Share

4. Kencan?

Penulis: Sha Quenna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-25 16:48:58

Zira duduk terpaku, menatap Aidan yang kini sangat dekat. Bahkan, aroma khas tubuh pria itu menyeruak hingga ke inderanya. Jantung Zira bertabuhan seperti genderang yang memukul-mukul di dalam dada. Ia menyilangkan kedua tangan menutup dada saat Aidan mendekatkan wajahnya.

"Kamu mau apa?" tanya Zira, nada suaranya mengandung kecemasan.

Aidan tertawa kecil, menyentil dahinya dengan lembut. Ia lalu duduk di samping Zira dengan ekspresi yang lebih serius. "Zi, aku tahu kamu membenciku. Tapi, film ini juga penting buatku. Aku sangat berharap kita bisa bekerja sama dengan baik," ucapnya penuh harap.

Zira mengendurkan pengawasannya, melepas tangan dari dada. "Jika kamu takut filmmu hancur gara-gara aku, batalkan saja perjanjian itu."

Aidan menghela napas. Menoleh dan menatap lembut mata Zira lalu berkata, "kamu benar-benar tidak ingin main di filmku?"

Zira terdiam, berpikir kalimat terbaik yang harus ia ucapkan. Dalam hatinya ia mengakui kehebatan Aidan. Ia juga sering mendengar pujian dari sutradara Liam atas kinerja Aidan. Namun, ia juga memiliki kekhawatiran sendiri akan masa lalu mereka.

"Aku memang biasa akting depan kamera, tapi hanya sebagai stuntwoman tanpa dialog. Sejujurnya, aku takut tidak bisa memenuhi ekspektasi kalian," ucap Zira pelan.

Aidan terkekeh pelan, ada sedikit kehangatan dalam tawanya. "Sejak kapan kamu menjadi seorang yang pesimis?" tanyanya, seolah mengejek tapi juga mencoba menyemangati.

Zira berdecak kesal, menyesal mengakui kelemahannya di depan pria yang memiliki bahu lebar itu.

Aidan berkata kembali dengan lembut tapi tegas, "Jerry dan Braga bukanlah orang yang sembarangan dalam memilih pemain."

"Bagaimana denganmu?" tanya Zira dengan sorot mata tajam.

"Aku percaya dengan pilihan mereka," jawab Aidan tanpa ragu. Ia kemudian berdiri, mengambil kopernya, dan melangkah keluar kamar.

"Kamu tidak pernah percaya padaku," gumam Zira saat Aidan sudah menghilang di balik pintu.

***

Di luar kamar, Aidan terkejut mendapati Genji berdiri di depan pintu. Matanya menyipit, menatap Genji penuh arti.

"Kurangi kebiasaan mengupingmu itu," ucap Aidan pelan tapi tegas.

Genji salah tingkah, menggaruk tengkuknya. "Bang Aidan mau ke mana bawa koper?"

"Taruh koperku di kamarmu," ucap Aidan lalu berjalan menuju kamar Genji di lantai satu.

"Hah?" Genji melongo lalu berjalan mengikuti Aidan yang sudah sampai tangga. "Bang, ranjangku kecil. Mau tidur di mana?"

Aidan berhenti, menoleh ke arah Genji dengan senyum tersembunyi. "Pantaskah pemilik rumah tidur di lantai?" Lalu lanjut berjalan lagi.

"Ah, sial!" Genji menggerutu, menggaruk kepalanya lalu mengambil ponsel di saku. Mengirimkan sebuah pesan yang berbunyi, "misi gagal."

***

Pagi menjelang siang, suasana rumah dua lantai dengan cat warna hijau itu sudah berisik. Zira menyalakan musik cukup keras, kebiasaan yang ia lakukan ketika selesai mandi. Setelah merasa penampilannya sempurna, ia pun berjalan penuh percaya diri keluar kamar.

