Share

Bab 3. Ketidakberdayaan.

Author: Prima_Alpi
last update Last Updated: 2023-09-05 10:22:38

Aku melerai pelukan, menatap mata Roy dengan tajam.

"Satu-satunya penyesalan gue adalah pernikahan, Roy. Seandainya gue nggak menggantungkan harapan kepada seorang pecundang, setidaknya masa depan gue masih bisa diselamatkan." Penyesalanku.

Alara Adelista adalah nama yang orangtuaku berikan, dan membuangku di panti asuhan dibandingkan yang lain. Aku di buang hanya sepekan dilahirkan. Di tempat penampungan anak terlantar aku tumbuh besar dan mengenal dunia yang terbatas.

Pendidikan hanya berhenti sampai SMP. Karen pihak panti mengalami keterbatasan biaya, padahal aku tahu ada oknum yang korup dan memutar dana yang dikirim pemilik yayasan atau para penyumbang.

Tak perlu kujelaskan bagaimana ku lewati hari-hari ditempat penampungan dengan oknum yang mata hatinya dibutakan dunia.

Hingga di titik terendah.

Kehidupan saat aku menerima uluran tangan dari lelaki yang menjanjikan kehidupan layak setelah pernikahan akan tetapi nyatanya, setahun setelah dia menciptakan indahnya cinta dan kehidupan setelahnya pernikahan, aku tak menyangka bahwa neraka dunia sedang menanti setelahnya.

Semuanya masih terekam jelas dalam ingatan, meski lima tahun telah berlalu, saat dia lepas genggaman tanganku dan melemparku ke dasar yang terdalam.

Demi rupiah yang tak seberapa dia gadaikan diri istrinya disebuah pusat pelacuran masih lekat dalam ingatan, nyeri bercampur jijik, ketika pertama kali aku merasakan tubuh dijamah orang yang tak dikenal. Ketika tangis tak lagi terdengar, dan teriakan dibekap oleh bantal. Yang kurasakan setelahnya adalah sebuah pelukan dari Tante Alesha.

Hari-hari yang kulewati setelahnya tak kalah kejam. Tiap langkah yang kutapaki tak ubahnya duri yang menikam. Aku hanya bisa pasrah menerima takdir yang sudah digariskan.

***

"Da, nasi padangnya, bungkus tiga yah," pesanku.

"Yang biasa, mbak,?" Tanyanya.

"Iya. satu paru, satu babat, dan satu lagi ayam." Kataku.

"Siap." Jawabnya.

"Sembari menunggu pesanan siap, di depan warung uda Una aku duduk di bangku sebelah pria tua yang sialnya ku kenal sebagai tetangga.

"Orseran sepi hari ini neng? Tumben pulang cepat." Ucapnya.

Kurapatkan jaket yang membungkus pakaian terbuka di dalam sana.

"Bukan urusan bapak." Sinisku.

Dia tersenyum sinis sambil menyesap kembali rokok yang terselip di sela jarinya.

"Kalau harga tetangga, bisa berapa kira-kira?" Katanya sinis.

Mata itu menatapku dari atas ke bawah.

Kupejamkan mata lalu menghbuskan nafas panjang setelahnya.

Memng sulit menjelaskan pada lalat-lalat bahwa bunga lebih berharga daripada sampah, terkadang lalat-lalat ini hanya peduli tentang apa yang menarik di matanya, bukan bagaimana konsekuensinya.

"Inget umur, Pak. Kasian bini yang tiap hari nunggu di rumah," jawabku sekenannya.

" Munafik.

Belum saja lo di usir sama warga.

Aku tertawa pelan, satu lagi hal yang ku benci dari para lelaki yang tak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Terkadang mereka bukan hanya menyerang fisik, tapi juga mental.

Beberapa warga didaerah sama yang mengenalku sebagai PSK kerapku melontarkan kalimat sama bila aku tak mau memenuhi keinginan mereka.

"Ini jakarta, Pak. Di sini saya punya rumah dan nggak pernah minta makan dari belas kasihan warga. Lagian tempat ini bukan punya nenek moyang bapak. Punya hak apa usir-usir saya." Sindirku jelas.

"Goblook, nggak be_" dia m nghentikan kalimatnya.

