Home / Rumah Tangga / Konten Marriage / 4. Tamparan Ke Dua

Share

4. Tamparan Ke Dua

Author: WarmIceBoy
last update Last Updated: 2021-05-02 01:51:12

Baru beberapa langkah keluar dari gedung kampus, suara teriakan seorang gadis membuat kaki Bayu terasa berat. Suara itu membuat telinganya panas.

"Youtuber abal-abal, stop!"

Bayu menoleh, mendapati Aira mendekat. Dengan kasar gadis itu mendorong hingga Bayu mundur beberapa langkah.

"Pengecut! Kalau berani ayo by one!" Tantang Aira, meninju angin.

Bayu tertawa kecil melihat seorang gadis berlagak menjadi Muhammad Ali. "Lo kalau ngomong yang jelas."

Aira meninju badan Bayu, tapi pemuda itu meloncat mundur. "Kamu sengaja menyuruh fans-mu mem-bully-ku, kan? Ayo ngaku!" 

"Mau pansos lagi?" tanya Bayu. "Uang kemarin belum cukup?"

"Siapa yang butuh uangmu?"

"Ya sini, kembalikan."

"Dasar cowok tidak bermoral, suka menjilat liur sendiri!" Aira mengambil uang lembaran sepuluh ribuan dan lima ribuan lecek, melempar ke muka Bayu. "Nih ambil!"

"Apaan nih? Lima puluh ribu aja tidak ada, bego!" sentak Bayu. "Lo kalau pansos, jangan begini caranya. Apa Ibu lo tidak pernah mengajari sopan santun? Pasti dia tidak jauh hina seperti lo, kan?"

Sebuah tamparan menghantam pipi kanan Bayu sampai memaksa kepala menoleh ke kiri. Sakitnya tamparan sama seperti tempo hari hanya saja sekarang lebih memalukan karena lebih banyak mata melihat.

"A-Aira, ya Allah, kamu kenapa menampar Bayu lagi?" Mei memandang keduanya bergantian, dia bingung harus apa.

"Dengar," ujar Aira, menunjuk hidung Bayu. "Jangan menghina Ibuku, mengerti?"

Bayu menepis jari di depan hidungnya. Ia mengepal sampai urat-urat lengan terlihat jelas di pergelangan tangan. "Untung lo cewek, kalau cowok udah gue kirim ke UGD."

"Kamu yang salah--"

Secepat kilat Bayu menepis jari Aira sebelum mampu menunjuk hidungnya lagi. "Gue tidak pernah salah. Lo yang salah. Lo yang mulai. Dari awal bertemu, lo ngatain gue duluan. Ibu lo goblok, tidak bisa mendidik anaknya."

"Udah, ngapain main drama di sini?" Kevin mendorong Bayu dan Aira saling menjauh. 

Aira menunjuk Bayu, memandang sebal Kevin. "Nasehati tuh si lambe-turah! Jaga ucapannya sebelum aku tonjok!"

Mei menarik Aira mundur. "Sudah, tenang. Nanti jadi viral lagi--"

"Peduli setan!" bentak Aira, memandang jengah Bayu. "Awas kalau kamu menyuruh orang mem-bully lagi--"

"Eh cewek barbar," jawab Bayu. "Gue tidak pernah menyuruh orang mem-bully lo. Muka lo kali, yang mengundang orang buat mem-bully!"

"Udah cukup!" keluh Kevin, menarik tangan Bayu menuju gazebo. "Bubar bubar!"

Sesekali Bayu menoleh ke belakang. Siapa sangka gadis itu bakal melakukan hal seperti tadi. Amarahnya semakin panas membakar jiwa.

Gazebo di pinggir taman sejuk, menjadi tempat langganan Kevin tidur. Di gazebo ini aura badan pemuda itu tercium kental. Terdapat bantal berbentuk bola di salah satu kursi kayu. Ia memperlakukan tempat ini seperti milik sendiri dan semua penghuni kampus tak ada yang berani mengusik.

Kevin duduk di sana menarik Bayu duduk ke kursi sebelah.

"Kamu kenapa ribut di depan umum?" tanya Kevin. "Nanti lama-lama orang bakal mengira kalau keributan ini settingan. Namamu bakal tercemar."

"Gue tidak salah." Bayu berselonjor Kaki di kursi panjang kayu, menendang bantal sampai jatuh. Ia bersangga kening di pagar gazebo. "Tuh cewek emang ingin pansos. Dia menyalahkan gue, memfitnah di depan umum. Sumpah kalau bukan cewek, udah gue injak mukanya."

