Beranda / Romansa / Kontrak 2M Sang Mantan / 6. Selalu Ada Alasan Bersamamu

Share

6. Selalu Ada Alasan Bersamamu

Penulis: Sha Quenna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-23 14:14:41

Zira tersenyum lebar ketika tiba di taman parkour. "Wow!" Matanya berbinar-binar melihat beberapa orang melompat dan berlari dari satu rintangan ke rintangan lainnya, tubuh mereka seolah melayang di udara.

"Look!" David menunjuk satu rintangan di mana ada sebuah bangunan yang lebih tinggi dibanding lainnya. "Aku belum pernah melihat ada yang bisa menaklukan itu dengan sempurna."

Merasa tertantang, Zira menyeringai kecil. "Mari kita lihat, apa aku bisa melakukannya?" Ia pun memasuki area dalam parkour berbaur dengan pengunjung lain.

Tubuhnya melesat dari satu bangunan ke bangunan lain dengan gesit, Ia mencengkeram kuat tiang-tiang yang menghalangi, lalu menjejak lantai tanpa ragu. Ia menambah kecepatannya saat mendekati bangunan tertinggi. Sekali lompat, ia berhasil mencapai puncak dengan gerakan yang mulus dan presisi. Tanpa kehilangan keseimbangan, ia pun mendarat sempurna di lantai.

Semua pengunjung terpesona dengan penampilan Zira, mereka bertepuk tangan meriah. Begitu juga dengan David yang mengambil video permainan Zira dan membagikannya ke medsos.

David memberikan sebotol air mineral ke Zira sambil berkata, "menakjubkan. Bagaimana kamu bisa melakukannya?"

Zira mengambil botol itu, meneguknya sambil tertawa kecil. "Rahasia," balasnya sambil mengedipkan mata. "Tapi intinya... tinggal percaya diri dan lompat."

David tertawa sambil menggeleng. "Aku juga nggak mau kalah darimu." Dengan semangat, mereka berdua mulai melakukan tantangan parkour bersama.

***

Zira bersiul pelan saat memasuki rumah. Ia mengganti sepatu dengan sandal rumah. Ketika hendak meletakkan sepatu ke rak, suara keras Aidan mengagetkannya.

"Dari mana? Jam segini baru pulang." Aidan berdiri di ambang pintu ruang tamu, suaranya dingin.

Zira melihat jam tangannya sendiri, mengernyit. "Baru jam 8."

"Kamu itu seorang wanita tetap saja tidak baik keluar sendiri," kata Aidan penuh penekanan.

Zira mendesah panjang, berjalan melewati Aidan lalu duduk di sofa ruang tengah. Sambil meletakkan tas ransel kecilnya, ia berkata, "aku tidak keluar sendiri. Lagipula, aku bukanlah anak kecil yang harus diberikan jam malam."

Aidan ikut duduk di samping Zira, menatap tajam ke mata wanita berparas cantik itu. "Aku tidak mau ada skandal antar pemainku!"

Zira mengerutkan alisnya, merasa bingung. "Apa maksudmu?"

Tanpa bicara, Aidan menyodorkan ponselnya ke Zira. Di layar tampak video parkour yang diunggah David.

Zira menatap layar ponsel itu dan tersenyum senang. "Dilihat dari sudut manapun, aku memang terlihat mengagumkan," ucapnya narsis diiringi tawa kecil. Ia mengambil ponselnya sendiri dari dalam tas, mengetikkan nama akun David sambil melihat ponsel Aidan.

"Zizi, aku serius!" Aidan memperingatkan.

Zira berkata santai sambil mengembalikan ponsel Aidan ke meja. "Kenapa? Tidak ada yang aneh di sini. Komentarnya semua positif." Ia berdiri, menenteng tasnya.

"Mau ke mana?" tanya Aidan lebih keras.

Zira mendesah kesal, "mau mandi pun harus laporan padamu?" Ia berjalan kembali. "Aneh banget," gumamnya.

Aidan menggelengkan kepala seraya menatap Zira yang semakin menjauh.

