"Kalau kamu memang tidak bisa memberikan keturunan pada Naufal, biarkan dia menikahi perempuan lain!"
Aisyah memejamkan matanya ketika kalimat itu dengan mudahnya keluar dari bibir mertuanya. Naufal yang sangat mengerti bagaimana perasaan istrinya hanya mencoba menguatkan istrinya dengan terus mengenggam tangan istrinya.
Ini tidak akan mudah bagi Aisyah, ini bukan keinginan Aisyah. Sama sekali dia tidak ingin hal itu terjadi. Sebagai perempuan Aisyah ingin sekali memberikan Naufal keturunan, dia ingin keluarga ini ada penerusnya. Karena yang orang tua Naufal takutkan pesantren ini tidak ada penerusnya sama sekali. Mereka juga hanya punya satu putra, makanya mereka menaruh harap banyak pada Aisyah dan Naufal. Akan tetapi, tiga tahun pernikahan mereka. Buah hati yang selalu ditunggu kehadirannya tidak kunjung hadir dalam rahim Aisyah.
"Umi tenang, kami sedang berusaha untuk itu. Jangan menekan Aisyah seperti ini," bela Naufal.
Uminya tampak marah, begitu juga Abinya. Keduanya sama-sama ingin segera memiliki cucu dan selama ini mereka sudah berusaha sabar menunggu.
"Harus berapa lama lagi kami harus menunggu Aisyah hamil? Kami ini sudah cukup sabar."
"Abi dan Umi seperti ini karena kami ingin pesantren Al Islamiyah ini ada penerusnya, kalian harapan kami satu-satunya. Kalau Aisyah memang tidak bisa memberikan keturunan. Abi rasa menikah lagi bukan hal yang salah."
"Abi!" tegas Naufal. "Aku dan Aisyah sedang berusaha, setiap usaha itu butuh proses dan ini tidak sebentar. Apalagi kami berdua juga masih sibuk dengan kuliah kami."
Naufal dan Aisyah memang menikah sudah sejak mereka baru saja lulus sekolah Aliyah. Aisyah yang saat itu sebagai santri di pesantren Al Islamiyah sangat bahagia saat tahu putra Kyai selama ini jatuh cinta padanya. Merekapun menikah, tidak lama setelah pernikahan itu. Mereka memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke Jakarta. Di Jakarta, mereka tinggal di sebuah kontrakan tidak terlalu besar. Mereka akan pulang ke pesantren hanya ketika libur semester saja. Itupun mereka tidak pernah lama-lama karena Aisyah yang tidak betah terus ditagih soal keturunan.
Aisyah bukannya tidak mencoba berbagai cara agar dia bisa hamil. Bahkan dokter mengatakan tidak ada masalah apa-apa dalam rahim Aisyah, rahim Aisyah sangat sehat. Aisyah tidak mandul. Akan tetapi sampai saat ini tidak ada tanda-tanda dirinya akan hamil.
"Umi akan carikan kamu calon istri," ucap Uminya kekeh.
Naufal semakin mengeraskan genggamannya pada Aisyah. Sedangkan Aisyah sejak tadi hanya mampu memejamkan mata. Tidak ada yang dapat dia ucapkan, semuanya terasa sia-sia saja. Kedua orang tua Naufal tidak mau bersabar.
"Tidak, Umi," tolak Naufal dengan keras. "Beri kami waktu agar kami bisa buktikan sama Umi kalau Aisyah bisa hamil dan memberikan keturunan untuk Nufal."
Umi dan Abinya tampak saling pandang. Mereka tidak tahu apa yang akan selanjutnya mereka katakan. Air mata Aisyah sejak tadi sudah bak sungai yang mengalir di pipinya yang manis. Akan tetapi hal itu tidak membuat iba kedua orang tua Naufal. Mereka tetap pada keinginan mereka.
"Tiga bulan, kami beri waktu tiga bulan. Lebih dari waktu yang Umi dan Abi berikan dan Aisyah tetap tidak hamil, Umi akan menikahkan kamu dengan wanita pilihan Abi dan Umi."
Kali ini Naufal tidak mau berpikir panjang, "Setuju, aku setuju. Aku akan buktikan kalau Aisyah bisa hamil."
Kali ini, mereka tidak tahu dengan rencana Allah yang ternyata jauh di luar ekspektasi mereka.
