ke dalam kelas mereka yang terlihat luas untuk seukuran kelas. 

“Oh iya saya belum tau nama kalian, saya Andra” Siswa bernama Andra itu pun memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangannya kepada kedua gadis tadi. 

“Clara” gadis berambut pendek tadi memperkenalkan dirinya terlebih dahulu sambil menerima uluran tangan Andra lalu kemudian melepaskannya kembali. 

Saat gadis berambut panjang hendak memperkenalkan dirinya, ada seseorang yang memanggil nama Andra dari kejauhan. 

Serentak mereka bertiga pun menoleh ke sumber suara. 

Seorang siswi yang memiliki wajah cantik dan tinggi badan yang semampai berjalan ke arah mereka bertiga. 

“Luna? Ada apa?” tanya Andra setelah melihat ternyata temannya yang memanggilnya. 

Sebentar lagi rapat OSIS akan dimulai, kamu harus bersiap siap” jawab siswi yang bernama Luna tersebut. 

“Oh aku sampai lupa kalau ada rapat, makasih ya udah ngingetin” kata Andra. 

Luna mengangguk. 

“Oh iya kalian berdua bisa masuk kelas ya, saya harus ke ruang rapat sekarang” Andra berpamitan kepada kedua siswi yang ia antar tadi. 

“Oh iya kak terimakasih” kedua gadis tadi pun serentak mengucapkan terimakasih karena sudah diantar menuju kelasnya. 

Andra tersenyum lalu mengangguk, kemudia ia melangkah pergi bersama Luna menuju lantai bawah. 

 “Raina, bukankah Kak Andra tampan?” tanya Clara pada teman disampingnya yang bernama Raina. 

“Semua orang kamu selalu sebut tampan, sampai tukang es doger depan gerbang pun kamu bilang begitu” Raina mengingat kembali ketika sahabatnya, Clara berkata bahwa ada pria yang sangat tampan, dan ternyata dia tukang es didepan gerbang sekolah.   

“Oh iya aku kira dia bukan tukang es doger” Clara menoleh mencari Raina yang ternyata sudah masuk ke kelas duluan. 

“Raina tunggu!!..” teriak Clara yang merasa ditinggal sendiri di depan kelas. 

Hari ini jam pelajaran di mulai di siang hari karena bertepatan dengan masuknya siswa baru dan pergantian semester baru. Setelah beberapa menit menunggu, datanglah seorang pria bertubuh tinggi berusia sekitar 35 tahun masuk dan menuju ke meja guru yang terletak di sebelah kanan depan kelas.

Pria itu meletakkan tas yang ia bawa sebelum menghadap ke siswa siswi barunya itu. Suasana tampak hening, lebih hening dibanding sebelum kedatangan pria itu. Sebenarnya dari semenjak para siswa siswi memasuki kelas sudah cukup hening karena satu sma lain banyak yang belum saling mengenal. 

“Baik, perkenalkan saya Dani, saya yang akan menjadi wali kelas kalian mulai sekarang.

Selamat datang di kelas baru kalian, bapak harap kalian bisa menjaga kelas ini sebaik mungkin serta bergaul dengan teman kalian tanpa ada masalah apapun nantinya. Kalian mengerti?” Pria yang notabenenya adalah wali kelas itu menghadap para siswa siswinya dengan tegas namun tetap menunjukkan wajah yang ramah, sepertinya dia guru yang baik. 

“Mengerti pak” seluruh isi kelas menjawab dengan serentak. 

“Bagus, bapak ingin kalian hari ini memperkenalkan diri kalian masing masing agar bapak dan seluruh isi kelas mengenal kalian nantinya. Dimulai dari yang paling ujung belakang sebelah kanan” Pak Dani menunjuk seorang siswa yang duduk di pojok belakang dengan telunjukknya. 

Seorang siswa yang merasa dirinya ditunjuk itupun segera berdiri dengan ragu sembari melihat seluruh isi kelas yang kini sedang menatapnya dengan rasa ingin tahu. 

“Halo, perkenalkan nama saya Putra Aditya. Kalian bisa memanggil saya Putra” siswa itu memperkenalkan dirinya. 