"Mbak Alara pesannya sudah siap," panggil Uda Una menyelamatkanku dari mulut comberan aki-aki yang haus belaian wanita.

Aku mengambil kantong keresek yang disodorkan dan mebayar pas jumlah harga yang sudah kuhapal di luar kepala, lalu bergegas meninggalkan warung nasi di mana lelaki tua itu berada.

"Lama-lama lo bakal kena tulahnya, Alara! Hidup nggak selalu adil buat para pendosa." Ucapnya mengeluarkan kekesalan.

Aku menghentikan langkah, lalu menatap nyalang kearahnya.

"Sejak kapan hidup adil buat para pendosa? Bukannya hidup yang memaksa mereka buat bertahan di tengah kerasnya dunia?" Jawabku membuatnya diam tanpa kata lagi.

Tua bangka itu kehabisan kata dari balik kaca aku lihat Uda Una hanya bisa menatap dengan mata sayunya. Isyarat itu seolah memerintahkanku untuk bergegas pergi dan tak perlu meladeni pria tak tahu diri ini.

***

"Ma," sekejap tarikan tangan mungil itu berhasil menarikku dari semua ingatan menyakitkan.

Kutatap wajah bocah berumur tujuh tahun yang dengan lahap menyantap ayam goreng dan nasi padang yang kubawa.

"Ya, sayang." Jawabku cepat.

"Papa kapan pulang? Kata Nenek ini tahun ke lima Papa nggak pulang. Nani pengen lebaran tahun ini kita kumpul bersama." Ucap s kecil sambil melahap makanannya.

Bagai palu godam yang mengahantam aku hanya bisa terbungkam pertanyaan yang kerap kali keluar dari bibir mungil itu, yak ubah membuatku kelabakan.

Tak seperti caraku memaki dunia yang kejam, mulutku terlalu kelu untuk mengungkapkan kebenaran pada bocah yang hanya tahu makan dan jajan.

Aku terlalu pengecut untuk mengatakan dengan lantang bahwa bajingan yang dia panggil Papa mungkin tak akan pernah kembali mungkin bajingan yang sudah melemparku ke jurang dengan segudang beban tengah menikmati kebahagiaan dengan istri barunya yang kaya.

"Nggak apa-apa, sayang.

Di sana, kan Papa cari uang, buat jaja dan sekolah Nina. Buat berobat Nenek buat belanja Mama, kita doakan saja semoga Papa baik-baik saja." Ucapku terpaksa berbohong.

Aku memanas ketika melihat wanita tua membawa segelas air dan duduk di sebelahku. Mengusap kepala cucunya penuh sayang.

Ingin sekali meneriakan bahwa kehidupan mereka yang layak bukan berkat si bajingan, tapi berkatku.

Namun aku terlalu pengecut untuk menorehkan luka

Di mata wanita tua persakitan dan bocah tujuh tahun yang selama ini sudah kuanggap sebagai anak kandung sendiri.

"Aku permisi ke kamar sebentar!" Ucapku beranjak pergi.

Akhirnya aku memilih beranjak dari kursi ruang tamu menuju kamar. Menutup rapat pintu dihadapan dan menumpahkan tangis dibaliknya.

Sejauh ini aku sudah berusaha kuat menjalani tiap kehidupan.

Berbagai hinaan dan cercaan tak pernah membuatku gentar.

Namun, saat melihat wajah-wajah tak berdosa akuenggantungkan harapan pada seorang bajingan yamg telah meninggalkan. Aku tak berdaya.

Mereka adalah titik lemah yang membelenggu dalam semggar. Merekalah yang embuatku terpaksa menjalani pekejaan yang tak kuinginkan.

Kalu saja di beri kesempatan, yang kuharapkan hanyalah kebebsan.

"Semua orang punya pilihan, lo cuma perlu nunggu kapan kesempatan datang."

"Seandainya kamu diberikan lagi satu kesempatan, akankah kamu bersedia keluar dari lingkaran setan."

Tiba-tiba aku teringat ucapan Roy dan si tampan dalam waktu yang bersamaan.

