Share

Bab 4

last update Huling Na-update: 2025-08-16 11:18:22

Pagi itu terasa berbeda.

Aku duduk di tepi ranjang, memandangi koper kecil yang sudah kupersiapkan semalaman. Rasanya aneh—seperti aku akan bepergian jauh, padahal sebenarnya aku sedang melangkah ke dalam kurungan yang kubuat sendiri.

Suara ibu terdengar dari dapur. “Nadine, kau yakin tidak apa-apa? Mau ke mana pagi-pagi begini bawa koper?”

Aku menahan napas. Aku tidak bisa menceritakan yang sebenarnya. Bagaimana mungkin aku bilang, “Bu, aku barusan menjual diriku dalam kontrak dengan pria yang bahkan tidak mencintaiku, hanya demi menyelamatkan kita”?

Aku tersenyum tipis, memaksa wajahku terlihat tenang. “Aku dapat tawaran kerja, Bu. Katanya harus tinggal di dekat kantor. Jadi… mungkin beberapa waktu aku tidak bisa pulang.”

Ibu menatapku lama, seolah membaca kebohongan yang kusembunyikan. Tapi akhirnya ia hanya mengangguk kecil. “Kalau begitu hati-hati ya, Nak. Jangan lupa kabari kalau ada apa-apa.”

Dadaku sesak. Aku memeluk ibu erat-erat, mencoba menyimpan hangatnya dalam ingatanku. Maafkan aku, Bu…

---

Sekitar pukul delapan, sebuah mobil hitam panjang berhenti di depan rumah. Jendela kacanya terbuka, dan aku melihat Arkana duduk di dalam dengan wajah setenang batu.

Sopir keluar, membawakan koperku. Aku hanya sempat melambaikan tangan pada ibu, lalu masuk ke dalam mobil itu.

Pintu tertutup, dan dunia kecilku berubah dalam sekejap.

Arkana menatapku sekilas, lalu kembali menekuri ponselnya. “Kau tepat waktu. Bagus.”

Aku menggenggam erat jemariku, berusaha menahan gemetar. “Aku tidak punya pilihan lain, kan?”

Sudut bibirnya terangkat sedikit, nyaris tak terlihat. “Bagus kalau kau sudah mengerti.”

Sepanjang perjalanan, aku hanya bisa menatap keluar jendela. Jalanan yang biasanya terasa biasa saja kini seperti asing. Setiap kilometer yang kami lewati seolah menjauhkan aku dari hidupku yang dulu.

---

Rumah Arkana bukan sekadar rumah—itu istana modern. Gerbang besi tinggi terbuka otomatis, memperlihatkan halaman luas dengan taman rapi dan kolam air mancur yang memantulkan cahaya matahari.

Aku menelan ludah. Aku benar-benar masuk ke dunianya.

Begitu mobil berhenti, seorang wanita paruh baya dengan seragam pelayan menyambut. “Selamat datang, Nona.”

Aku hanya mengangguk kikuk.

Arkana turun lebih dulu, berjalan masuk tanpa menoleh. Aku pun terpaksa mengikutinya.

Begitu masuk, aku dibuat terpana. Lantai marmer putih mengilap, chandelier kristal menggantung megah di langit-langit, dan setiap sudut ruangan memancarkan kemewahan yang tidak pernah kualami seumur hidupku.

“Mulai hari ini, kau tinggal di sini,” suara Arkana terdengar jelas, meski ia tidak menoleh. “Ada beberapa aturan yang harus kau ikuti.”

Aku mengerutkan kening. “Aturan?”

Ia berbalik, menatapku tajam. “Pertama, jangan pernah mencoba keluar tanpa izin dariku. Kedua, urusan keluargamu sekarang menjadi tanggung jawabku—kau tidak boleh sembarangan pulang tanpa sepengetahuanku. Ketiga, kau harus siap menemaniku di acara-acara tertentu sebagai ‘pasanganku’. Itu inti kontrak ini.”

