Beranda / Rumah Tangga / Kontrak Cinta, Luka Nyata / Bab 20. Kado Ulang Tahun yang Menampar

Share

Bab 20. Kado Ulang Tahun yang Menampar

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-06 20:26:51

Ulang tahun Tama jatuh pada hari Sabtu, sehari sebelum sidang terakhir perceraiannya dengan Ranti. Hari yang seharusnya menjadi perayaan, justru penuh ketegangan dan bayangan masa lalu yang belum tuntas. Alya telah menyiapkan kejutan kecil, sepotong kue buatan sendiri, lilin kecil, dan kartu ucapan yang ia tulis dengan tangan, sederhana, tapi tulus dari hati.

Pagi itu, apartemen masih lengang. Alya bangun lebih awal, mengenakan celemek, dan mulai sibuk di dapur kecil mereka. Aroma cokelat dan vanila menguar di udara, berpadu dengan semilir angin dari jendela yang terbuka sedikit.

Ia melirik jam. Sudah pukul delapan. Tama belum bangun.

Saat kue hampir matang, suara ponsel Alya berdenting. Notifikasi dari media sosial. Ia mengambilnya dan membuka layar. Detik berikutnya, dunia seakan-akan berhenti.

Unggahan dari akun Instagram Ranti muncul paling atas di beranda. Sebuah foto keluarga. Tama, Ranti, dan seorang anak kecil, anak dari sepupu Ranti yang selama ini dekat dengan mereka. Di cap
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 22. Rumah Tanpa Pintu

    Hujan semalam meninggalkan aroma tanah basah yang masih menempel di udara. Pagi itu, Alya berdiri di depan sebuah bangunan kecil berwarna krem pudar. Kontrakan lamanya. Tempat yang pernah ia sebut rumah, jauh sebelum semua drama, kontrak pernikahan, dan cinta yang rumit dengan Tama masuk ke hidupnya.Pintu besi di depannya sudah berkarat di bagian bawah, catnya mengelupas, tapi bentuknya masih sama seperti dulu. Alya menatapnya lama, jemarinya mengusap kunci yang tergantung di tangan. Kunci itu masih sama, gagangnya agak penyok karena pernah terjatuh di lantai semen.Ia memutarnya di lubang kunci, dan pintu itu terbuka dengan suara berderit pelan. Udara lembap langsung menyambutnya.Langkahnya pelan, seperti takut mengganggu kenangan yang berdebu di dalam. Lantai keramik putih yang sudah kusam, dinding yang sempat ia cat sendiri, dan jendela kecil di ujung ruangan yang menghadap ke gang sempit.Semua masih seperti dulu.Namun, kali ini rasanya berbeda.Dulu, kontrakan ini adalah pelar

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 21. Pemakaman Kedua

    Hujan turun sejak subuh. Tidak deras, tapi cukup membuat tanah pemakaman becek dan dingin menusuk tulang. Alya berdiri di antara payung-payung hitam yang berderet di bawah langit kelabu. Tangannya menggenggam erat bunga melati yang ia bawa sejak berangkat dari apartemen. Di depannya, nisan putih dengan nama yang sudah terlalu sering ia baca, tapi tetap saja membuat dadanya sesak setiap kali menatapnya._Ibuku._Sudah lebih dari dua bulan sejak ia meninggal. Sejak Tama, mulai masuk ke hati Alya. Namun, setiap kali ia berdiri di sini, semua rasa kehilangan itu kembali seperti baru kemarin. Dulu, ia tidak bisa menangis lama-lama di sini, karena selalu ada pekerjaan, tuntutan hidup, atau sekadar alasan untuk kabur dari rasa sakit. Namun, hari ini berbeda. Hari ini ia datang untuk sesuatu yang lebih dari sekadar mengenang.Ia datang untuk bercerita.Bercerita tentang Tama. Tentang sidang yang tinggal sehari lagi. Tentang foto di media sosial yang sempat membuatnya runtuh, tapi juga tentang

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 20. Kado Ulang Tahun yang Menampar

