"Mas Adam!"
Mayla terpekik melihat Adam yang sudah berdiri di kamar, menatapnya dengan pandangan penuh nafsu.Tersadar, Mayla kembali masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya."Mau apa kamu Mas?" seru Mayla dari balik pintu kamar mandi."Aku cuma mau bicara sebentar May," jawab Adam seraya menelan salivanya. Mencoba meredam hasrat kelelakiannya yang sempat membara melihat tubuh indah Mayla."Kamu tunggu saja di ruang tamu Mas, nanti aku kesana. Aku mau ganti baju dulu, keluarlah dan tutup pintunya, kamu harus ingat, kita sedang dalam proses perceraian!" Lanjut Mayla.Adam mendengus kesal, "Ya sudah, cepatlah aku tunggu!" Dengan langkah gontai ia berbalik dan keluar dari kamar.Mayla menghela nafas lega setelah mendengar langkah kaki menjauh dan suara pintu ditutup. Barulah ia perlahan keluar dari kamar mandi. Dengan cepat dikuncinya pintu kamar. Lalu Mayla bergegas berganti pakaian.Arumi memberengut, "Lama sekali sih Mas! Ngapain saja kamu di kamar sama Mayla, kok kamu keringatan gitu?""Mayla sedang Mandi, jadi cukup lama ia menyahut panggilanku, tapi dia bilang akan segera kesini kok, kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh ya Sayang," ujar Adam kikuk.Tak lama kemudian, Mayla sudah ada dihadapan mereka."Aku pikir kamu sendirian Mas, rupanya membawa selingkuhanmu juga," sindir Mayla ketus."Ya tentu saja aku harus ikut, aku ini calon istrinya Mas Adam, kalau kamu kan bakalan jadi mantan istri," balas Arumi dengan senyuman mengejek."Dasar tidak tahu malu," cebik Mayla."Aku hanya mau memberikan surat ini padamu untuk ditanda tangani May, surat pengajuan perceraian kita," ujar Adam pelan. Karena sebenarnya ia masih sangat mencintai Mayla. Sayangnya, Mayla tak mau dimadu.Adam memberikan map berisi surat pengajuan cerai, dan juga sebuah bolpoin pada Mayla. Dengan tangan gemetar, Mayla membuka dan membaca surat itu."Ayo tanda tangani May, biar urusanmu dan Mas Adam cepat selesai," ujar Arumi."Mas, tolong suruh selingkuhanmu itu untuk diam, banyak hal yang harus kurundingkan padamu sebelum aku menanda tangani surat perceraian ini," tegas Mayla."Enak saja kamu menyuruhku diam, nanti juga rumah ini bakal menjadi milikku, kamulah yang harus angkat kaki dari sini Mayla!" bentak Arumi."Arumi, diamlah dulu. Jangan membuat suasana menjadi makin runyam," Adam memberi kode pada Arumi untuk diam. Tentu saja Arumi misuh-misuh tak terima."Paling tidak suruh dia untuk bersabar sampai kita resmi bercerai. Apa kamu tidak memikirkan perasaan Alex kalau melihat Arumi dan kamu bermesraan Mas? Jadi aku mohon, tahanlah nafsu liar kalian itu selagi di rumah ini!" Lanjut Mayla."Iya May, sebenarnya aku masih mau memberikan pilihan padamu, siapa tahu kamu berubah pikiran dan mau mengikuti kemauanku. Jadi kita tidak usah bercerai, bagaimana May?" ujar Adam.Mayla mengerutkan dahinya, "Mengikuti kemauan apa maksudmu Mas?""Izinkan aku menikahi Arumi, aku janji bakal berlaku adil pada kalian berdua. Lagipula penghasilanku cukup kok untuk menghidupi kalian berdua," lanjut Adam."Maaf Mas, dulu aku sudah pernah bilang padamu, aku bisa memaafkan kesalahanmu apapun itu kecuali berselingkuh. Apalagi kamu berselingkuh dengan orang yang selama ini sudah kuanggap saudara sendiri. Tapi sayangnya ternyata kepercayaanku kalian balas dengan pengkhianatan seperti ini," jawab Mayla."Jadi kamu tetap ingin kita bercerai? Baiklah kalau begitu. Tanda tanganilah surat ini. Dan untuk hak asuh Alex, aku yang akan mengasuhnya bersama Arumi," ujar Alex.Arumi tersenyum simpul. Rasain kamu Mayla, kamu pikir Mas Adam akan berlutut dan memohon