Aku menatapnya dengan hati berdebar. “Dan kalau aku melanggar?”

Ia mendekat, jarak kami hanya sejengkal. Tatapannya menusuk dalam. “Kalau kau melanggar, kau tahu apa yang akan terjadi. Bukan hanya kau, tapi keluargamu juga akan menanggung akibatnya.”

Aku terdiam, tubuhku kaku.

Arkana berbalik, melangkah pergi. “Nia akan mengantarmu ke kamar. Beristirahatlah. Malam ini kita ada acara makan malam dengan rekan bisnis. Kau ikut.”

Aku menatap punggungnya yang menjauh, hatiku terasa semakin terjebak.

---

Kamar yang disediakan untukku sangat luas, jauh lebih besar dari rumahku sendiri. Ada ranjang besar, lemari pakaian penuh baju baru, dan balkon dengan pemandangan kota.

Aku duduk di ranjang, menatap ponselku. Ada puluhan panggilan tak terjawab dari Adrian.

Tanganku gemetar saat membuka pesan darinya.

“Nadine, kau di mana? Tolong jangan lakukan ini. Kita bisa cari jalan lain. Aku mohon, hubungi aku.”

Air mataku menggenang. Aku ingin membalas, ingin mengatakan betapa hancurnya hatiku. Tapi bagaimana kalau Arkana mengetahui? Bagaimana kalau keluargaku dalam bahaya?

Aku menutup ponselku, lalu terisak pelan.

Ya Tuhan, apa yang sudah kulakukan…

---

Sore hari, Nia—pelayan pribadi yang ditugaskan untukku—datang membawa gaun malam elegan berwarna biru tua.

“Ini pilihan Tuan Arkana. Nona harus mengenakannya malam ini,” katanya sopan.

Aku memegang gaun itu dengan tangan bergetar. “Dia bahkan memilih bajuku?”

Nia tersenyum tipis. “Tuan Arkana sangat detail dalam setiap hal.”

Aku hanya bisa menarik napas berat.

---

Malamnya, aku berdiri di depan cermin, mengenakan gaun biru itu. Rambutku ditata sederhana, tapi wajahku terlihat berbeda—seperti seseorang yang asing.

Arkana masuk ke kamar tanpa mengetuk. Aku terlonjak.

Tatapannya menyapu dari ujung kepala hingga ujung kakiku. Ekspresinya tetap dingin, tapi aku melihat sekilas sesuatu di matanya… entah kagum atau sekadar puas.

“Lumayan,” katanya singkat. “Mari kita pergi.”

Aku menelan ludah. “Aku tidak bisa…”

Ia menoleh, tatapannya tajam. “Kontrak, Nadine. Ingat?”

Aku akhirnya mengangguk lemah, lalu mengikutinya keluar.

---

Acara makan malam itu digelar di restoran mewah, penuh dengan orang-orang penting. Semua mata tertuju pada kami saat Arkana menggandengku masuk.

Aku berusaha tersenyum, meski jantungku berdegup kencang. Aku hanya pion dalam permainan Arkana, tapi semua orang melihatku seolah aku benar-benar pasangannya.

“Arkana, lama tidak bertemu!” Seorang pria paruh baya menyapa hangat. “Dan ini siapa? Calon istrimu?”

Aku tercekat.

Arkana hanya tersenyum tipis, lalu melirikku. “Ya. Dia Nadine, tunanganku.”

Aku hampir tersedak udara. Tunangannya?

Aku menoleh cepat, menatap Arkana dengan mata membelalak. Tapi ia hanya menatapku sekilas, seolah memberi isyarat agar aku tetap diam.

Suara tawa para tamu menggema. “Luar biasa! Akhirnya sang CEO kita jatuh cinta juga!”

Aku tersenyum kaku, meski hatiku bergejolak.

Di tengah semua itu, aku merasakan ponselku bergetar di dalam tas kecilku. Aku melirik sekilas—nama yang muncul di layar membuatku hampir kehilangan kendali.