"Sudah, tidak usah diladeni, anggap saja angin kentut lewat."

"Ya tidak bisa gitu dong. Gue, seorang Bayu, artis terkenal, masak diperlakukan begini sama cewek kampungan macam dia." 

Bayu serius dalam ucapan. Sekarang semua menjadi personal. Ini  kali pertama seorang gadis berani membentak, menunjuk mukanya dari dekat, menampar dua kali dalam seminggu.

"Aku dengar setelah kejadian tamparan di kelas tempo hari, dia sering di-bully orang," ujar Kevin dengan nada naik turun. "Mungkin bukan maksud dia pansos, cuma kebetulan saja kamu lewat terus dia marah-marah."

Bayu menghela napas. Benar apa kata Kevin. Para fans mungkin tersulut karena Aira menampar Bayu. Mungkin para fans mem-bully Aira hingga gadis itu berpikir semua karena perintah Bayu.

Suara Bayu melunak. "Tapi gue tidak menyuruh orang, Vin."

"Iya aku paham. Cuma yang namanya fans punya otak dan kemauan masing-masing. Kita tidak bisa mengontrol mereka. Mungkin besok kita buat video menyuruh mereka berhenti, bagaimana?"

"Ogah. Dengan membuat video, kita ngaku dong kalau kita yang menyuruh."

"Lagipula kamu kenapa ke kampus? Tumben. Biasanya cuma sekali seminggu." 

Bayu teringat akan masalah inti yang ingin dia tanyakan pada Kevin yang merupakan sahabat lama Cecil jauh sebelum Bayu mengenal gadis itu. Kevin pasti lebih mengenal Cecil.

"Gue bingung mau cerita dari mana. Menurut lo Cecil tuh cewek yang bagaimana?"

Kevin terkekeh. "Ealah, kan kamu pacarnya, kok malah tanya begitu?"

"Ya kan lo sahabatnya sejak lama."

"Kenapa emang?" Kevin tersenyum nakal. "Nah, aku tahu, kamu pasti kena married syndrome, kan?"

"Ngomong sok pakai bahasa Inggris, Nasionalis dong! Pakai bahasa Indonesia!"

"Eh, kamu pakai sendiri Lo Gue! Dah lah, sebenarnya ada apa?"

Bayu menoleh ke kiri dan kanan juga ke belakang. Ketika keadaan dirasa aman, baru dia berani bicara, "Kemarin gue menemukan alat test kehamilan di dalam tasnya."

"Kalian selama pacaran ngentot, tidak?"

Bayu mengangguk. Nyaris setiap malam minggu dia melakukan hal itu bersama Cecil. Kemolekan tubuh peragawati membuat gampang lepas kendali, terlebih gadis itu selalu menggoda seperti minta jatah, jadi bukan seratus persen kesalahan Bayu. Ibarat kucing ada ikan tongkol di depan mata, ya diembat.

"Nah, kalau memang pernah, mungkin itu buat meng-test kehamilan dia Bro," sahut Kevin. 

"Masalahnya selama ini gue pakai kondom. Doi juga minum obat supaya tidak hamil."

Situasi mendadak sunyi sampai kicau burung terdengar dengan jelas. Bayu tenggelam dalam nestapa sementara Kevin berusaha mencerna ucapan barusan.

"Kamu yakin dia hamil?" tanya Kevin.

Bayu mengangguk. "Gue udah browsing, tanda dua garis biru itu hamil, kan? Gue tidak mau nikah sama cewek yang hamil bukan mengandung anak gue. Sumpah gue tidak mau."

"Kamu cinta tidak sama Cecil?"

"Ya cinta, tapi tetap tidak mau. Lo tahu kan, ibu gue menentang hubungan ini. Bagaimana kalau beliau tahu? Ibu sudah tua, bisa spot jantung."

"Yakin tidak mau nikah sama Cecil?"

Bayu mengangguk. "Makannya gue tanya, Cecil cewek yang bagaimana? Hati gue masih belum percaya kalau doi berani selingkuh di belakang--"

"Emang kalau dia tidak selingkuh, tapi diperkosa sampai hamil, kamu mau menikahi?"

Bayu menggeleng.

"Terus ngapain nanya-nanya? Ya sudah tinggal batalkan saja apa susahnya?