    Ulang tahun Tama jatuh pada hari Sabtu, sehari sebelum sidang terakhir perceraiannya dengan Ranti. Hari yang seharusnya menjadi perayaan, justru penuh ketegangan dan bayangan masa lalu yang belum tuntas. Alya telah menyiapkan kejutan kecil, sepotong kue buatan sendiri, lilin kecil, dan kartu ucapan yang ia tulis dengan tangan, sederhana, tapi tulus dari hati.Pagi itu, apartemen masih lengang. Alya bangun lebih awal, mengenakan celemek, dan mulai sibuk di dapur kecil mereka. Aroma cokelat dan vanila menguar di udara, berpadu dengan semilir angin dari jendela yang terbuka sedikit.Ia melirik jam. Sudah pukul delapan. Tama belum bangun.Saat kue hampir matang, suara ponsel Alya berdenting. Notifikasi dari media sosial. Ia mengambilnya dan membuka layar. Detik berikutnya, dunia seakan-akan berhenti.Unggahan dari akun Instagram Ranti muncul paling atas di beranda. Sebuah foto keluarga. Tama, Ranti, dan seorang anak kecil, anak dari sepupu Ranti yang selama ini dekat dengan mereka. Di cap

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 19. Janji di Tengah Hujan

    Hujan turun deras membasahi jendela apartemen malam itu, menciptakan irama alam yang tenang, tetapi sendu. Di dalam apartemen yang hangat, Alya duduk di tepi ranjang dengan kaki menggantung, pandangan menerawang keluar jendela, mengikuti jejak tetes air hujan yang mengalir perlahan di balik kaca. Lampu-lampu kota tampak buram di balik kabut tipis, seolah-olah ikut larut dalam perasaannya yang tak tentu arah.Pintu kamar mandi terbuka. Tama keluar dengan rambut masih basah dan kaus oblong berwarna gelap yang melekat di tubuhnya. Ia memandang Alya sejenak, lalu berjalan mendekat dan duduk di sampingnya."Kamu belum tidur?" tanyanya pelan.Alya hanya menggeleng. Tangannya meremas ujung piyama yang dikenakannya. Hatinya diliputi kecemasan, harapan, dan rasa bersalah yang tak bisa ia uraikan.Tama meraih tangannya, menggenggamnya hangat. Sentuhan itu seharusnya menenangkan, tapi justru membuat dada Alya terasa semakin sesak."Alya ... aku janji," ujar Tama tiba-tiba.Alya menoleh dengan ce

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 18. Rekaman Rahasia

    Pagi di Jakarta dimulai dengan langit kelabu. Embun tipis menempel di kaca jendela kantor, memantulkan cahaya redup matahari yang enggan menampakkan diri. Alya melangkah ke lantai kantor dengan langkah pelan. Matanya masih menyisakan lelah setelah makan malam menegangkan bersama keluarga Tama semalam.Ia pikir hari ini akan berjalan seperti biasa, menyapu lorong, mengepel lantai kantor, dan mengganti air dispenser di ruang meeting. Namun, ada sesuatu yang terasa ganjil. Tatapan beberapa karyawan seperti menelusuri dirinya lebih lama dari biasanya. Ada bisik-bisik yang merayap di udara setiap ia mendorong troli berisi alat kebersihan melewati lorong.Alya mencoba mengabaikan, tapi jantungnya mulai terasa tak nyaman. Ia tidak tahu bahwa pagi itu, ada seseorang yang sedang memulai langkah besar untuk mengubah hidupnya.***Menjelang siang, Raga menghampirinya di pantry. Ia membawa dua gelas kopi, menyerahkan satu padanya.“Alya,” panggilnya pelan.Alya menerima kopi itu, berterima kasih

  • Kontrak Cinta, Luka Nyata   Bab 17. Sandiwara di Balik Meja Makan

    Langit sore Jakarta menguning pucat ketika ponsel Alya bergetar di meja kerjanya. Ia menatap layar sebentar—nama Tama terpampang jelas di sana. Jantungnya berdebar aneh. Biasanya Tama hanya mengirim pesan singkat atau menelepon kalau ada urusan penting.Dengan ragu, ia mengangkat panggilan itu.“Alya, malam ini ikut aku makan malam.”“Makan malam?” Suaranya terdengar gugup.“Ya. Sama keluargaku. Anggap saja ... pertemuan bisnis. Kamu datang sebagai sekretarisku.”“Sekretaris?” Alya menelan ludah. “Mas ... apa nggak berisiko?”“Kalau kamu nggak nyaman, bilang. Tapi, aku butuh kamu di sana. Ada hal yang harus kulihat dari dekat, dan kamu ... kamu satu-satunya orang yang bisa kubawa tanpa bikin kecurigaan terlalu besar.”Alya terdiam. Bayangan bertemu keluarga Tama, termasuk Ranti, membuat perutnya mengeras. Tapi, di sisi lain, bagian dari dirinya ingin melihat seperti apa dunia Tama di luar gedung kantor dan apartemen ini. Dunia yang selama ini seperti tembok tinggi yang tak bisa ia mas

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status