“Bu, Sienna tidak mau dijual sama pria tua itu. Sienna akan lakukan apapun untuk Ibu yang penting Ibu tidak menjual Sienna. Sienna takut, Bu.”
Sienna terus memohon pada Ibunya. Tapi, Ranum tetap mengabaikan permohonan putri sulungnya itu sekalipun Sienna sudah bersimpuh di hadapannya, memeluk kakinya, bahkan sampai mencium kakinya.
“Bu, Sienna akan bekerja keras untuk menghidupi keluarga kita. Sienna yakin kalau Sienna bisa membayar seluruh hutang Ibu pada rentenir itu dan juga membayar biaya pengobatan Bapak di Rumah Sakit.”
“Sienna!” Ranum membentak putrinya sambil menghentakkan kakinya yang dipeluk oleh Sienna hingga membuat Sienna langsung terdorong kasar dan tersungkur di atas lantai.
“Memangnya kamu pikir mudah mencari pekerjaan dengan gaji besar hanya dari lulusan SMA saja? Ibu yang seorang Sarjana saja kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan kita selama ini. Saking kekurangannya uang, Ibu sampai harus pinjam uang sana sini demi menutupi kebutuhan harian kita. Lalu, dengan mudahnya kamu bicara akan bekerja keras, sedangkan kamu belum punya pengalaman bekerja dan waktu tenggat untuk bayar semua hutang keluarga kita pada rentenir kurang dari satu bulan lagi!”
“Jadi, Ibu akan tetap menjual Sienna? Ibu tega mau jual anak Ibu sendiri? Padahal, anak Ibu ini sudah berusaha menjadi anak yang berbakti selama ini.”
“Ibu tidak punya pilihan lain. Hanya itu satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kehidupan kita yang sangat suram selama ini.”
“Lebih baik Ibu bunuh saja Sienna daripada Ibu menjual Sienna dengan pria tua yang tidak Sienna kenal.”
“Kalau Ibu sampai membunuh kamu, itu sama saja Ibu menambah masalah di dalam hidup Ibu! Lagipula, Ibu tidak benar-benar menjual kamu, Ibu hanya akan menikahkan kamu dengan pemilik uang yang selama ini telah bersedia meminjami kita uang.”
“Apa bedanya, Bu? Bahkan Ibu sendiri belum melihat siapa orangnya.”
“Sudahlah, Sienna. Kamu jangan terlalu bersedih seperti itu. Ibu yakin kalau pria itu adalah pria yang baik. Hidup kita juga akan berubah menjadi lebih baik setelah kamu menikah dengannya nanti.”
“Memangnya Ibu tahu Sienna akan dijadikan istrinya yang ke berapa? Kedua? Ketiga? Keempat? Atau, lebih? Apa Ibu juga tahu pria itu akan memperlakukan Sienna seperti apa nanti?”
“BERHENTI, SIENNA!!” Ranum menghentak dengan kencang. “Ibu pusing mendengar ocehan kamu itu. Pokoknya, Ibu tidak akan mengubah keputusan Ibu untuk menikahkan kamu dengan pria itu!”
Ranum pun berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu. Dia sendiri tidak kuasa menahan kepedihannya yang amat dalam karena harus menyerahkan putri kandungnya sendiri pada pria yang belum dia ketahui sosoknya seperti apa.
Hanya air mata dan penyesalan yang luar biasa yang kini terbelenggu di dalam dirinya. Namun, apapun alasannya, Ranum tetap akan menikahkan putri sulungnya itu dengan si rentenir karena hal itu sudah menjadi perjanjiannya dengan rentenir itu untuk menjadikan Sienna jaminan ketika dia tidak mampu membayar hutangnya kelak. Dan kini, waktu itu akhirnya tiba. Waktu yang paling ditakuti oleh Ranum dan waktu yang paling tidak pernah ditunggu oleh Ranum.
