Share

4. Tamparan Ke Dua

Baru beberapa langkah keluar dari gedung kampus, suara teriakan seorang gadis membuat kaki Bayu terasa berat. Suara itu membuat telinganya panas.

"Youtuber abal-abal, stop!"

Bayu menoleh, mendapati Aira mendekat. Dengan kasar gadis itu mendorong hingga Bayu mundur beberapa langkah.

"Pengecut! Kalau berani ayo by one!" Tantang Aira, meninju angin.

Bayu tertawa kecil melihat seorang gadis berlagak menjadi Muhammad Ali. "Lo kalau ngomong yang jelas."

Aira meninju badan Bayu, tapi pemuda itu meloncat mundur. "Kamu sengaja menyuruh fans-mu mem-bully-ku, kan? Ayo ngaku!" 

"Mau pansos lagi?" tanya Bayu. "Uang kemarin belum cukup?"

"Siapa yang butuh uangmu?"

"Ya sini, kembalikan."

"Dasar cowok tidak bermoral, suka menjilat liur sendiri!" Aira mengambil uang lembaran sepuluh ribuan dan lima ribuan lecek, melempar ke muka Bayu. "Nih ambil!"

"Apaan nih? Lima puluh ribu aja tidak ada, bego!" sentak Bayu. "Lo kalau pansos, jangan begini caranya. Apa Ibu lo tidak pernah mengajari sopan santun? Pasti dia tidak jauh hina seperti lo, kan?"

Sebuah tamparan menghantam pipi kanan Bayu sampai memaksa kepala menoleh ke kiri. Sakitnya tamparan sama seperti tempo hari hanya saja sekarang lebih memalukan karena lebih banyak mata melihat.

"A-Aira, ya Allah, kamu kenapa menampar Bayu lagi?" Mei memandang keduanya bergantian, dia bingung harus apa.

"Dengar," ujar Aira, menunjuk hidung Bayu. "Jangan menghina Ibuku, mengerti?"

Bayu menepis jari di depan hidungnya. Ia mengepal sampai urat-urat lengan terlihat jelas di pergelangan tangan. "Untung lo cewek, kalau cowok udah gue kirim ke UGD."

"Kamu yang salah--"

Secepat kilat Bayu menepis jari Aira sebelum mampu menunjuk hidungnya lagi. "Gue tidak pernah salah. Lo yang salah. Lo yang mulai. Dari awal bertemu, lo ngatain gue duluan. Ibu lo goblok, tidak bisa mendidik anaknya."

"Udah, ngapain main drama di sini?" Kevin mendorong Bayu dan Aira saling menjauh. 

Aira menunjuk Bayu, memandang sebal Kevin. "Nasehati tuh si lambe-turah! Jaga ucapannya sebelum aku tonjok!"

Mei menarik Aira mundur. "Sudah, tenang. Nanti jadi viral lagi--"

"Peduli setan!" bentak Aira, memandang jengah Bayu. "Awas kalau kamu menyuruh orang mem-bully lagi--"

"Eh cewek barbar," jawab Bayu. "Gue tidak pernah menyuruh orang mem-bully lo. Muka lo kali, yang mengundang orang buat mem-bully!"

"Udah cukup!" keluh Kevin, menarik tangan Bayu menuju gazebo. "Bubar bubar!"

Sesekali Bayu menoleh ke belakang. Siapa sangka gadis itu bakal melakukan hal seperti tadi. Amarahnya semakin panas membakar jiwa.

Gazebo di pinggir taman sejuk, menjadi tempat langganan Kevin tidur. Di gazebo ini aura badan pemuda itu tercium kental. Terdapat bantal berbentuk bola di salah satu kursi kayu. Ia memperlakukan tempat ini seperti milik sendiri dan semua penghuni kampus tak ada yang berani mengusik.

Kevin duduk di sana menarik Bayu duduk ke kursi sebelah.

"Kamu kenapa ribut di depan umum?" tanya Kevin. "Nanti lama-lama orang bakal mengira kalau keributan ini settingan. Namamu bakal tercemar."

"Gue tidak salah." Bayu berselonjor Kaki di kursi panjang kayu, menendang bantal sampai jatuh. Ia bersangga kening di pagar gazebo. "Tuh cewek emang ingin pansos. Dia menyalahkan gue, memfitnah di depan umum. Sumpah kalau bukan cewek, udah gue injak mukanya."

"Sudah, tidak usah diladeni, anggap saja angin kentut lewat."

"Ya tidak bisa gitu dong. Gue, seorang Bayu, artis terkenal, masak diperlakukan begini sama cewek kampungan macam dia." 

Bayu serius dalam ucapan. Sekarang semua menjadi personal. Ini  kali pertama seorang gadis berani membentak, menunjuk mukanya dari dekat, menampar dua kali dalam seminggu.

"Aku dengar setelah kejadian tamparan di kelas tempo hari, dia sering di-bully orang," ujar Kevin dengan nada naik turun. "Mungkin bukan maksud dia pansos, cuma kebetulan saja kamu lewat terus dia marah-marah."

Bayu menghela napas. Benar apa kata Kevin. Para fans mungkin tersulut karena Aira menampar Bayu. Mungkin para fans mem-bully Aira hingga gadis itu berpikir semua karena perintah Bayu.