Adrian.

Aku menahan napas, jari-jariku hampir menyentuh ponsel itu.

Tapi sebelum aku sempat melakukan apa pun, tangan Arkana menekan lembut punggung tanganku di bawah meja. Tatapannya tajam, penuh peringatan.

Aku membeku.

Malam itu, aku sadar: aku benar-benar dalam genggaman Arkana.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 25

    Aku bisa merasakan napasku sendiri tercekat. Setiap langkah terasa seperti langkah terakhir. Ketika kami hampir sampai ke pintu belakang, terdengar suara seretan besi. Seseorang berdiri menghadang di sana. Wajahnya separuh tertutup masker hitam, tapi mata itu… mata yang penuh kebencian. “Akhirnya kita bertemu, Nadine…” suaranya dingin menusuk, membuat darahku seolah berhenti mengalir. Aku membeku di tempat, tidak bisa bergerak. Arkana langsung berdiri di depanku, melindungi tubuhku dengan seluruh keberadaannya. “Kau tidak akan menyentuhnya.” Pria itu menyeringai tipis, menodongkan senjata ke arah Arkana. “Kita lihat saja siapa yang bertahan hidup malam ini.” Dan dalam detik berikutnya—suara tembakan kembali memecah malam.Suara tembakan meledak memekakkan telinga. Sekilas aku melihat percikan api kecil di udara, lalu tubuh Arkana bergerak cepat menahanku agar tidak terkena peluru.

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 24

    Arkana memasukkan ponsel ke saku, lalu menatapku dengan mata tajam penuh api. “Ya. Dan aku harus menghadapi mereka. Tapi kali ini… aku tidak sendirian. Kau ada di sisiku.” Aku menggenggam tangannya erat, meski tubuhku masih gemetar. Dalam hati aku tahu, apa pun yang menunggu di depan akan jauh lebih berbahaya. Tapi anehnya, ada kekuatan baru yang muncul—karena aku tak lagi hanya berjuang demi diriku sendiri, melainkan juga demi pria yang kini kucintai dengan seluruh hatiku. Malam itu, di balik ketakutan, aku sadar: pertarungan kami baru saja dimulai.Malam itu terasa panjang, lebih panjang daripada malam-malam sebelumnya. Aku tidak bisa tidur. Setiap suara kecil dari luar membuatku tersentak. Degup jantungku terus berpacu, seolah aku sedang berdiri di tepi jurang. Arkana duduk di ruang tamu, matanya tajam memperhatikan layar ponselnya. Sesekali ia berbicara singkat dengan orang-orangnya. Wajahnya tegas, penuh fokus, tapi aku bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 23

    Arkana menatapku serius. Tatapan yang biasanya menenangkan kini malah menambah rasa waswasku. “Mereka akan mencoba. Tapi aku sudah bersiap. Ada orang-orang yang masih berutang budi padaku, ada jaringan kecil yang kubentuk diam-diam. Selama ini aku memang menunggu waktu yang tepat. Dan mungkin… waktunya sudah tiba.” Aku menelan ludah. Menunggu waktu yang tepat? Jadi semua yang ia lakukan selama ini—menjadi CEO sukses, menutup diri, bersikap dingin—hanyalah bagian dari strategi untuk hari ini? “Tapi, Nadine…” suaranya menurun, agak serak. “Aku tak bisa melakukannya kalau kau tidak kuat. Kau harus bersiap. Mereka akan mencarimu. Mereka mungkin mencoba mendekatimu dengan cara yang paling tidak terduga. Bisa jadi dengan ancaman, bisa juga dengan tipu muslihat. Aku tidak bisa selalu di sisimu setiap detik.” Tubuhku seketika merinding. Bayangan mengerikan muncul di kepalaku. “Jadi… nyawaku benar-benar terancam?” Arkana mengangguk pelan. “Ya. Karena kau adalah satu-satunya yang bisa