padamu, batin Arumi."Tidak Mas, Alex akan tetap bersamaku, apapun yang terjadi. Terserah kalau kamu mau menikah lagi setelah bercerai denganku, tapi hak asuh Alex hanya aku yang berhak mendapatkannya," tegas Mayla."Huh, memangnya Alex mau kamu kasih makan apa? Selama ini kan kamu hanya hidup dari uang bulanan yang Mas Adam beri," ejek Arumi.Mendengar ucapan Arumi, Mayla langsung berdiri. Jika saja ia sadar kalau dirinya bisa tersandung masalah hukum jika lepas kendali, ingin rasanya Mayla mencabik-cabik wajah Arumi yang sungguh tak tahu malu itu."Arumi! Jangan menguji kesabaranku. Wajar kalau Mas Adam memberiku uang bulanan, karena memang aku istri sahnya. Tidak seperti kamu yang harus merendahkan dirimu dengan menggoda suami orang dengan tubuhmu dulu baru mendapatkan uang. Aku tidak bekerja lagi juga karena permintaan Mas Adam, bukan seperti kamu yang memang dipecat karena kinerjamu buruk!" hardik Mayla geram.Arumi mendelik kesal mendengar ucapan Mayla. "Sudahlah Arumi, sudah kubilang kamu diam saja dulu. May, cepatlah tanda tangan, urusan lainnya biar pengadilan yang memutuskan," ucap Adam."Baiklah, nih sudah ku tanda tangani, sekarang kalau tidak ada keperluan lagi, lebih baik kamu pergi dan bawa selingkuhanmu ini," ujar Mayla lalu melenggang pergi masuk ke kamar meninggalkan Adam dan Arumi begitu saja."Ayo Arumi, aku antar kamu pulang," Adam bangkit lalu mengambil kunci mobilnya di meja."Kenapa kamu nggak belain aku tadi Mas, seenaknya saja Mayla menghinaku," rengek Arumi."Sudahlah Arumi, aku pusing. Ayo aku antar kamu pulang!" tegas Adam lagi."Loh memangnya kamu nggak nginap di tempatku malam ini Mas?""Nggak, aku ada janji dengan Alex."Arumi memberengut, namun dengan terpaksa ia mengikuti langkah kaki Adam memasuki mobil.***"Ayo turun Sayang! Kita sudah sampai di rumah sakit," ajak Adam melihat Arumi yang nampak masih terpaku, dan seakan tidak berniat untuk turun dari mobil."Kamu beneran yakin kalau Bapak sama Ibu kamu sudah bisa menerima kehadiran aku jadi istri kamu Mas?" tanya Arumi ragu. Matanya melirik malas pada para pengunjung yang tampak lalu lalang di pelataran parkir rumah sakit.Adam menghela napas panjang, "Yakin Rum, soalnya mau gimana pun kerasnya mereka menolak, kenyataannya kamu itu memang sudah jadi istriku sekarang. Ibu dari calon anakku yang sedang kamu kandung. Dan kamu jangan takut Rum, aku akan selalu ngebelain kamu kok. Jadi kamu jangan cemas ya. Yuk kita turun," ujar Adam mencoba meyakinkan istrinya."Iya deh, tapi ee..Kenapa kita nggak langsung ke rumah orang tua kamu aja sih Mas, ngapain kita ke rumah sakit. Aku capek, mau istirahat.""Ya ampun Sayang. Apa kamu lupa? Sekarang kan Ibu lagi sakit dan dirawat di rumah sakit ini. Jadi kita besukin Ibu dulu. Kan memang kita kemari t
Wirya senyum-senyum sendiri melihat Mayla yang masih tampak cemberut sejak tadi. Sejak Diana berlalu dari hadapan mereka, kekasihnya itu hanya diam saja dan hanya mengaduk-aduk makanan di hadapannya. Ia tahu kalau Mayla pasti masih bertanya-tanya di dalam hati tentang sosok Diana."Sayang... Makanannya kok cuma diaduk-aduk aja dari tadi?""Lagi nggak laper Mas, udah kenyang.""Ya nggak mungkinlah, belum juga dimakan udah kenyang, malam ini kan kamu belum makan apa-apa May. Aku nggak mau kamu sakit. Alex juga pasti sedih kalau Mommy-nya jatuh sakit.""Udah makan kok, baru aja," jawab Mayla pelan tanpa melihat ke arah Wirya."Makan apa? Makanan yang kita pesan aja cuma kamu aduk-aduk doang dari tadi.""Makan hati " cebik Mayla.Wirya tersenyum seraya meraih jemari Mayla lalu menggenggamnya erat. "Pasti ini karena kehadiran Diana kan?" tanya Wirya lembut."Kamu nggak pernah cerita sama aku.""Kan kamu nggak pernah nanya. Lagian dia cuma masa lalu Sayang. Kamu masa sekarang, dan masa dep