Ketiga temannya hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat tingkah salah satu teman mereka tidak berhenti tersenyum. Padahal, baru semalam orang tersebut menangis sambil tersedu-sedu, orang tersebut bahkan terlihat tidak punya semangat hidup lagi. Dan sekarang orang tersebut sangat berbeda 180 derajat. Dia tampak selalu tersenyum, dia ramah pada semua mahasiswa yang ada di lorong kampus. Bahkan sesekali dia tampak tebar pesona pada gadis-gadis yang ada di sana. Untung wajahnya memang tampan, jika dilihat dari keempatnya dialah yang paling tampan. Meski, ada salah satu dari mereka yang juga tidak kalah tampannya dari orang yang sedang sedikit sinting itu. "Rey, lu kesambet apaan sih?" tanya salah satu temannya.Yang satunya lagi bertugas untuk mengecek kening orang yang bernama Rey itu. Yang ditanya tidak menjawab, dia masih asik tebar pesona pada gadis-gadis. Bahkan dia tidak merespon meski temamnya ada yang mengecek keningnya. Dia tetap sibuk mengedipkan matanya pada gadis-gadis y
Aisyah baru saja keluar dari perpustakaan bersama dengan Zahra temannya. Tadi dia inginnya mengajak Naufal dan teman-temannya yang lain untuk ke perpustakaan, tapi mereka pada menolak dan memilih pergi ke kantin. Naufal kalau sudah bersama mereka pasti jadi ikutan juga, jadi tidak mau diajak ke perpustakaan. Untungnya tadi ada Zahra yang mau Aisyah ajak ke perpustakaan, diapun tidak jadi sendirian. Di belokan depan perpustakaan Aisyah dan Zahra berpencar, Aisyah akan pergi ke kantin menyusul suami dan teman-temannya yang lain. Pasti mereka sedang melihat wanita-wanita yang ada di kantin. Jangan sampai Naufal ikutan dalam hal itu, dia tidak boleh melihat wanita lain."Kalian betah sekali di kantin," Aisyah duduk di samping Naufal yang kosong, di samping kirinya ada Rey yang sedang membahas hal tidak penting bersama dengan Dimas dan Arfan. "Kok cepet dari perpusnya?" tanya Naufal pada istrinya itu."Boong dia pasti, palingan dia nggak jadi ke perpusnya," sanggah Arfan yang langsung di
"Aisyah sama Naufal mana?"Rey baru saja sampai di taman yang sudah mereka janjikan. Biasanya kalau ada waktu senggang mereka akan mengajak untuk kumpul. Maklum, mereka semua selain punya kesibukan sebagai mahasiswa, mereka juga sibuk bekerja sampingan. Arfan bekerja sebagai penjaga toko milik orang tua Dimas, karena orang tua Dimas termasuk orang tua yang berkecukupan sehingga memiliki beberapa toko. Makanya Arfan bisa bekerja sebagai penjaga toko milik orang tua Dimas. Biasanya Dimas juga akan menemani Arfan untuk menjaga tokonya agar dia tidak terlalu kesepian karena harus menjaga toko sendirian. Sekarang yang pengangguran itu hanya Rey sendiri, Naufal dan Aisyah bekerja sebagai tenaga pengajar di salah satu sekolah islam yang tidak jauh dari kampus mereka. "Lu tahu lah, ini malam jumat. Suami istri nggak bakal keluar rumah kalau malam jumat gini," sahut Dimas sambil terkekeh kecil yang dibarengi anggukan oleh Arfan. "Sunnah rasul mereka," sambung Arfan masih dengan tawanya.Rey
Dosennya kali ini cukup baik karena mereka keluar setengah jam lebih awal dari jadwal biasanya. Katanya dosennya masih ada acara jadi harus keluar lebih cepat dari biasanya. Itu menjadi hal yang sangat membahagiakan bagi mahasiswa karena mereka dapat pulang lebih cepat.Hal ini juga berlaku untuk Rey yang sangat bahagia karena dosennya keluar lebih awal. Setidaknya dirinya bisa pulang cepat dan bisa langsung tidur. Semalam dia tidur jam tiga dini hari karena mengerjakan tugas kuliah untuk hari ini. Untung dia termasuk mahasiswa dengan otak yang encer sehingga baginya tidak masalah mengerjakan tugas dalam waktu yang mepet, asal dia masih dapat nilai yang tinggi. Rey menghampiri bangku Naufal. Kebetulan mereka satu kelas, mereka sama-sama anak fakultas ekonomi. Sedangkan Aisyah anak fakultas pendidikan dan kedua cecurut yang lain itu sama-sama anak fakultas ekonomi hanya beda kelas dengan Rey dan Naufal. "Woiii ... " sapa Rey sambil menepuk pundak Naufal cukup keras. Yang ditepuk sepe