"Gue ingin tahu, supaya pikiran gue bisa plong gitu. Tadi malam gue tidak bisa tidur memikirkan masalah ini."

Kevin menghela napas panjang. "Gimana ya, setahuku Cecil cewek elit, tidak mau berhubungan sama orang kasta bawah, jadi kesempatan buat selingkuh minim banget, tapi dari dulu emang matre, mungkin ya ... mungkin sih, yah, dia selingkuh. Cuma sebaiknya tanya langsung ke orangnya--

Bayu menggeleng. "Tidak perlu. Gue sadar doi punya kemampuan buat merayu gue. Kalau gue ngomong langsung, pasti doi berhasil merubah keputusan gue."

"Itu tandanya kamu masih cinta sama dia. Yakin nih tidak mau mencari kebenaran akan masalah ini dulu?"

Bayu menghela napas memandang lepas ke taman penuh tanaman hias hijau. Memang tak adil bagi Cecil jika pernikahan batal sepihak. Lagi pula dia belum tahu apa kontrak dari promotor bisa dibatalkan atau diundur.

"Mungkin gue bakal memundurkan hari pernikahan, sampai semua clear."

"Nah gitu dong, jangan langsung batal. Kalau diundur kan dia tidak rugi, kamu juga tidak rugi. Cuma mengingatkan nih, kamu sudah tanda tangan kontrak, kan? Kalau memang mau batal menikah di tanggal itu, mending beritahu pihak Genrecorps, dari pada jadi masalah di kemudian hari."

Bayu mengusap wajah. "Apa bisa kontrak dirubah?"

"Ya tidak tahu. Kenapa tidak tanya mereka saja? Aku yakin pasti ada jalan keluar untuk masalah ini."

"Ternyata mau menikah tuh ribet, ya."

Kevin menggeleng. "Kamu saja yang membuat semua jadi ribet."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Konten Marriage   EKSTRA PART -Taman-

    Banyak orang berkumpul di taman kompleks mengerumuni para idola. Mereka rerata ibu-ibu muda dan para gadis meminta tanda tangan, foto bersama, atau sekedar berjabat tangan. Situasi seperti di pasar malam ini terjadi karena kehadiran Bayu, Kai, Kevin, Aira, dan Lukman. Pamor mereka tidak meredup sedikit pun walau sekarang sudah berkeluarga. Di tengah mereka hadir tiga bocah kecil yang aktif membuat gaduh suasana. Vega anak Bayu dan Aira. Altair anak Kai dan Ana, Deneb putra dari Kevin dan Mei. Ketiganya bermain bersama anak-anak di taman dengan penuh keceriaan tanpa kenal penderitaan dunia. "Vega, ngapain?" tanya Altair sambil melihat Vega yang sedang menyodok-nyodok sesuatu di bawah pohon. Melihat benda apa yang menjadi mainan membuat dia melangkah mundur. "Ih, itu kan eek kucing! Jorok!" "Iya tahu." Dengan piawainya Vega mengangkat eek itu memakai kayu lalu menjejalkan pada Altair. "Alta, ini bagus buat lulur mukamu. Sini, jangan kabur!" "Mama!" Alta

  • Konten Marriage   74. Sebuah Akhir

    Aira buru-buru membuka pintu. Dia tidak sempat mengintip dari gorden karena mendengar suara yang sering dia dengar sebelumnya. "Sebentar, ini sedang buka kunci." Pintu dibuka. Aira tersentak melihat Ibu duduk di kursi teras bergelimang air mata. Asep yang sembari tadi menggedor pintu, langsung membungkuk menyambut Aira. Bukan hanya mereka, di Kai, Ana, Shion, Kevin, Mei, Lukman, dan Sasa, turut serta. "Kamu yang sabar, Aira," ucap Kai, memeluk Aira dengan erat. "Bayu--" "Ada apa sih?" tanya Aira. "Apa ada yang ulang tahun? Kok pada kumpul di sini?" Semua bertukar pandang heran. Mereka saja bingung, apalagi Aira? Dia benar-benar tidak tahu menahu tentang isi kepala para tamu. "Mana Bayu, Nak?" tanya Ibu, dengan kaki sempoyongan berdiri memeluk Aira. Wajah beliau seperti pakaian yang baru dicuci belum kering. "Bayu? Di dalam Bu--" Belum selesai Aira bicara, Ibu merangsak maju hingga nyaris jatuh. D