***

Menjelang tidur, Zira duduk di depan cermin, mengoleskan krim malam sambil mendengarkan musik. Sedang asyik-asyiknya menirukan suara penyanyi, mendadak lagunya berubah menjadi dering telpon.

Zira berdecak, melihat nomor telpon asing di ponselnya. "Siapa telpon malam-malam?" Ia pun menggulir tombol terima.

"Dengan saudara Zira Ceisya?"

Zira mengernyit, berpikir siapa yang memanggillnya dengan panggilan seformal itu. Dia baru tiba di Indonesia, mana mungkin operator pinjol menelponnya.

"Iya, saya sendiri," jawab Zira singkat.

"Kami dari kantor kepolisian. Apa anda mengenal saudara Genjiro Akarsana? Sekarang beliau sedang berada di kantor."

"Hah?" pekik Zira terkejut. "Ngapain Genji di kantor polisi? Anda jangan menipu saya, ya Pak."

"Sebaiknya Anda segera datang ke Kantor Polisi sekarang untuk kejelasan informasi. Terima kasih."

Zira terdiam, berpikir sejenak sebelum akhirnya mengambil jaket lalu turun ke lantai bawah masih dengan bando kelincinya. Sampai di depan pintu kamar Genji, ia menggedornya dengan keras.

"Ada apa gedor-gedor?" tanya Aidan dengan suara serak seperti baru bangun tidur.

"Genji mana?" tanya Zira.

Aidan meraup wajah, mengumpulkan kesadaran, membuka pintu lebih lebar. "Dia belum pulang," jawabnya pelan.

"Jangan-jangan benar lagi dia di kantor polisi," tukas Zira dengan nada khawatir. "Antar aku ke kantor polisi sekarang!"

Aidan terkejut tapi dengan sigap ia mengambil hoodie di gantungan baju lalu keluar kamar menyusul Zira yang sudah membuka pintu rumah.

Mereka menuju kantor polisi dengan mobil Aidan. Setelah 30 menit perjalanan, mereka pun sampai. Zira bergegas turun ketika Aidan berhenti di tempat parkir. Ia berjalan cepat ke dalam kantor sambil mencari keberadaan sang adik.

Saat melihat adiknya duduk di depan petugas, ia pun mendekati mereka. Tidak berselang lama, Aidan juga sudah berada di belakang mereka.

"Ada apa ini, Pak?" tanya Zira dengan nada cemas sekaligus bingung.

"Saudara Genjiro dilaporkan telah berselingkuh dengan istri Bapak Tukiman," jelas petugas singkat.

"Hah!?" Zira melongo tidak percaya dengan penjelasan petugas. Ia pun menoleh ke arah adiknya.

Genji menghela napas panjang. "Aku cuma ambil orderan ojol, Kak. Pas nyampe rumahnya Pak Tukiman, ibu Rudiah naik ke mobil. Tiba-tiba suaminya datang, langsung narik aku keluar dan mukul!" Genji menunjuk wajahnya yang memar, "Lihat ini! Aku enggak tahu apa-apa, tapi dituduh jadi selingkuhannya."

Zira menahan tawa mendengar cerita sang adik. Ia kembali menoleh ke petugas. "Jadi, sudah jelas kalau hanya salah paham ya, Pak?"

"Iya, Bu. Bapak Tukiman dan istrinya juga sudah meminta maaf ke saudara Genjiro. Tapi, adik Anda menuntut ganti rugi atas tindakan anarkis Pak Tukiman," terang petugas Polisi.

Zira menoleh ke adiknya lagi, mengamati luka memar di wajah Genji. "Saya juga tidak terima adik saya dipukul sampai seperti ini, Pak. Permintaan maaf saja tidak cukup. Memangnya berobat tidak butuh biaya?" cerocosnya membela sang adik.

Pak Tukiman mendesah, wajahnya penuh rasa bersalah. "Maaf, Mbak, saya khilaf. Tapi saya benar-benar enggak punya uang."

"Enak aja, coba Pak Polisi cek ATM bapak ini," jawab Zira tegas. Ia menatap kesal ke arah Tukiman. "Atau bapak mau masuk penjara?"

