Share

7. Kontrak

Beberapa hari berlalu. Aira melesat keluar kelas dengan cara jalan seperti Giant di film Doraemon. Dan seperti Suneo, Mei mengiringi langkahnya.

"Tunggu, Aira Tenang dulu," ujar Mei. "Jangan gegabah. Apa buktinya kalau Bayu yang mencuri uang tabungan?"

"Kalau bukan dia, pasti fans yang dia suruh."

" Ra, nanti kalau kamu main labrak, malah kena getahnya. Kamu bisa dilaporkan ke polisi karena melakukan tindakan tidak mengenakkan, juga pencemaran nama baik."

"Apa yang mau dicemarkan? Lah nama dia memang tidak baik."

Aira tahu Mei fans si youtuber kampret. Ucapannya demi kebaikan sang idola. Namun, jika dipikir lagi memang dia belum mempunyai bukti.

Langkah mereka terpaku, melihat Bayu dan Kevin sedang bersantai di gazebo. Dengan gemas Aira beranjak menuju ke sana. Mei berusaha menarik tangannya, tapi gagal. Tenaga Aira terlampau kuat. Gadis Tionghoa itu malah terseret seperti kerbau. 

"Youtuber kurang kerjaan!" keluh Aira, menggebrak meja gazebo. "Maumu apa?"

"Wah, sepertinya ada yang rindu, bro," goda Kevin sambil menyikut lengan Bayu.

Bayu berdiri, menarik Kevin maju ke depan. "Lo aja yang ngomong."

Kedua pemuda saling bisik dan tarik, hingga Kevin pasrah, berdeham lalu bicara, "Nona Plak. Kami mau berbagi rejeki."

"Rejeki apaan? Kembalikan uangku!" Sentak Aira, sambil menadahkan tangan. "Atau aku lapor ke polisi biar kalian ditangkap!"

Istigfar," sela Mei, mengelus dada Aira. "Jangan teriak nanti viral lagi."

Kevin sadar di sekitar mulai banyak orang berkumpul. "Nona Plak, kita diskusi di tempat lain, mau?"

"Lo mau duit, kan?" sahut Bayu. "Kalau mau, ayo buruan." Ia pergi menyeret kerah kemeja Kevin menuju lahan parkir di samping gedung sekolah.

Aira dan Mei bertukar pandang bingung. Keberanian Aira padam. Dia tidak mengenal Bayu. Bagaimana kalau dia mau memperkosa? 

"Mei, gimana nih?" bisik Aira.

"Kamu tanya aku, terus aku tanya siapa?"

" Lo berdua ngapain di sana? Mau duit tidak?" teriak Bayu, melambai-lambai. 

"Iya mau!" teriak Aira, menggandeng tangan Mei pergi mengambil kendaraan mereka. Uang, siapa yang tidak mau?

Motor butut Aira dan motor-matik Mei mencoba mengikuti mobil mewah Bayu. Mereka sampai di sebuah kafe bernama Rainfall. 

Bapaknya Kevin yang punya kafe. Dari depan, Kafe nampak seperti gedung biasa, tapi ketika masuk seperti hutan cherry. Puluhan pohon cherry tumbuh tertata rapi. Ada banyak gazebo bambu berdiri di sekitar hutan buatan, tapi satu gazebo spesial berdiri di tengah hutan dan kesana tujuan mereka.

"Gue pergi dulu. Lo semua ke sana aja duluan," perintah Bayu, memisahkan diri dari rombongan. 

Di gazebo spesial, banyak minuman kaleng juga camilan berjajar di meja. Aira duduk lesehan bersila kaki di atas kursi kayu memandang sekitar. Begitu sejuk udara di sini, tenang jauh dari hiruk pikuk pengunjung, hingga terdengar cuitan burung-burung kecil di sekitar. Mei sendiri asik memakan buah cherry bersama Kevin. Keduanya bercanda memetik buah langsung dari pohon. Sementara Bayu belum kelihatan.

"Mei, Vin, si Kampret mana?"

"Cie kangen," goda Kevin. Paham jika menggoda Aira saat ini hanya bakal memperkeruh keadaan, dia menjawab, "Sedang mengurus cek. Sebentar lagi--nah, itu dia datang." 

Kevin dan Mei bergegas menuju gazebo. Sekarang mereka berempat duduk lesehan berhadapan. Hanya sebuah meja kayu bundar menjadi pemisah mereka. 

"Aku minta ganti rugi. Fans-mu membobol rekening tabungan aku," ujar Aira, membuka diskusi.

"Lo jangan asal menuduh--"

"Lima puluh juta. Mana sini, tabungan aku segitu. Kalau tidak mau ganti, aku lapor polisi."

"Punya bukti tidak?" tanya Bayu. "Main tuduh aja."

"Tidak perlu bukti, karena semua ini--"

"Sudah-sudah," sela Kevin, sambil memakan kacang sukro bundar putih gurih. "Kita ke sini mau berunding masalah uang."

Bayu cengar-cengir. Duduknya maju mendekati meja. "Lima puluh juta? Kecil. Gue kasih seratus juta, asal lo mau tanda tangan." Dia mendorong secarik kertas dan pena ke atas meja mendekati Aira. 