Suara Bayu melunak. "Tapi gue tidak menyuruh orang, Vin."

"Iya aku paham. Cuma yang namanya fans punya otak dan kemauan masing-masing. Kita tidak bisa mengontrol mereka. Mungkin besok kita buat video menyuruh mereka berhenti, bagaimana?"

"Ogah. Dengan membuat video, kita ngaku dong kalau kita yang menyuruh."

"Lagipula kamu kenapa ke kampus? Tumben. Biasanya cuma sekali seminggu." 

Bayu teringat akan masalah inti yang ingin dia tanyakan pada Kevin yang merupakan sahabat lama Cecil jauh sebelum Bayu mengenal gadis itu. Kevin pasti lebih mengenal Cecil.

"Gue bingung mau cerita dari mana. Menurut lo Cecil tuh cewek yang bagaimana?"

Kevin terkekeh. "Ealah, kan kamu pacarnya, kok malah tanya begitu?"

"Ya kan lo sahabatnya sejak lama."

"Kenapa emang?" Kevin tersenyum nakal. "Nah, aku tahu, kamu pasti kena married syndrome, kan?"

"Ngomong sok pakai bahasa Inggris, Nasionalis dong! Pakai bahasa Indonesia!"

"Eh, kamu pakai sendiri Lo Gue! Dah lah, sebenarnya ada apa?"

Bayu menoleh ke kiri dan kanan juga ke belakang. Ketika keadaan dirasa aman, baru dia berani bicara, "Kemarin gue menemukan alat test kehamilan di dalam tasnya."

"Kalian selama pacaran ngentot, tidak?"

Bayu mengangguk. Nyaris setiap malam minggu dia melakukan hal itu bersama Cecil. Kemolekan tubuh peragawati membuat gampang lepas kendali, terlebih gadis itu selalu menggoda seperti minta jatah, jadi bukan seratus persen kesalahan Bayu. Ibarat kucing ada ikan tongkol di depan mata, ya diembat.

"Nah, kalau memang pernah, mungkin itu buat meng-test kehamilan dia Bro," sahut Kevin. 

"Masalahnya selama ini gue pakai kondom. Doi juga minum obat supaya tidak hamil."

Situasi mendadak sunyi sampai kicau burung terdengar dengan jelas. Bayu tenggelam dalam nestapa sementara Kevin berusaha mencerna ucapan barusan.

"Kamu yakin dia hamil?" tanya Kevin.

Bayu mengangguk. "Gue udah browsing, tanda dua garis biru itu hamil, kan? Gue tidak mau nikah sama cewek yang hamil bukan mengandung anak gue. Sumpah gue tidak mau."

"Kamu cinta tidak sama Cecil?"

"Ya cinta, tapi tetap tidak mau. Lo tahu kan, ibu gue menentang hubungan ini. Bagaimana kalau beliau tahu? Ibu sudah tua, bisa spot jantung."

"Yakin tidak mau nikah sama Cecil?"

Bayu mengangguk. "Makannya gue tanya, Cecil cewek yang bagaimana? Hati gue masih belum percaya kalau doi berani selingkuh di belakang--"

"Emang kalau dia tidak selingkuh, tapi diperkosa sampai hamil, kamu mau menikahi?"

Bayu menggeleng.

"Terus ngapain nanya-nanya? Ya sudah tinggal batalkan saja apa susahnya?

"Gue ingin tahu, supaya pikiran gue bisa plong gitu. Tadi malam gue tidak bisa tidur memikirkan masalah ini."

Kevin menghela napas panjang. "Gimana ya, setahuku Cecil cewek elit, tidak mau berhubungan sama orang kasta bawah, jadi kesempatan buat selingkuh minim banget, tapi dari dulu emang matre, mungkin ya ... mungkin sih, yah, dia selingkuh. Cuma sebaiknya tanya langsung ke orangnya--

Bayu menggeleng. "Tidak perlu. Gue sadar doi punya kemampuan buat merayu gue. Kalau gue ngomong langsung, pasti doi berhasil merubah keputusan gue."

"Itu tandanya kamu masih cinta sama dia. Yakin nih tidak mau mencari kebenaran akan masalah ini dulu?"

Bayu menghela napas memandang lepas ke taman penuh tanaman hias hijau. Memang tak adil bagi Cecil jika pernikahan batal sepihak. Lagi pula dia belum tahu apa kontrak dari promotor bisa dibatalkan atau diundur.

"Mungkin gue bakal memundurkan hari pernikahan, sampai semua clear."

"Nah gitu dong, jangan langsung batal. Kalau diundur kan dia tidak rugi, kamu juga tidak rugi. Cuma mengingatkan nih, kamu sudah tanda tangan kontrak, kan? Kalau memang mau batal menikah di tanggal itu, mending beritahu pihak Genrecorps, dari pada jadi masalah di kemudian hari."

Bayu mengusap wajah. "Apa bisa kontrak dirubah?"

"Ya tidak tahu. Kenapa tidak tanya mereka saja? Aku yakin pasti ada jalan keluar untuk masalah ini."

"Ternyata mau menikah tuh ribet, ya."

Kevin menggeleng. "Kamu saja yang membuat semua jadi ribet."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status