  • Konten Marriage   73. Kamar Malam

    Dahulu sebelum menikahi Bayu, Aira 'hobi' bersih-bersih. Dari kecil dia terbiasa menyapu dan mencuci piring. Akan tetapi beberapa bulan terakhir dia hidup dalam mimpi yang menjadi kenyataan. Dia tidak perlu melakukan itu semua, cukup duduk santai dan bersenang-senang. Sekarang ketika menyapu, punggungnya sakit dan capek. Seminggu berlalu tapi dia belum menemukan kembali apa yang menjadi 'hobi'-nya dulu. "Waduh, Bu Angga, rajin sekali," tegur seorang ibu tetangga sebelah, baru pulang dari mengajar. Dia guru di SMP sekitar. "Ini Bu, ada sedikit jajan, tadi anak-anak sedang praktek tata-boga." Aira tentu berterima kasih atas perhatian itu. Dengan senyum mereka alami ia menerima kantung plastik putih berisi bungkusan sop sayur. Tetangga berlaku baik karena aura positif dari Bayu dan Aira. Mungkin juga faktor face dan rumor yang Aira sebar berpengaruh pada mereka. Kisah tentang pernikahan dini, di mana Bayu si miskin nekat menikahi Aira tanpa persetu

  • Konten Marriage   72. Ibu Bayu

    "Pijat yang benar." Ibu menepuk-nepuk pundaknya, sembari duduk di atas bantal. "Iya Nek--" "Nek?" Ibu menoleh menangkap senyum mal-malu Ana. "Kamu ini, panggil Ibu, mengerti?" Ana mengangguk ketika Ibu kembali fokus ke TV. Gadis itu tersenyum lembut pada Kai yang duduk bersila kaki di sebelah Ibu. Siang ini Kai memperkenalkan Ana kepada Ibu asuhnya itu sebagai calon istri. Ketiganya duduk santai di paviliun belakang rumah. Selain itu dia punya tujuan lain hadir di sini. "Sekarang nyaris seminggu Bibi menghukum Bayu dan Aira," ujar Kai. "Mereka menderita Bi, tinggal di rumah bedeng macam itu. Apa Bibi tega membiarkan Bayu dan Aira hidup susah?" Dua hari sekali Kai datang dan memohon hal yang sama. Namun, Ibu tetap santai menikmati pijatan Ana. Sesekali beliau bersendawa tanda jika merasa nyaman. Beliau juga dilanda dilema. Walau diam, tapi diam-diam Ibu juga khawatir kepada Bayu dan Aira. Bagaimana pun Bayu anak kesayanganny

  • Konten Marriage   71. Petarung Jalanan

    Seperti semut mengerumuni gula, empat preman mengerumuni motor Riko. Mereka tidak memberi kesempatan Riko untuk memacu motor."Minggir, aku sibuk mau menjemput pelanggan," ujar Riko."Sombong!" bentak seorang preman gendut. "Lagak kamu sudah seperti orang penting.""Penting dia bro," sahut preman kedua. "Habis bebas dari penjara dengan bersyarat dan jaminan, kan sekarang wajib lapor atau saudaranya bakal membayar uang kompensasi."Suara tawa mereka membahana seperti supporter di stadion bola. Salah satu dari mereka mendorong kepala Riko. Satu lagi mengambil kunci motornya. Mereka sengaja ingin memancing supaya Riko marah dan menghajar mereka."Aduh, kasihan Mas Riko." Darmi hanya bisa memandang. Bisa apa dia, sendirinya berdagang di sini dan wilayah ini kekuasaan mereka."Kok Mas Riko tidak melawan?" tanya Bayu, mengamati lelaki tangguh di atas motor."Kalau melawan, nanti bakalan langsung dipenjara. Mas Riko bebas bersyarat. Sa