"Apaan nih?" Aira membaca kertas tersebut. Mei yang penasaran pindah duduk ke sebelah Aira ikut membaca dengan seksama.

"Haiya, nikah?" tanya Mei, memandang Bayu sambil menaikturunkan kaca mata. 

"Selain duit seratus juta, gue biayai uang kuliah dan biaya hidup lo selama jadi istri gue. Lo juga bakal tinggal di rumah mewah. Plus, gue kasih uang jajan bulanan dua juta rupiah. Lo harus menuruti gue. Gimana, total tuh seratus lima puluh jutaan lebih. Lo mau tidak?" Dengan gaya Bayu menarik-narik kerah pakaiannya.

"Aira menikah sama kamu?" tanya Mei lalu tertawa ala Nadine duta sampo Pantene. "Lah, kenapa harus Aira, sama aku aja Bayu! Sumpah, tidak usah dibayar juga mau."

Aira memandang lekat-lekat muka Bayu, lalu menyeringai. "Kenapa harus aku?"

Kevin menjawab, "Karena kamu manis--"

Bayu menyela, "Karena lo tidak bakal bisa jatuh hati sama orang yang lo benci. Lagi pula lo butuh duit, kan?"

Mendengar ucapan Bayu, Aira menggeleng. "Ogah, nanti kamu minta macam-macam lagi."

Mata Bayu berputar. "Gue minta apa coba? Yang gue minta cuma di depan kamera lo harus bertingkah manis, menuruti perintah gue, mengerti?"

Aira menimbang-nimbang tawaran Bayu. Uang seratus juta, dia tak pernah memegang uang sebanyak itu. Terlebih gosipnya Bayu orang kaya. Hidup di rumah mewah, semua kebutuhan dicukupi, hidup di sana, bukankah itu mimpi yang menjadi nyata? Hanya ada satu ganjalan. Apa arti menuruti perintah di depan kamera? Bagaimana kalau dia menyuruh membuat adegan bokep?

"No seks," ujar Aira.

Bayu menggeleng. "Seks? Kalau lo mau ya tidak papa sih, gue siap--"

"No seks!"                            

"Ok no seks, no seks puas? Tidak usah teriak juga!" Keluh Bayu. Ia menyengir sendiri menanti Aira menandatangani kontrak. "Lumayan, kan, nikah kontrak sama gue, setahun lo bisa hidup enak." 

Aira mengamati Bayu yang semakin sering tersenyum sendiri, lalu membaca sekali lagi pasal-pasal dalam surat perjanjian. Ia mencoret kalimat 'menurut', menulis kalimat no seks.

Kevin berdeham, lalu bicara, "Untuk perjanjian lain atau jika ingin ada perubahan bisa dibicarakan dengan norma kekeluargaan. Hal ini harus dirahasiakan dari siapapun juga. Cuma kita berempat yang tahu, paham?"

Aira mengangguk setuju. Sekarang dia paham kenapa Bayu dan Kevin mengajak mereka pergi jauh dari keramaian. Dia mengambil pena, hendak menandatangani surat itu. Tetapi bagian tajam pena berhenti sebelum menyentuh kertas.

"Aira, kamu yakin?" bisik Mei sambil mengamati wajah Kevin dan Bayu bergantian. Duduknya sangat dekat dengan Aira.

"No seks, kan? Dari pada melapor polisi tentang kasus hilangnya uang, malah bisa gede masalah. Kalau bapak sampai tahu uang tabungan aku hilang, beliau juga bakal marah."

"Ya sudah tanda tangani aja. Nanti bagi duit--"

"Enak saja bagi, sana nikah kontrak sama Kevin."

Aira menandatangani kontrak, lalu Bayu melakukan hal yang sama. Keduanya berjabat tangan di depan dua saksi, Mei dan Kevin. Aira pergi dari sana bersama Mei. Sesekali ia menoleh ke belakang, mendapati Bayu sedang bicara dengan Kevin.

"Wah, tidak sangka, ya," bisik Mei. "Kemarin kalian mau saling bunuh tapi sekarang malah tanda tangan kontrak begituan."

"Mei, apa yang kulakukan ini bener?"

"Bener kok, bener banget. Eh, siapa tahu nanti pas sudah nikah, kamu bunting, bisa selamanya jadi istri Bayu. Punya suami ganteng, kaya, aktor, mimpi jadi kenyataan."

Aira melangkah cepat, meninggalkan Mei yang mulai hanyut dalam khayalan. Itu juga yang dia takutkan. Bagaimana jika terjadi sesuatu yang tak direncanakan, dan dia hamil. Apa Bayu mau tanggung jawab. 

"Harus mau, kalau tidak mau ... aku potong tititnya sampai habis, lalu aku lempar untuk makanan guguk." 

"Ih, Aira! Kok aku ditinggal?" Mei kembali melangkah di samping Aira. "Untuk pesta pernikahan, kamu mau mengundang siapa? Terus bapak kamu bagaimana?"

Langkah Aira terhenti. Ia benar-benar lupa dengan ijin dari bapak. Buru-buru dia menghampiri gazebo menggebrak meja di sana.

"Batal! Batal! Aku tidak mau nikah sama kamu!"

"Enak aja batal! Lo udah tandatangan tadi, mana bisa batal!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Teman pencerita
Mei ngeselin lama2 😂😂
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status