Mayla tertegun menatap sosok perempuan di hadapannya. Tingginya hampir sama dengan dirinya, namun perempuan ini memiliki wajah khas blasteran. Rambutnya pirang namun bola matanya berwarna hitam. Tubuhnya sintal dan karena mengenakan gaun yang menurut Mayla cenderung seksi dengan belahan gaun hingga menampakkan paha putih mulusnya serta kerah rendah yang membuat belahan dadanya bahkan sebagian kulit payudaranya yang putih menyembul keluar. Mayla harus mengakui, perempuan di hadapannya ini bisa dibilang cantik dan seksi.Namun bukan hal itu yang menjadi perhatian Mayla sekarang. Tapi cara perempuan itu memandang Wirya yang membuatnya menjadi tanda tanya besar dalam diri Mayla. Sebagai seorang perempuan, Mayla sangat mengerti bagaimana cara perempuan saat memandang orang yang sangat dia cintai. Dan itu terlihat jelas dari perempuan ini saat memandang Wirya!Mayla melirik ke arah Wirya. Sayup-sayup ia mendengar bibir kekasihnya itu menggumam dan menyebut sebuah nama, dan ia masih bisa san
Mayla bergegas mematikan laptop di hadapannya lalu membereskan berkas yang ada di mejanya. Tak sabar ingin segera pulang. Hari ini memang cukup melelahkan, banyak laporan keuangan yang harus Mayla cek. Lantaran Arga sedang membuka cabang baru Sky Value di kota lain.Trrrrt.. Trrrrt.. Trrrrt..Mayla tersenyum menatap layar ponselnya, pesan dari Wirya.[Sayang, aku udah nunggu di parkiran ya..][Iya Mas, bentar lagi aku turun kok, sabar ya][Iya Sayang. I love U]Mayla langsung meraih tasnya dan bangkit dari duduknya."Pulang bareng yuk May," ajak Hilman yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Mayla."Aku udah dijemput Mas Wirya kok Mas, makasih ya," tolak Mayla halus."Oh, jadi kamu beneran sudah punya hubungan sama pengacara sombong itu May?""Iya Mas. Kamu nggak boleh menilai Mas Wirya seperti itu. Mas Wirya orang yang sangat baik.""Berarti kamu bohong dong sama aku, kamu bilang belum mau mikirin soal asmara dulu. Kamu waktu itu nolak aku, tapi rupanya kamu malah nerima cint
Wajah Arumi mendadak pucat pasi saat melihat Adam sudah berdiri di dekatnya dengan pandangan mata yang terlihat serius."Eh Mas Adam, ngagetin aja.""Kamu belum jawab pertanyaan aku Sayang, ritual apa yang kamu maksud? Terus kamu itu sekarang sedang bicara sama siapa?" Adam menatap tajam Arumi.Arumi menghembuskan napas perlahan. Mendengar ucapan Adam tadi, ia jadi sedikit lega. Sepertinya Adam tidak terlalu banyak mendengar apa yang tadi Arumi sedang obrolin sama Mita di telepon."Oh itu. Aku sama Mita lagi ngebahas tentang ritual eee...Ritual tujuh bulanan aku nanti diadakan dimana, gitu loh Mas," bohong Arumi.Adam mengerenyitkan dahinya, merasa tak yakin dengan jawaban Arumi. "Beneran kamu cuma lagi ngomongin itu Sayang?"Arumi mencoba untuk bersikap sewajar mungkin supaya Adam tidak curiga. "Bener dong Sayang, masa kamu nggak percaya sama aku sih. Aku ini kan istri kamu," ujar Arumi dengan muka cemberut.Adam masih terlihat ragu, "Tapi kamu kan belum pernah bicarain ritual tujuh