"Mau ngomong apa? Ngomong aja kali, Syah," Rey masih menanggapi santai perkataan Aisyah. "Ini mungkin agak serius, Rey.""Apa kalian mau menagih uang itu sekarang? Duh, kan kalian tahu gua belum kerja. Gua mau dapat uang darimana buat bayar itu sama kalian," perkiraan Rey ternyata salah. Dia mengira kalau Aisyah dan Naufal akan menagih hutangnya. "Bukan itu, Rey. Bukan. Ini ada hal lain yang perlu gua dan Naufal omongin sama lu," lanjut Aisyah."Oh, bukan itu. Emangnya apa yang perlu kalian omongin ke gua?"Aisyah melirik Naufal yang tampak tidak tenang, dia membuang muka kesegala arah. Aisyah tahu Naufal tidak akan tega mengatakan itu semua pada Rey. Akan tetapi, kalau mereka tidak mengatakannya segera, maka pernikahan itu juga tidak akan segera terlaksana. "Gua dan Naufal sedang ada masalah. Gua rasa lu sudah tahu masalah gua sama Naufal, gua udah pernah ceritakan sama lu, sama Arfan dan juga Dimas.""Tentang lu yang masih belum hamil?" tebak Rey. Karena dia ingat Aisyah pernah
Rey tidak menghiraukan teriakan demi teriakan para gadis yang melihatnya itu, Rey sangat buru-buru. Dia sudah terlambat lima menit. Harusnya dia tidak terlambat seperti apa yang sudah semalam dia rencanakan. Hanya saja semalam dia bisa tidur jam dua dan akhirnya diapun harus menerima kalau dirinya bangun kesiangan. Dari saking buru-burunya hari ini Rey tidak mandi. Dia hanya membasuh muka, memakai deodoran dan parfum yang cukup banyak. Yang penting dia tetap terlihat tampan meskipun dia tidak mandi. Toh, tidak akan ada orang yang tahu kalau dirinnya itu belum mandi.Sampai di depan kelasnya, pintu kelas sudah tertutup, ini menandakan kalau kelasnya sudah dimulai. Rey berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang sangat ngos-ngosan karena dari tadi dia terus berlari. Bahkan di dalam lift rasanya dia ingin tetap berlari agar segera bisa sampai ke kelasnya. Dan sekarang dia sudah ada di depan kelasnya yang pintunya sudah tertutup. Rey mengumpulkan semua keberaniannya. Dia tahu kalau hari
"Yah, kalian udah pada habis makan?" Rey tampak kecewa saat melihat mangkok milik keempat tamannya yang sudah kosong tak bersisa. Padahal Rey baru saja bergabung dengan mereka.Rey baru saja habis mandi, untung jam-jam segini musholla kampus cukup sepi sehingga dia bisa mandi dengan mudah tanpa halangan. Dia memang sudah seringkali mandi di toilet mushalla, setiap dia datang karena kesiangan dan tidak mandi. Dia pasti akan kegerahan sendiri dan memilih mandi di toilet mushalla. Rey tidak masalah mandi di mana saja, asal dia tidak lagi kegerahan.Rey duduk di dekat Naufal, ini hanya karena di dekat Naufal tempat yang masih kosong. Sedangkan Naufal masih terlihat tidak nyaman dengan adanya Rey. Rey berusaha tidak masalah dengan itu, mungkin Naufal seperti itu karena dia yang merasa bersalah pada Rey. Toh, di sini Rey hanya niat membantu."Ya habisnya lu lama banget, lu mandi apa bertapa. Betah banget mandinya," kata Arfan menyahuti."Ya gua mandi lah, gua kan pengen keliatan tampan di
"Untung lu cepet dateng, Syah," kata Rey masih sedikit ngos-ngosan.Mereka bertiga sudah masuk mobil, Naufal juga sudah menyalakan mesinnya. Itu tandanya mereka akan segera keluar dari kampus itu. Dan Rey sangat bersyukur karena dia sudah bebas dari gadis-gadis yang tergila-gila padan. "Bukannya lu seneng mereka gituin?" tanya Aisyah sinis.Rey mengambil air dari dalam tasnya, Rey memang biasa membawa air dari kosan. Karena dia kadang suka haus saat pulang dari kampus dan dia males yang mau mampir ke toko ataupun warung. Jadi, dia berinisiatif untuk membawanya dari kosan sendiri."Apaan, gua nggak suka mereka kayak gitu. Sumpah! Mereka, tuh, agresif banget.""Ya mereka agresif karena lu memberikan mereka kesempatan Rey, mereka nggak akan seperti itu kalau nggak lu kasih kesempatan," sanggah Aisyah malas. Aisyah tidak mau menyalahkan gadis-gadis itu, karena biasanya memang Rey yang suka tebar pesona pada mereka semua. Jadi, mereka pasti merasa diberikan kesempatan untuk dekat dengan