Sejenak kuseka air mata, yang berguguran, lalu bangkit untuk meraih ponsel yang bergeletak diatas kasur bersaan dengan itu kurogoh mantel yang semula kukenakan dan menemukan kartu nama lelaki bernama Arga.

Dering mengalun beberapa kali sampai suara yang bisa menggetarkan iman itu akhirnya terdengar.

"Halo," sapanya.

"Halo, ganteng. Ini Alara. Cewek seksi dan bahenol yang tadi. Bisa ketemu besok pagi." Ucapku dengan suara jelas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam   bab 71 Candamu

    "Sebenarnya saya lebih suka main tarik-menarikan Lingerie." "Uhuk, ohok, huek!" Batuk Arga semakin parah saja, dia bahkan lari sampai ke wastafel terdekat."Lah, batuk, pak haji?" Cibirku."Diam, Alara," sentak Arga.Aku terkekeh geli saat saat mendengar Arga saat meneriakiku.***Tak terasa hari yang di nanti Nila akhirnya tiba juga. Dimna hari yang selama ini di nantikan yaitu pulang kampung. Dan cuti untuk sementara waktu. Membawa oleh-oleh yang sejak sipersiapkan jauh-jauh hari."Ingat pesan-pesan saya, ya, Mbak. Untuk menjadi istri yang berbakti h- hmmpt." Kujepit mulut Nila dengan jari."Iya, iya, sana pergi. Nila menenepis tanganku dengan bibir mengerucut lima senti."Jadi, ngusir? Ya udah, deh. Pamit, ya, Pak, Mbak. Ucap Nila sembari menyalami tangan Alara dan Arga."Ya, hati-hati," sahut Arga sembari membantu memasukkan tas Nila kedalam taksi.Lambaian tangan kami mengiringi kepergian Nila. Setelahnya kutatap Arga senyum dengan penuh arti."Berhenti menatap saya dengan eks

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam   bab 70 Membayangkan

    "Bu Amelia?" Tanyaku hati-hati.Dia menatapku lama, sebelum tersenyum dan mengangguk mengiyakan."Ada paket nyasar tadi." Aku menyodorkan kotak paket yang di bawa."Oh, iya. Makasih banyak." Dia tersenyum sumringah sembari mengambil alih paketnya."Sama-sama. Sekalian kenalin, saya Alara. Baru pindah sebulan lalu." Kuulurkan tangan setelahnya.Dia menyambut uluran tanganku setelah meletakkan paketnya di bawah. Tampak sopan dan ramah sekali.Kami bejabat tangan. Menatap langsung kedalaman masing-masing."Saya Amelia. Lain kali mampir, ya. kebetulan kami cuma tinggal berdu sama suami. Itupun beliau pulan tiap enam bulan sekali." Ucapnya lembut."Loh, emang suaminya kerja apa, Bu? Maaf kalau saya lancang." Tanyaku."Suami saya pelaut, Mbak. Nahkoda kapal." Jawabnya dengan senyum kecilnya."Wah, pantesan. Siap-siap. Saya nanti sering mampir. Kalau begitu saya pamit dulu, yah." Pamitku padanya."Iya, iya, Mbak. Sekali lagi terimakasih, ya. Aneh memang, paket saya sering banget nyasar." Kat

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam    Bab 69 Sama-sama Merindukan

    Sejenak Naya diam memikirkan ucapan dari ibunya tersebut, memang Ibu Riska. Sangat sinis sikapnya, apalagi terhadap Alara. Rasa benci terhadap Ibunya Alara membuat Bu Riska sampai saat ini tak bisa melupakan masa lalunya tersebut."Dulu Ibu sangat membenci Ibunya Alara ketika Ibu ada di posisi kamu saat ini, ketika Ayahmu menemui wanita itu perasaan Ibu tak bisa tertahankan rasa sakit yang harus di lalui setiap hari karena perlakuan Ayahmu dengan wanita jalang itu. Oleh sebab itu Ibu selalu khawatir dengan keadaan kamu saat ini, dan Ibu selalu menegaskan kepada kamu agar sikap kamu bisa tergas terhadap Arga dan Alara. Jangan sampai wanita jalang itu menguasai Arga seutuhnya." Ucap Bu Riska dengan penuh kebenciannya."Bu. Aku tidak tahu kalau semua akan berlanjut seperti ini, ku kira Mas Arga akan meninggalkan Alara setela Alea lahir. Tapi ternyata hubungan mereka masih berlanjut sampai sekarang ini, dan aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku tidak ingin kehilangan Mas Arga." Lirih