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 22

    Ia mengangguk pelan. “Aku keluar. Aku mencoba meninggalkan semuanya, memulai hidup baru, menjadi orang biasa—seorang CEO, seorang pria normal yang bisa kau kenal tanpa curiga. Tapi ternyata, masa lalu tidak pernah benar-benar melepaskanku.” Aku terdiam. Tanganku gemetar hebat. Arkana melangkah mendekat, menatapku dengan penuh rasa bersalah. “Aku tahu kau pasti takut padaku sekarang. Aku bahkan tidak akan menyalahkanmu kalau kau pergi malam ini juga. Tapi satu hal yang harus kau tahu, Nadine… semua yang kulakukan setelah bertemu denganmu—setiap langkah, setiap keputusan—semua untuk melindungimu. Bahkan kalau aku harus menukar nyawaku.”Air mataku jatuh begitu saja. Rasanya ingin marah, ingin menamparnya karena menyembunyikan semua ini. Tapi di sisi lain, hatiku sakit melihat wajahnya yang penuh penyesalan itu. Aku menggeleng, lalu melangkah mendekat meski ia sempat mundur lagi. “Jangan berani-beraninya bilang aku harus pergi, Arkana. Aku sudah ada di sini. Kalau memang ada bahaya

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 21

    BRAK! BRAK! BRAK! Ketukan keras itu kembali terdengar, bahkan lebih keras, menggema ke seluruh rumah. Aku bisa merasakan lantai di bawah kakiku bergetar pelan. Tanganku refleks menutup mulut agar tidak bersuara. Dari balik pintu kamar yang hanya setengah terbuka, aku bisa melihat Arkana berdiri di ruang tamu. Tubuhnya tegap, matanya tajam penuh kewaspadaan. “Siapa di sana?” tanyanya dengan suara berat, penuh ancaman. Tidak ada jawaban. Hanya ketukan lagi—lebih keras, lebih mendesak. BRAK! Aku ingin sekali keluar, berdiri di sampingnya, tapi kata-katanya tadi masih bergema di kepalaku: “Masuk ke kamar, kunci pintu, dan jangan keluar sampai aku bilang aman.” Arkana melangkah mendekati pintu, tangannya sudah mengepal. Tepat sebelum ia membuka, suara asing terdengar dari luar. “Arkana Dirgantara! Aku tahu kau ada di dalam. Buka pintunya atau aku dobrak sekarang juga!” Aku membeku. Suara itu… dingin, berat, dan penuh amarah. Arkana hanya diam sejenak, lalu menarik napas

  • Kontrak Cinta Sang CEO   Bab 20

    Wajah Arkana berubah muram. Ada luka dalam sorot matanya, seolah ia ingin bicara tapi terhalang sesuatu. Ia menggenggam tanganku erat, suaranya bergetar. “Percayalah, aku tidak pernah ingin menyeretmu ke dalam ini. Aku ingin kau tetap bersih, tetap jauh dari dunia kotor keluargaku. Tapi… mungkin sudah terlambat.” Aku menatapnya, bingung dan marah sekaligus. “Terlambat? Apa maksudmu?” Arkana tidak menjawab. Ia hanya menarikku ke dalam pelukan yang hangat tapi penuh kepedihan. “Maafkan aku, Nadine. Maafkan aku…” Aku ingin menolaknya, ingin menendangnya pergi, tapi tubuhku lemah. Aku tetap berdiri dalam pelukannya, meski pikiranku penuh dengan pertanyaan. Satu hal yang jelas: mulai saat itu, aku tidak hanya jatuh cinta pada Arkana… aku juga jatuh ke dalam lingkaran bahaya yang mengelilinginya. Dan aku tahu, sekali aku masuk, tidak ada jalan keluar yang mudah.Pagi itu udara di rumah begitu tegang. Aku duduk di kursi ruang makan, menatap secangkir kopi yang sejak tadi tak tersentuh.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status