"Sayang, aku ada tugas ke luar kota selama dua hari. Kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal sendirian di rumah?" Adam menghampiri Arumi yang sedang minum susu khusus untuk wanita hamil."Ke kota mana Mas?" tanya Arumi."Surabaya, sekalian aku mau nengok kondisi Bapak sama Ibu. Atau kamu mau ikut Sayang?"Arumi berpikir sebentar, "Ya udah deh aku ikut aja Mas. Tapi apa Ibu sama Bapak kamu sudah mau nerima aku Mas?""Tenanglah Sayang, aku lebih paham betul sifat kedua orang tuaku. Aku yakin lambat laun mereka pasti bisa menerima kamu sebagai menantu mereka. Tapi kamu juga harus belajar jadi menantu dan istri yang baik. Jangan terlalu manja Sayang," ujar Adam.Arumi memanyunkan bibirnya, "Oh jadi Mas nggak suka nih kalau aku manja-manja sama Mas?"Adam tersenyum lalu merengkuh tubuh Arumi dan diletakkannya di pangkuannya. "Sayang, tentu saja aku senang dan gak apa-apa kalau kamu itu manja sama aku, karena aku suami kamu. Tapi kan gak semua orang bisa menerima sifat manja kamu itu. Jadi
Arga duduk dengan gelisah di ruangan kerjanya, sesekali ia berdiri lalu mengintip dari jendela. Lalu duduk lagi dan mendengus kasar. Diseruputnya segelas coklat hangat yang ada di atas meja, lumayan bisa meredakan sedikit hatinya yang gelisah.Bukan tanpa sebab ia begini. Ia sedang gelisah menunggu kehadiran Mayla. Tadi ia berpesan pada Rahayu, jika Mayla sudah masuk ke kantor, langsung suruh datang ke ruangan Arga. Namun hingga kini belum juga tampak batang hidungnya.Arga merasa tak sabar lalu melangkah keluar, menemui Rahayu yang tampak masih membenahi berkas di meja kerjanya."Yu, kamu sudah sampaikan pesan saya untuk Mayla kan?""Sudah Pak. Tadi saya titip pesan ke Bu Dewi yang satu ruangan sama Bu Mayla," jawab Rahayu. Dalam hati ia merasa kesal karena mengapa semua cowok yang ia taksir malah selalu tertarik pada Mayla. Dulu Wirya, dan sekarang Arga. Jelas sekali terlihat kalau atasannya ini menaruh hati pada Mayla, Rahayu bisa melihat dari sorot matanya dan sekarang, Arga begit
Sesosok perempuan paruh baya tampak terbaring lemas di atas ranjang pasien rumah sakit. Ditangannya terpasang selang infus. Begitu pula di hidungnya, terpasang alat bantu pernapasan. Wajahnya terlihat pucat dengan mata yang masih terpejam."Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya seorang lelaki paruh baya yang tak lain adalah Purnomo, ayahnya Adam dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir."Istri Anda sekarang ini sangat memerlukan istirahat yang cukup, kondisinya sekarang memang sudah cukup stabil, jangan terlalu khawatir. Tapi keadaannya masih harus terus dipantau," jawab dokter dengan lembut."Sebenarnya Ibu saya ini sakit apa Dok? Kenapa ibu saya bisa sampai drop seperti ini Dok? Saya sangat khawatir," ucap seorang perempuan cantik sambil menangis."Pertama-tama, kami akan melakukan tes dan diagnosis tambahan untuk memastikan kondisi ibu Anda. Mohon jangan menyerah dan tetap memohon pada Tuhan agar ibu Anda bisa pulih. Hingga kami mendapatkan hasil tes, sebaiknya Ibu Hild
Wirya kini merasa sudah kembali bersemangat untuk bekerja lantaran permasalahannya dengan Mayla sudah selesai. Mayla sudah memutuskan untuk tetap menjalani hubungan asmara bersama Wirya, dan itu benar-benar membuat Wirya sangat bahagia."Wirya!"Satu suara yang sangat ia kenal membuat Wirya harus menghentikan sejenak rasa bahagianya atas kembalinya Mayla ke pelukannya."Bunda.." ujar Wirya terkejut."Ya kenapa? Kamu kaget Bunda datang kemari? Kamu mau musuhi Bunda cuma gara-gara janda tak tahu diri itu?" semprot Heni.Wirya mendengus kesal, mengusap wajah perlahan demi menghilangkan rasa emosi yang muncul di dadanya sekarang. Dia juga kesal pada Mirna yang tidak memberi tahu kalau ibundanya datang. Tapi karena cukup tahu bagaimana sifat ibundanya. Wirya cukup maklum. Pasti Heni yang sudah menyuruh Mirna menuruti kemauannya."Please Bunda, aku lagi banyak kerjaan sekarang. Banyak kasus yang harus kutangani. Jadi tolong Bunda jangan nambah-nambahin pikiran aku dong Bun," jawab Wirya."B