Seluruh siswa kembali menghadap ke depan setelah siswa yang bernama Putra itu duduk kembali ke kursinya. 

Perkenalan berlanjut ke siswa disampingnya hingga seterusnya sampai giliran seorang siswa yang duduk di samping jendela kelas tepat di seberang kursi Raina memperkenalkan dirinya.

Siswa itu terlihat dingin. Entah kenapa Raina merasakan hal yang aneh ketika melihat siswa itu, padahal ia menyadari seluruh siswi di kelas itu fokus melihat cara siswa itu memperkenalkan dirinya.

Namun Raina justru tidak terfokus pada perkenalan siswa itu sekarang, ada hal lain yang ia rasakan saat ini. Entahlah. 

“Lanjut kesebelahnya” Pak Dani menunjuk siswi yang duduk di seberang siswa tadi yaitu Raina. 

Namun Raina masih belum bergerak dari tempat duduknya, ia masih memikirkan sesuatu sehingga tidak mendengar gurunya itu. Ia baru sadar ketika temannya, Clara menepuk mejanya dan berkata bahwa sekarang gilirannya memperkenalkan diri. 

Raina mengerjapkan matanya lalu menghadap ke arah gurunya itu yang sudah menanti dari tadi. 

“Maaf pak, perkenalkan nama saya Raina Azara kalian bisa panggil saya Raina terimakasih” Raina melihat seisi kelas yang masih menatapnya.

“Raina, kamu sudah sarapan kan?” tanya Pak Dani yang membuat Raina menghentikan gerakannya ketika hendak duduk lalu kembali berdiri. 

“Sudah pak tadi” jawan Raina mengingat ingat kalau sepertinya dia belum sarapan sama sekali. 

“Bapak yakin kamu belum sarapan” tebak Pak Dani.

“Kenapa bapak begitu yakin kalau saya belum sarapan pak?” tanya Raina merasa bingung karena dirinya memang tidak pandai berbohong. 

“Bapak bisa membedakan mana seseoerang yang berbohong dan mana yang jujur hanya dari raut wajahnya” jawan Pak Dani. 

Raina hanya tertawa kecil lalu meminta maaf dan kembali duduk setelah Pak Dani mempersilahkannya duduk kembali. 

Siswa laki laki tadi yang duduk di seberang Raina memandang ke arah Raina dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Lalu siswa itu pun kembali menatap buku yang ada di hadapannya, sedangkan perkenalan berlanjut hingga siswa terakhir. 

Raina belum begitu menghafal nama nama teman barunya itu, tentu saja kecuali Clara. Dia bukan lagi dalam artian teman baru, tapi teman lama. Sejak Sekolah Dasar malah. Dan siswa yang ada di sampingnya pun ia tidak tahu namanya karena tadi saat siswa itu memperkenalkan dirinya ada pikiran aneh yang mendadak datang di kepala Raina.

Ia mungkin harus bertanya pada Clara nanti, karena temannya itu adalah tipe orang yang mudah paham dan hafal ketika acara perkenalan seperti ini. Bahkan seingat Raina, Clara mengenal seluruh tukang penjual makanan yang biasanya ada di depan SMP mereka dulu. Hebat bukan, atau malah aneh?

Pak Dani menutup sesi perkenalan diri setelah siswa terakhir yang duduk di deretan depan kembali duduk dikursinya. Pak Dani bergerak menuju mejanya setelah dari tadi berdiri ditengah kelas untuk sesi perkenalan diri. Dia membuka tas hitam yang ia bawa tadi, mengambil beberapa lembar kertas HVS yang sepertinya sudah ia potong menjadi dua bagian.

Pak Dani memberikan beberapa kertas ke siswa yang duduk di deretan depan dan menyuruh mereka untuk membagikannya satu persatu kebelakang. 

“Baik tugas untuk kalian sekarang adalah membuat kata kata mutiara atau motivasi dengan tema awal pertemuan, dengan tujuan dapat memotivasi kalian meskipun baru bertemu bukan berarti tidak bisa berteman. Setelah selesai bisa dikumpulkan pada teman kalian yang duduk di barisan depan seperti tadi” perintah Pak Dani setelah melihat bahwa kertas tadi sudah benar benar dibagi dan keseluruhan siswa mendapatkannya. 