Saat tiba di ruang tengah, ia melihat adiknya sedang menonton TV. "Kamu gak kuliah?"

“Tinggal skripsi. Nanti sore aku ada part time,” jawab Genji tanpa menoleh.

"Sudah 23 tahun belum lulus juga. Mau jadi mahasiswa abadi?" ledek Zira sambil mengganti sandal rumah dengan sepatu.

Genji berdecak akhirnya menoleh ke sang kakak. "Ini juga lagi diusahakan. Santai saja, tahun ini pasti lulus."

"Bagus deh, Kakak suka optimismu," ucap Zira tersenyum. "Aku pergi dulu."

“Cantik amat, mau ke mana?” tanya Genji penasaran.

Zira mengibaskan rambut dengan dramatis. "Kencan dong."

“Kencan sama siapa? Wah, Mama harus tahu ini," kata Genji sedikit mengancam.

“Dasar tukang ngadu!” Zira menanggapi dengan kesal dan berjalan keluar. Namun, sebelum pintu tertutup, ia berbalik lagi. “Aidan pergi?”

“Kayaknya sih, Bang Aidan pergi kencan juga. Dia sering ketemu cewek di luar,” Genji menanggapi santai.

Zira mendengus kesal. “Dasar playboy,” gumamnya, sebelum menutup pintu dengan sedikit keras.

***

Saat tiba di halte, Zira melihat Braga yang sudah menunggunya di parkiran kafe. Ia tersenyum manis dan berjalan ke arah pria dengan setelan kemeja slim fit itu.

“Sudah lama nunggu?” tanya Zira lembut.

"Baru sampai juga. Ayo, masuk!" ajak Braga. Mereka berjalan berdampingan memasuki kafe.

Saat mereka akan menuju lantai 2 kafe, tanpa sengaja Zira melihat Aidan sedang duduk dengan seorang wanita. Ia pun berhenti sebentar, menatap ke arah Aidan yang tengah tertawa lebar. Perasaan aneh menyusup di hatinya. Ia merasakan nyeri yang tak terjelaskan.

"Aidan memang selalu menjadi bunga untuk para wanita," ucap Braga ikut menatap ke arah pandang Zira.

"Siapa wanita itu?" tanya Zira berusaha tetap tenang.

“Soraya, model sekaligus aktris. Dia juga pemeran di film 'Dua Wajah' ,” jawab Braga. “Mau gabung?”

Zira menolak halus, merasa tak nyaman.

Mereka pun melanjutkan langkah menuju lantai 2 kafe. Duduk di teras luar sambil menikmati angin pantai.

"Pemandangan di sini bagus juga," puji Zira menikmati terpaan angin sore.

"Makanan di sini juga enak," balas Braga memuji.

Seorang pelayan datang membawakan menu. Zira membiarkan Braga memesankan untuknya karena ia tidak tahu menu mana yang enak.

"Zizi, sebenarnya aku masih berharap kamu mau memerankan Reina. Lala memang bagus, tapi kepribadiannya sangat merepotkan," kata Braga penuh pengharapan.

"Aku tidak ingin dikenal sebagai perebut peran. Selain itu, aku tidak yakin mampu memainkan peran Reina. Dia gadis yang polos, lembut, tapi penuh gairah. Sangat berkebalikan denganku," balas Zira to the point. Ia melihat kekecewaan di wajah Braga. "Tapi, aku tetap bersedia menjadi stuntwoman Reina. Dengan catatan untuk adegan aksinya saja."

"Bahkan syuting belum dimulai pun kamu sudah menjiwai peran Alexa," kata Braga dengan senyum kagum.

Zira tertawa kecil, "antagonis memang lebih cocok untukku."

Mereka tertawa menikmati makan siang bersama. Selepas makan siang, Braga mengantar Zira pulang.

"Terima kasih makan siangnya, Braga. Hati-hati di jalan," ucap Zira setelah turun dari mobil.