Tukiman menghela napas, melirik ke istri yang duduk di sebelahnya. Ia pun mengeluarkan dompet lalu menyerahkan beberapa lembar merah kepada petugas Polisi sesuai dengan permintaan Genji.

Genjiro tersenyum puas menerima uang ganti rugi untuk luka di wajahnya. Setelah bersalaman dengan petugas, Genji pun keluar kantor polisi bersamaan dengan sang kakak dan Aidan.

"Bagi sini!" pinta Zira ketus sambil mengulurkan tangan. "Bukannya langsung pulang malah ngojek dulu."

"Kan, cari tambahan uang buat ganti punya Kakak," bela Genji.

Zira mengangkat tangannya hendak memukul sang adik, tapi dihadang oleh Aidan yang sigap memegang tangan Zira.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kontrak 2M Sang Mantan   31. Bagaimana jika mereka bertemu?

    Zira menghela napas panjang, merebahkan tubuhnya di atas ranjang queen size. Sambil memandang langit kamar, ia pun berpikir akan pertanyaan Remi.Ia sadar betul kalau pria itu akan senang mengetahui jika hubungannya dengan Aidan sudah mulai membaik. Namun, bagaimana jika kedua pria itu bertemu? Akankah tetap baik-baik saja?Letih yang menyergap perlahan mengalihkan beban pikiran wanita itu. Matanya semakin redup dan mimpi pun datang menyambut.Dalam tidurnya, ia melihat seorang anak kecil tersenyum padanya. Ia pun menghampiri anak tersebut, tapi ketika tangannya hendak meraih pundak si anak kecil, tiba-tiba senyum itu menghilang bersamaan dengan fakta ia hanya sendirian di taman bunga itu.Tanpa sadar, air mata menetes dari sudut matanya. Ia merasakan luka dan perih yang teramat sangat. Saat itulah, matanya kembali terbuka. Zira menangis sendirian dalam kamar. Terakhir kali ia memimpikan anak kecil itu 2 tahun lalu, dan sekarang mimpi itu kembali hadir."Eden," gumamnya penuh kesedih

  • Kontrak 2M Sang Mantan   30. Akan ada kejutan?

    Sudah 3 minggu, Zira beserta tim film melakukan syuting di Surabaya. Hari ini mereka akan pindah lokasi ke Bali. Rombongan kru film memilih menggunakan bus dan kapal penyeberangan, sedangkan para artis ada yang memilih naik pesawat. Zira sendiri memilih naik kapal bersama kru, meskipun harus berlama-lama duduk di mobil saat menuju pelabuhan Ketapang. Ia ingin merasakan semilir angin laut.Zira berjalan perlahan menaiki tangga menuju bagian atas kapal. Ia tersenyum tipis saat tiba di anak tangga terakhir. Dilihatnya Aidan sedang berdiri di salah satu sisi kapal sambil memejamkan mata. Ia pun perlahan mendekati pria tersebut."Tidak istirahat?"Zira terkejut lalu terkekeh pelan, "bagaimana kamu tahu?"Aidan membuka mata, menoleh dengan senyum lembut. "Aku hafal aromamu," ucapnya menggoda."Sekarang, kamu pandai menggoda orang ya."Sang sutradara tersenyum, merapikan anak rambut wanitanya yang terurai. Menatap mata Zira dengan penuh kasih sayang. Rasa rindu yang mendalam, suasana yang me

  • Kontrak 2M Sang Mantan   29. Kehebohan di tempat syuting

    Suara baku hantam di gedung tua membahana, menciptakan suasana yang mencekam di tengah malam. Dengan napas terengah-engahnya, seorang perempuan berlari menghindar dari kejaran anak buah Demon. Desingan peluru menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah sumber suara. Di bawah sana, seorang pria muda tergeletak bersimbah darah. Wajah perempuan itu mendadak pucat pasi. Teman klubnya bernasib naas di tangan Demon.Setitik air mata menetes dari sudut matanya. Apakah pria itu yang akan menjadi saudara iparnya kelak? Tidak. Ia harus menyelamatkan Reina. Tangannya mengepal kuat, dengan kecepatan penuh ia kembali berlari hingga suara sang sutradara menghentikan aksinya."Cut!"Aidan tersenyum puas melihat akting Zira dan juga para stuntman. "Kerja bagus semua. Kita istirahat 15 menit."Zira berjalan mendekat ke arah sang sutradara. Duduk di sebelahnya sambil melihat layar monitor."Bagaimana?"Aidan menunjuk layar, "memuaskan. Kamu bisa menyampaikan kemarahan sekaligus takut bersamaan.""Bena