“Baik pak” seluruh siswa menjawab dengan serentak lalu kembali menhadap ke kertas dihadapan masing masing untuk memikirkan sebuah kalimat yang akan mereka tulis disana. 

Raina terlihat berpikir keras, ia bukanlah seseorang yang bisa dengan mudah membuat kata kata, puisi atau lainnya. Ia perlu berpikir keras untuk menghasilkan itu semua, walau menurut teman temannya Raina itu bisa membuat puisi atau semacamnya dan bagus namun tetap saja menurut Raina itu kurang sempurna dan masih pada nilai di tengah tengah.

Saat Raina mulai menuliskan kata katanya setelah beberapa menit mendapatkan ide, ia melihat Clara yang sudah asik dengan kertas dan pulpennya mencorat coret kertas putih dan kosong tadi dengan tinta hitam. Raina pun segera kembali dengan kertasnya lalu menuliskan idenya tadi sebelum kata kata itu hilang dari pikirannya dalam artian ia harus berpikir ulang lagi nantinya. 

Kembali ke siswa yang ada di seberang Raina, ia terlihat tenang menuliskan kata kata di kertasnya. Ia sepertinya sudah menyelesaikan kalimatnya dan sedang di baca ulang agar sempurna. Mungkin hanya beberapa kalimat saja, namun jika tugas ini dikumpulkan dan apalagi jika nantinya harus di baca didepan kelas buakankah akan lebih baik jika hasilnya harus bagus. 

Semua siswa siswi terlihat sudah meletakkan pulpennya amsing masing dan sedang memegang kertas sembari membaca hasil karyanya masing masing, sebagian siswa siswi tampak puas dengan hasilnya dan sudah mantap apabila nanti harus dibacakan di depan kelas. Sebagian lagi masih terlihat ragu ragu dan beberapa kali membenarkan tulusan mereka. Waktupun berlalu sangat cepat, Pak Dani pun memberikan instruksi untuk mengumpulkan kertas itu kedepan.

Para siswa pun akhirnya pasrah dengan hasilnya dan memberikan kertas ke deretan depan untuk dikumpulkan. 

“Baik semuanya sudah terkumpul ya, bapak akan mengacak dan membagikannya kepada kalian satu persatu” kata Pak Dani.

Para siswa masih menunggu penjelasan Pak Dani akan diapakan kertas ini, apakah akan disuruh membacakannya di depan kelas? Namun setidaknya mereka lumayan lega karena yang akan mereka baca bukanlah karya miliknya, namun milik temannya yang lain. 

“Sudah dapat semua ya?” tanya Pak Dani. 

“Sudah pak” jawab para siswa sambil membaca tulisan di kertas yang mereka dapatkan. 

“Baik bapak ingin kalian menyimpan kertas itu sebagai motivasi, anggap saja seorang teman yang baru kalian kenal memberikan itu pada kalian dan kalian merasa nyaman dengannya karena ia memberikan motivasi untuk diri kamu saat ini” kata Pak Dani yang sudah mulai bersiap siap merapikan bawaannya lalu memasukkannya ke dalam tas hitamnya. 

Selang beberapa menit kemudian bel istirahat pun berbunyi, Pak Dani memberikan isyarat bahwa sudah waktunya istirahat dan beliau pun pergi keluar dari kelas itu. 

Para siswa merapikan meja mereka masing masing, tak lupa juga kertas yang ia dapatkan tadi. Sebagian ada yang memilih untuk menyimpan kertas itu lalu beranjak pergi meninggalkan kelas untuk istirahat. Namun ada beberapa siswa yang masih tinggal di kelas sembari membaca isi dari kertas yang ada ditangannya. 

“Kata kata macam apa ini?” seorang siswa bertubuh agak tinggi berbicara agak keras setelah kelas mulai sepi dan hanya tersisa beberapa siswa saja. 

“Apakah sangat buruk?” tanya siswa disebelahnya yang memiliki tubuh tidak terlalu tinggi dibandingkan siswa yang tadi. 