Braga mengangguk lalu kembali melajukan mobilnya. Ia tersenyum kecil sambil melihat spion yang masih menampakkan siluet Zira. "Wanita yang menarik."

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kontrak 2M Sang Mantan   31. Bagaimana jika mereka bertemu?

    Zira menghela napas panjang, merebahkan tubuhnya di atas ranjang queen size. Sambil memandang langit kamar, ia pun berpikir akan pertanyaan Remi.Ia sadar betul kalau pria itu akan senang mengetahui jika hubungannya dengan Aidan sudah mulai membaik. Namun, bagaimana jika kedua pria itu bertemu? Akankah tetap baik-baik saja?Letih yang menyergap perlahan mengalihkan beban pikiran wanita itu. Matanya semakin redup dan mimpi pun datang menyambut.Dalam tidurnya, ia melihat seorang anak kecil tersenyum padanya. Ia pun menghampiri anak tersebut, tapi ketika tangannya hendak meraih pundak si anak kecil, tiba-tiba senyum itu menghilang bersamaan dengan fakta ia hanya sendirian di taman bunga itu.Tanpa sadar, air mata menetes dari sudut matanya. Ia merasakan luka dan perih yang teramat sangat. Saat itulah, matanya kembali terbuka. Zira menangis sendirian dalam kamar. Terakhir kali ia memimpikan anak kecil itu 2 tahun lalu, dan sekarang mimpi itu kembali hadir."Eden," gumamnya penuh kesedih

  • Kontrak 2M Sang Mantan   30. Akan ada kejutan?

    Sudah 3 minggu, Zira beserta tim film melakukan syuting di Surabaya. Hari ini mereka akan pindah lokasi ke Bali. Rombongan kru film memilih menggunakan bus dan kapal penyeberangan, sedangkan para artis ada yang memilih naik pesawat. Zira sendiri memilih naik kapal bersama kru, meskipun harus berlama-lama duduk di mobil saat menuju pelabuhan Ketapang. Ia ingin merasakan semilir angin laut.Zira berjalan perlahan menaiki tangga menuju bagian atas kapal. Ia tersenyum tipis saat tiba di anak tangga terakhir. Dilihatnya Aidan sedang berdiri di salah satu sisi kapal sambil memejamkan mata. Ia pun perlahan mendekati pria tersebut."Tidak istirahat?"Zira terkejut lalu terkekeh pelan, "bagaimana kamu tahu?"Aidan membuka mata, menoleh dengan senyum lembut. "Aku hafal aromamu," ucapnya menggoda."Sekarang, kamu pandai menggoda orang ya."Sang sutradara tersenyum, merapikan anak rambut wanitanya yang terurai. Menatap mata Zira dengan penuh kasih sayang. Rasa rindu yang mendalam, suasana yang me

  • Kontrak 2M Sang Mantan   29. Kehebohan di tempat syuting

    Suara baku hantam di gedung tua membahana, menciptakan suasana yang mencekam di tengah malam. Dengan napas terengah-engahnya, seorang perempuan berlari menghindar dari kejaran anak buah Demon. Desingan peluru menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah sumber suara. Di bawah sana, seorang pria muda tergeletak bersimbah darah. Wajah perempuan itu mendadak pucat pasi. Teman klubnya bernasib naas di tangan Demon.Setitik air mata menetes dari sudut matanya. Apakah pria itu yang akan menjadi saudara iparnya kelak? Tidak. Ia harus menyelamatkan Reina. Tangannya mengepal kuat, dengan kecepatan penuh ia kembali berlari hingga suara sang sutradara menghentikan aksinya."Cut!"Aidan tersenyum puas melihat akting Zira dan juga para stuntman. "Kerja bagus semua. Kita istirahat 15 menit."Zira berjalan mendekat ke arah sang sutradara. Duduk di sebelahnya sambil melihat layar monitor."Bagaimana?"Aidan menunjuk layar, "memuaskan. Kamu bisa menyampaikan kemarahan sekaligus takut bersamaan.""Bena