  • Kontrak 2M Sang Mantan   28. Pertemuan yang tidak terduga

    "Mama,"Kompak, Zira dan Aidan memanggil wanita baya di depan mereka."Itu Tante, cewek penggoda, pelakor," ucap Soraya cukup keras dengan senyum culas.Wanita baya itu berjalan mendekat ke arah Zira. Soraya makin tersenyum lebar membayangkan sebuah tamparan mendarat di pipi wanita yang sudah merebut Aidan darinya. Namun, apa yang ia lihat sungguh di luar prediksi, wanita baya itu malah memeluk Zira dengan erat. Mulutnya pun melongo, ingin protes tapi ucapan tegas menghentikannya."Kamu tidak perlu mengantarku lagi, Soraya. Putriku sudah kembali.""Hah," Soraya terhenyak. "I ... ya, Tante." Ia pun kembali ke kamarnya dengan seribu tanya.Sementara itu, Zira menunduk dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Luna, ibunya Aidan dengan cara yang canggung."Mama kangen sama kamu," ucap wanita baya itu dengan lembut.Zira terdiam, bingung harus menjawab seperti apa. Ada perasaan malu dan juga bersalah.Aidan yang menyadari keterkejutan Zira, mendekati sang ibu. "M

  • Kontrak 2M Sang Mantan   27. Akhirnya kembali lagi

    "Hapus photonya!" Genji menatap tajam wanita cantik yang beberapa hari terakhir ini sering membuat masalah dengannya.Lala membalas tatapan Genji dengan tak kalah sengit. Tidak ada ketakutan dari sorot matanya. Mencibir dan mendengus kasar, lalu berkata, "kalau aku tidak mau menghapusnya, kamu mau apa?"Genji mendekatkan wajah ke telinga sang artis, berkata pelan tapi penuh penekanan. "Aku bisa menghancurkan kariermu. Hanya dalam hitungan detik semua orang akan tahu wujud aslimu."Ia kembali menatap sang wanita dengan seringaian sinis. Aura intimidasi menguar dari tubuhnya. "Bagaimana jika orang-orang tahu seorang Camilla Safea, artis dengan julukan peri tak bersayap tega melukai wanita lain karena cemburu?"Lala bergetar, refleks kakinya mundur selangkah. "Kamu bicara apa?"Genji mengeluarkan ponsel, memutar video dan menunjukkan ke wanita itu. "Sudah paham di mana posisimu sekarang?"Sang artis menatap video dengan tubuh bergetar. Ia tidak menyangka ada seseorang yang merekam tindak

  • Kontrak 2M Sang Mantan   26. Menolak dan menerima

    Jam sudah menunjuk angka 9, sudah larut untuk berkeliaran di jalan. Badannya pun terasa sangat lelah, merindukan kasur. Namun, ia tidak bisa mengabaikan undangan makan malam Braga begitu saja. Beruntung kali ini sang adik bersedia menemani tanpa drama. Zira berjalan memasuki restoran mewah dengan langkah ragu. Ia menatap penampilannya yang tidak sesuai dengan kemewahan restoran. Ya, setelah selesai syuting dirinya memang langsung menuju restoran tanpa mengecek lebih dulu seperti apa tempat yang dipilih Braga."Hai!" sapanya saat tiba di tempat duduk sang Produser.Braga tersenyum senang melihat kedatangan wanita yang sudah ditunggunya. "Sulit mencari restorannya? Duduklah."Zira duduk sambil berkata, "aku seperti alien di planet asing.""Santai saja, kamu tetap cantik," ucap Braga merayu dengan senyum lebar.Zira tersenyum canggung, lebih ke merasa mual. Dirinya memang bukan tipe wanita yang suka mendengar pujian fisik.Tidak berselang lama, makanan pun datang. Suasana restoran sudah

  • Kontrak 2M Sang Mantan   25. Apa yang akan dikatakan Braga?