“Sangat buruk, sudahlah ayo ke kantin” kata siswa tersebut mengajak temannya yang lain sembari membuang kertas itu di tempat sampah yang terletak di belakang kelas. 

Raina yang saat itu masih ada di dalam kelas merasa agak kesal melihat perlakuan siswa tadi, bagaimana bisa mereka tidak menghargai karya orang lain. Setidaknya jika tulisannya kurang bagus, alangkah lebih baiknya jika mereka diam saja tidak harus berkata terlalu keras seperti tadi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika si penulis kata kata itu yang sudah berpikir dengan keras pada akhirnya harus menerima kenyataan kalau tulisannya di hina dan dibuang begitu saja dengan tidak sopannya. 

“Na, kantin yuk” Clara menepuk bahu Raina yang masih merasa kesal itu. 

“Ra, bagaimana jika itu tulisanku?” tanya Raina. 

“Tidak mungkin” jawab Clara. 

“Kenapa begitu yakin?” tanya Raina lagi. 

Clara menghela napasnya, lalu melangkah menuju tempat sampah yang terletak di pojok belakang kelas. Clara mengambil kertas yang dibuang oleh siswa tadi lalu membaca isinya. 

“Lihat buka tulisanmu” Clara menunjukkan kertas yang telah lusuh tersebut kepada Raina untuk meyakinkannya. 

Raina membaca isi kertas itu dan bernapas lega karena itu bukan miliknya. 

“Lihat perkiraanku tidak pernah salah kan” kata Clara lalu hendak membuang kertas tadi. 

“Tunggu! Jangan dibuang” cegah Raina.

“Lalu?” tanya Clara. 

“Sini biar aku yang simpan” Raina meminta kertas tersebut dari tangan Clara. 

Clara memberikan kertas itu dengan rasa bingung. 

“Ayo ke kantin” ajak Raina setelah menyimpan kertas tadi di halaman buku tulisnya agar tidak terlipat. 

“Untung saja sampahnya kering dan masih kosong, jadi kertasnya bersih” kata Clara yang melihat Raina menyimpan kertas lusuh itu di halaman buku tulis kosongnya. 

“Untung saja, ayo” Raina menarik tangan Clara dan segera pergi menuju kantin. 

Raina dan Clara sedang duduk menikmati makan siangnya di salah satu bangku kantin. Untung saja mereka amsih kebagian tempat kosong melihat saat ini kantin mulai ramai oleh para siswa sampai sampai ada yang tidak kebagian tempat dan terpaksa makan di luar kantin seperti di bangku taman sekolah.

Mereka merasa asing karena mereka adalah murid baru, dan disini juga banyak sekali kakak kelas yang sedang makan siang juga tentunya. Dari banyaknya kakak kelas Raina hanya mengenal beberapa orang saja, lebih tepatnya hanya kakak kelas yang membimbingnya dan siswa siswi lain saat Masa Orientasi Siswa kemarin. 

“Na, ngomong ngomong kamu sudah menghafal teman teman di kelas kita?” tanya Clara sambil memotong motong bakso di mangkoknya agar menjadi lebih kecil. 

“Hm, belum semuanya. Terutama siswa yang duduk di seberangku” jawab Raina. 

“Kamu tidak tahu nama siswa yang duduk di seberangmu? Kemana saja telingamu tadi saat dia memperkenalkan diri?” tanya Clara kaget. 

Bagaimana bisa temannya ini yang jelas jelas duduk berdekatan tidak mendengarkan siswa itu berkenalan sama sekali. 

“Kurasa tadi telingaku sedang berlibur ke Paris” jawab Raina sembari memakan nasi gorengnya yang mulai dingin. 

“Ke Paris hanya beberapa detik saja? Ayolah dapat apa disana kalau hanya sekilas saja” kata Clara. 

Raina hanya menggeleng gelengkan kepalanya lalu tertawa kecil. 

“Siswa itu bernama Raynal Anggara, panggilannya Raynal” kata Clara.

Raina lalu mengangguk setelah mengetahui nama siswa tersebut. Sepertinya nama itu terdengar tidak asing bagi Raina, tapi ia dengar dimana dan siapa? Raina pun kembali melanjutkan makan siangnya sebelum bel masuk berbunyi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status