  • Kontrak 2M Sang Mantan   28. Pertemuan yang tidak terduga

    "Mama,"Kompak, Zira dan Aidan memanggil wanita baya di depan mereka."Itu Tante, cewek penggoda, pelakor," ucap Soraya cukup keras dengan senyum culas.Wanita baya itu berjalan mendekat ke arah Zira. Soraya makin tersenyum lebar membayangkan sebuah tamparan mendarat di pipi wanita yang sudah merebut Aidan darinya. Namun, apa yang ia lihat sungguh di luar prediksi, wanita baya itu malah memeluk Zira dengan erat. Mulutnya pun melongo, ingin protes tapi ucapan tegas menghentikannya."Kamu tidak perlu mengantarku lagi, Soraya. Putriku sudah kembali.""Hah," Soraya terhenyak. "I ... ya, Tante." Ia pun kembali ke kamarnya dengan seribu tanya.Sementara itu, Zira menunduk dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Luna, ibunya Aidan dengan cara yang canggung."Mama kangen sama kamu," ucap wanita baya itu dengan lembut.Zira terdiam, bingung harus menjawab seperti apa. Ada perasaan malu dan juga bersalah.Aidan yang menyadari keterkejutan Zira, mendekati sang ibu. "M

  • Kontrak 2M Sang Mantan   27. Akhirnya kembali lagi

    "Hapus photonya!" Genji menatap tajam wanita cantik yang beberapa hari terakhir ini sering membuat masalah dengannya.Lala membalas tatapan Genji dengan tak kalah sengit. Tidak ada ketakutan dari sorot matanya. Mencibir dan mendengus kasar, lalu berkata, "kalau aku tidak mau menghapusnya, kamu mau apa?"Genji mendekatkan wajah ke telinga sang artis, berkata pelan tapi penuh penekanan. "Aku bisa menghancurkan kariermu. Hanya dalam hitungan detik semua orang akan tahu wujud aslimu."Ia kembali menatap sang wanita dengan seringaian sinis. Aura intimidasi menguar dari tubuhnya. "Bagaimana jika orang-orang tahu seorang Camilla Safea, artis dengan julukan peri tak bersayap tega melukai wanita lain karena cemburu?"Lala bergetar, refleks kakinya mundur selangkah. "Kamu bicara apa?"Genji mengeluarkan ponsel, memutar video dan menunjukkan ke wanita itu. "Sudah paham di mana posisimu sekarang?"Sang artis menatap video dengan tubuh bergetar. Ia tidak menyangka ada seseorang yang merekam tindak

  • Kontrak 2M Sang Mantan   26. Menolak dan menerima

    Jam sudah menunjuk angka 9, sudah larut untuk berkeliaran di jalan. Badannya pun terasa sangat lelah, merindukan kasur. Namun, ia tidak bisa mengabaikan undangan makan malam Braga begitu saja. Beruntung kali ini sang adik bersedia menemani tanpa drama. Zira berjalan memasuki restoran mewah dengan langkah ragu. Ia menatap penampilannya yang tidak sesuai dengan kemewahan restoran. Ya, setelah selesai syuting dirinya memang langsung menuju restoran tanpa mengecek lebih dulu seperti apa tempat yang dipilih Braga."Hai!" sapanya saat tiba di tempat duduk sang Produser.Braga tersenyum senang melihat kedatangan wanita yang sudah ditunggunya. "Sulit mencari restorannya? Duduklah."Zira duduk sambil berkata, "aku seperti alien di planet asing.""Santai saja, kamu tetap cantik," ucap Braga merayu dengan senyum lebar.Zira tersenyum canggung, lebih ke merasa mual. Dirinya memang bukan tipe wanita yang suka mendengar pujian fisik.Tidak berselang lama, makanan pun datang. Suasana restoran sudah

  • Kontrak 2M Sang Mantan   25. Apa yang akan dikatakan Braga?