  • Konten Marriage   70. Riko Preman

    Sebagai kepala keluarga tentu Bayu yang membuka pintu. Empat ibu-ibu berwajah judes menanti. Melihat wajah tampan yang keluar, Judes mereka mereda dan sekarang senyum-senyum sendiri. "Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Bayu dengan ramah. Aira yang kebelet kepo pun nongol dari belakang Bayu. Senyumnya muncul, menggeser Bayu hingga mereka berdiri bersebelahan di pintu yang sempit. "Maaf Nak, ini sudah malam," ucap Ibu gendut dengan ramah. "Benar, sudah jam sebelas malam. Mohon suaranya dikecilkan, ya. Besok anak-anak sekolah, bising enggak bisa tidur," timpa Ibu kurus. "Kami tahu kok, pengantin baru, kan?" Ibu berbadan pendek menyambung. Tentu Bayu dan Aira menjadi sungkan. Mereka saling senggol, tertunduk dengan cengiran mereka yang khas, kecil, dibuat-buat. "Ingat, kita tinggal bersebelahan." Ibu yang lumayan muda menunjuk ke kiri dan kanan. Rumah mereka memang hanya terpisah tembok, bisa dikatakan suara kentut pun pasti bisa tetangg

  • Konten Marriage   69. Hari Pertama Mandiri

    Pindahan Bayu dan Aira cukup simpel. Mereka hanya membawa pakaian, peralatan kuliah, laptop, dan uang saku dari Ibu. Pagi hari mereka tiba di kontrakan yang dimaksud. Rumah petak sederhana. Lantai hanya dioles semen. Dinding bata tiada diberi cat. Langit-langit pun tak ada. Dari dalam bisa melihat pondasi atap. Dan aroma di sini lumayan pengap, berdebu. Hanya ada satu kamar tidur, kamar mandi pun nyaris menyatu dengan dapur. Perabotan yang ada hanya satu kasur dan satu lemari dengan TV tabung tua berdiri gagah di dekat kipas putar kecil. "Bagaimana? Rumah ini masih lebih bagus dari tempatku dulu tinggal. Kalian harus membayar uang listrik sendiri, uang air, dan mulai bulan depan membayar uang sewa. Jadi usahakan hemat." ucap Asep, menaruh kunci ke telapak tangan Aira. "Motor Vespa milikmu. Selamat tinggal." Dia berbalik hendak pergi. Akan tetapi Bayu menarik lengan Asep. "Sampai kapan kami harus tinggal di sini?" "Sampai Ibumu puas." Asep

  • Konten Marriage   68. Demi Cinta

    Suara jangkrik menjadi musik merdu menemani mereka saat ini, tiada suara lain. Aira dan Bayu duduk bersila kaki di atas bantal. Mereka menanti Ibu di paviliun belakang rumah yang dikelilingi taman. Bayu menggenggam telapak tangan Aira. "Apapun yang terjadi aku tidak akan pernah menandatangani surat itu. Semoga kamu juga demikian." Aira mengangguk kecil. Dia menggenggam telapak tangan Bayu. "Asal kamu nanti berani bersumpah tidak akan menemui Cecil dan wanita lain, aku siap Mas." Bayu tersenyum lembut. "Mas? Oh Tuhan, panggilan mesranya Mas? Darling kek, hooney gitu, Mas, terdengar ndeso." "Ah, sudah lah." Dengan kasar Aira menarik tanggannya. "Youtuber sial, hobi banget sih merusak suasana." Bayu terkekeh melihat reaksi cemberut Aira. Dia hanya bercanda tadi. "Aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini. Tahu tidak, alasan kenapa kamu aku pilih untuk menikah kontrak?" "Aku cantik, manis--" "Karena aku yakin tidak

  • Konten Marriage   67. Sebuah Rencana Besar

    Cahaya matahari masuk melalui kaca jendela besar di dinding sisi kiri menerpa ibu yang duduk di kursi kerja. Beliau sibuk mengetik sesuatu di komputer. Suara ketukan di pintu membuat dia berhenti sejenak. "Siapa?" "Ini saya Nyonya, Asep." "Masuk Sep." Pria berjas hitam masuk ke ruang kerja, berdiri dalam posisi instirahat di tempat. Setelah diberi kode gerak tangan Ibu, dia duduk di kursi berlengan. "Bagaimana, ada hasil?" tanya Ibu. Asep menaruh beberapa stopmap ke meja kerja. "Menurut para detektif yang saya kerahkan, terjadi perselingkuhan antara orang tua Nona Aira dan Tuan Kai. Menurut para detektif, kematian Ibu Nona Aira karena kebakaran di tempatnya bekerja ada hubungan dengan--" "Cukup, lewati bagian itu," ujar Ibu. Asep berdeham. "Setelah kejadian itu Kai memang sangat terpukul dan merasa bertanggung jawab untuk merawat Aira. Walau umur mereka hanya terpaut beberapa tahun, tapi dia berhasil melakukannya de

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status