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam   Bab 68 Antara Rindu Dan Cemburu

    Saat ku buka mata ternyata matahari sudah bersinar terang, tak terasa karena sepanjang malam kami lewati bersama dengan melepas kerinduan dengan kemesraan. Aku segera bangkit dari tempat tidurku kemudian membersihkan diri setelah selesai mandi saat ku sisie dan rambutku Arga terbangun. "Pagi sayang." Ucapnya memelukku dari arah barlakang saat aku menyisir rambutku di depan kaca rias. "Hemm!! Ternyata bangun juga juragan!" Ledekku. "Gimana semalam apakah kamu merasa puas!" Bisiknya di belakang telingaku."Apaan, sih!" Aku mencubit pipinya dengan berbalik badan ke arahnya."Maafkan aku, aku membuat kamu bahagia itu hanya sesekali saja, bahkan aku selalu tidak ada mungkin di saat kamu butuhkan." Ucapnya mengusap rambutku yang masih basah. "Iya, kadang aku selalu berpikir, kok gini banget hidup aku yang harus berbagi suami dengan wanita lain." Aku menundukan kepalaku. "Suatu saat nanti aku pasti milikmu seutuhnya, dan kita akan bersama-sama di setiap malam yang berganti." Arga memelu

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam   Bab 67 Berakhir Dengan Kemesraan

    "Aku datang ke sini izin sama Naya, kok. Dia izinin aku untuk nemuin kamu." Ucapnya."Iya, aku tahu, Naya akan selalu mengiyakan tapi apakah kamu tahu dalam hatinya bagaimana? Dan apakah ikhlas itu benar-benar ada di hati Naya!" Aku bertanya membuatnya terdiam."Sebaiknya kamu segera lepaskan saja aku, Ga." Lanjutku membuatnya menatapku serius. "Apa yang kamu katakan ini?" Tanyanya. "Iya, aku serius. Sebaiknya kamu lepaskan aku, karena aku tahu kamu tidak mungkin lepaskan Naya!" Jawabku diulang. "Aku nggak mungkin lepaskan kamu, karena aku cinta sama kamu!" Sahutnya."Cinta apa? Yang membuat aku terus merasa bersalah! Karena memiliki suami orang." Ucapku membuatnya tampak resah. "Kamu tidak bersalah atas semua ini, tidak ada yang salah diantara kita, hanya saja kamu dan Naya memilki perasaan yang sama, makq dari itulah rasa cemburu itu selalu ada." Ucapnya."Kamu egois! Kamu ingin kamu bahagia sendiri, tapi tidak ingin mengerti dengan perasaan kita!" Lirihku. Arga menghela nafasn

  • Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam   Bab 66 Mencoba Untuk Mengerti

    Penjelasan Arga membuat Naya terdiam, setelah di pikirkannya memang benar Alara hadir dalam hidupnya tidaklah sama sekali mengganggu kebersamaannya dengan Arga, hanya saja Naya terlalu takut kehilangan Arga. Oleh sebab itulah dia merasa resah gelisah karena takut Arga di miliki Alara seutuhnya. "Nay! Semua ini terjadi karen keinginan kamu, terus kenapa sekarang kamu risaukan semuanya! Saat ini aku hanya ingin kamu mengerti, beri aku waktu untuk memutuskan semuanya, aku akan berikan jawaban tapi setelah semuanya tenang." Arga mencoba berbicara pelan. "Aku begini karena aku sangat mencintaimu, Mas. Dan aku tidak ingin orang yang aku cintai lepas hanya karena wanita lain merampasnya." Ujarnya penuh takut. "Jika saja Alara setega itu maka dia sudah melakukannya, dia selalu mengingatkan aku untuk berlaku adil padamu dan untuk tidak melepaskanmu, tapi kamu selalu berprasangka buruk tentang Alara." Ucapnya agak tenang. "Sekarang kamu fokus pada Alea, anak yang selama ini kamu harapkan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status