    Zira tertawa mendengar spekulasi yang diutarakan Jerry. Sudah menjadi kewajaran seorang stuntwoman ataupun stuntman terluka selama syuting. Kurangnya koordinasi dengan pemain lain, kesalahan teknis, ataupun human error lainnya.Dirinya bahkan sering melakukan adegan berbahaya seperti melompat dari gedung yang tinggi, menerobos kaca, balapan mobil hingga kecelakaan dan mobil terbakar. Ia tidak merasa curiga sama sekali dengan stuntman lain, karena saat itu dirinya juga menyadari tidak terlalu fokus sehingga terlambat menghindari tendangan lawannya."Ada yang salah dengan ucapanku?" tanya Jerry dengan wajah bingung."Kamu berlebihan, Jer. Kesalahan itu bisa terjadi kapan dan di mana saja," ungkap Zira."Tapi ... aku pikir ucapan Jerry bisa dijadikan pertimbangan," ucap Aidan menyela. Ia merasa ucapan penulis skenario itu ada benarnya juga."Ayolah, kalian berdua membuat perutku sakit," kata Zira diiringi tawa kecil. Membuatnya mendapat tatapan tajam dari Aidan. Ia segera menutup mulut,

  • Kontrak 2M Sang Mantan   24. Katamu, kehilanganku adalah ketakutan terbesarmu

    Aidan melepas headset, berlari ke arah Zira tanpa memedulikan pandangan kru dan pemain. Kecemasan terlihat jelas di raut wajahnya. "Zizi ...,"Tidak mendapat respon selain suara rintihan, ia bergegas menggendong sang wanita. Berjalan cepat ke arah pintu keluar sambil berteriak, "Genji! Siapkan mobil!"Braga terdiam melihat aksi sang sutradara. Berpikir apakah dirinya sudah kalah? Ia hanya bisa menatap Zira yang berada dalam rengkuhan Aidan."Syuting kita lanjutkan besok," ucap Braga kemudian menenangkan kru yang sedang kebingungan.Jerry mendekatinya, berkata pelan, "aku akan menyusul Aidan."Braga mengangguk, "kabari jika ada apa-apa."Sementara itu, Soraya yang melihat dari jauh menatap penuh amarah sambil mengepalkan tangan. "Dia berani mengambil Aidan dariku?"***Genji mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Melihat darah menetes dari kening sang kakak, membuatnya takut sekaligus khawatir. Bagaimana pun juga hanya Zira satu-satunya saudara yang dia

  • Kontrak 2M Sang Mantan   23. Aku tidak butuh sponsor

    Braga berjalan penuh percaya diri memasuki rumah, tempat syuting film kali ini. Postur tubuh yang tegap, kemeja abu slim fit dibalut jas hitam memancarkan pesona pria mapan, bahu yang lebar mampu membuat para wanita ingin bersandar. Lala tersenyum dengan mata berbinar cerah melihat kedatangan pria matang itu. Ia pun berdiri ingin menyambutnya, tapi sedetik kemudian senyum itu luntur. Tangannya terkepal erat menatap Braga yang malah mendekati Zira. "Aku bilang apa. Digigit anjing yang ditolong itu menyakitkan, bukan?" Lala menoleh kaget tiba-tiba mendengar ocehan Soraya yang entah kapan sudah berdiri di sampingnya. Ia hanya melirik kesal lalu meninggalkan wanita itu sendiri. "Zira ...," gumam Soraya. "Dasar penggoda murahan." Tatapannya tajam penuh iri ke arah Zira yang sedang berbicara dengan Braga. *** Sementara itu, Jerry yang merasa kasihan dengan Aidan berusaha mengganggu usaha Braga. Sambil membawa segelas kopi, ia berjalan ke arah Zira dan Braga. "Kopi," ucap Jerry

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status