    Zira tertawa mendengar spekulasi yang diutarakan Jerry. Sudah menjadi kewajaran seorang stuntwoman ataupun stuntman terluka selama syuting. Kurangnya koordinasi dengan pemain lain, kesalahan teknis, ataupun human error lainnya.Dirinya bahkan sering melakukan adegan berbahaya seperti melompat dari gedung yang tinggi, menerobos kaca, balapan mobil hingga kecelakaan dan mobil terbakar. Ia tidak merasa curiga sama sekali dengan stuntman lain, karena saat itu dirinya juga menyadari tidak terlalu fokus sehingga terlambat menghindari tendangan lawannya."Ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Jerry dengan wajah bingung."Kamu berlebihan, Jer. Kesalahan itu bisa terjadi kapan dan di mana saja," ungkap Zira."Tapi ... aku pikir ucapan Jerry bisa dijadikan pertimbangan," ucap Aidan menyela. Ia merasa ucapan penulis skenario itu ada benarnya juga."Ayolah, kalian berdua membuat perutku sakit," kata Zira diiringi tawa kecil. Membuatnya mendapat tatapan tajam dari Aidan. Ia segera menutup mulut,

  • Kontrak 2M Sang Mantan   24. Katamu, kehilanganku adalah ketakutan terbesarmu

    Aidan melepas headset, berlari ke arah Zira tanpa memedulikan pandangan kru dan pemain. Kecemasan terlihat jelas di raut wajahnya. "Zizi ...,"Tidak mendapat respon selain suara rintihan, ia bergegas menggendong sang wanita. Berjalan cepat ke arah pintu keluar sambil berteriak, "Genji! Siapkan mobil!"Braga terdiam melihat aksi sang sutradara. Berpikir apakah dirinya sudah kalah? Ia hanya bisa menatap Zira yang berada dalam rengkuhan Aidan."Syuting kita lanjutkan besok," ucap Braga kemudian menenangkan kru yang sedang kebingungan.Jerry mendekatinya, berkata pelan, "aku akan menyusul Aidan."Braga mengangguk, "kabari jika ada apa-apa."Sementara itu, Soraya yang melihat dari jauh menatap penuh amarah sambil mengepalkan tangan. "Dia berani mengambil Aidan dariku?"***Genji mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Melihat darah menetes dari kening sang kakak, membuatnya takut sekaligus khawatir. Bagaimana pun juga hanya Zira satu-satunya saudara yang dia

  • Kontrak 2M Sang Mantan   23. Aku tidak butuh sponsor

    Braga berjalan penuh percaya diri memasuki rumah, tempat syuting film kali ini. Postur tubuh yang tegap, kemeja abu slim fit dibalut jas hitam memancarkan pesona pria mapan, bahu yang lebar mampu membuat para wanita ingin bersandar. Lala tersenyum dengan mata berbinar cerah melihat kedatangan pria matang itu. Ia pun berdiri ingin menyambutnya, tapi sedetik kemudian senyum itu luntur. Tangannya terkepal erat menatap Braga yang malah mendekati Zira. "Aku bilang apa. Digigit anjing yang ditolong itu menyakitkan, bukan?" Lala menoleh kaget tiba-tiba mendengar ocehan Soraya yang entah kapan sudah berdiri di sampingnya. Ia hanya melirik kesal lalu meninggalkan wanita itu sendiri. "Zira ...," gumam Soraya. "Dasar penggoda murahan." Tatapannya tajam penuh iri ke arah Zira yang sedang berbicara dengan Braga. *** Sementara itu, Jerry yang merasa kasihan dengan Aidan berusaha mengganggu usaha Braga. Sambil membawa segelas kopi, ia berjalan ke arah Zira dan Braga. "Kopi," ucap Jerry

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status