**
Malam harinya, dua orang pria berjas hitam lengkap dengan kacamata hitam dan bertubuh tinggi besar mendatangi rumah Sienna. Tanpa ada basa-basi dua pria itu langsung meminta Sienna ikut bersama mereka ke suatu tempat.
Sienna pergi tanpa pendampingan dari Ibunya. Saat ini, dia sudah pasrah akan diperlakukan seperti apa oleh dua pria itu nantinya. Yang Sienna lakukan sepanjan perjalanan menuju tempat yang tidak dia ketahui hanyalah menangis dan terus menangis.
Suara dari isakan tangisan Sienna yang terdengar cukup kencang membuat kesal dua pria yang tengah duduk mengapitnya. Mereka pun meminta Sienna untuk berhenti menangis, tapi Sienna malah semakin mengencangkan suara tangisannya, hingga akhirnya salah satu dari pria itu mengambil jalan cepat untuk menghentikan tangisan Sienna, yaitu dengan membius Sienna menggunakan sapu tangan yang telah disemprotkan cairan untuk membuat Sienna langsung tertidur seketika.
Beberapa jam kemudian setelah Sienna tidak sadarkan diri, akhirnya Sienna pun terbangun.
Dia membuka satu persatu kedua matanya dengan kepala yang terasa sangat berat. Saat kedua matanya sudah terbuka sempurna, benda yang pertama kali dia lihat adalah sebuah lampu gantung mewah yang berada di atas langit-langit tepat di depan matanya saat ini.
Sienna yang merasa asing dengan lampu gantung tersebut lantaran belum pernah melihatnya sebelumnya langsung membangunkan cepat tubuhnya dan mengubahnya menjadi duduk.
Sontak saja Sienna langsung terkejut begitu dia melihat ada seorang pria tengah duduk menumpuk kakinya di kursi sambil memegang tablet di tangannya. Tanpa menoleh ke arahnya, pria itu langsung mengatakan pada Sienna.
“Akhirnya kamu bangun juga.”
“Siapa kamu?” Sienna bertanya dengan rasa takut yang luar biasa yang tengah melandanya saat ini.
Sebelum menjawab pertanyaan Sienna, pria itu lebih dulu meletakkan tabletnya di atas meja kecil di samping kursi yang di dudukinya, lalu dia beranjak dari kursi dan berjalan tegap sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan menghadapi Sienna.
Dengan lukisan senyuman manis di wajahnya yang sangat tampan, pria dewasa itu menjawab pertanyaan Sienna.
“Perkenalkan. Saya adalah Kala Sailendra. Saya adalah Pemilik uang dari semua hutang yang kedua orang tua kamu miliki selama ini.”
Sienna bergeming seketika. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Tuan rentenir yang meminjami uang pada kedua orang tuanya selama ini bukanlah pria tua seperti yang dia pikirkan selama ini, melainkan seorang pangeran tampan yang seolah seperti keluar dari negeri dongeng. Saking terpesonannya Sienna sampai-sampai dia meneguk beberapa kali savilanya tanpa mengedipkan matanya sekalipun.
Tapi, jentikan jari dari tangan Kala Sailendra berhasil memecahkan lamunan singkat Sienna.
Saat lamunan Sienna lenyap, saat itu juga Sienna langsung melompat dari atas ranjang lalu bersimpuh di hadapan Kala dan memohon hal yang sama seperti dia memohon pada Ibunya.
“Tuan rentenir.”
Kala tersontak kaget saat dia mendengar panggilan untuk dirinya yang disematkan oleh gadis belia yang ada di hadapannya saat ini.
“Saya mohon sama Tuan rentenir. Tolong jangan nikahi saya. Saya masih muda, belum berpengalaman apa-apa, dan masih sangat lugu untuk segala hal. Saya jamin 100%, Tuan rentenir akan menyesal sekali kalau Tuan rentenir sampai menikahi saya. Jadi, tolong lepaskan saya. Saya janji akan melunasi semua hutang orang tua saya, asalkan Tuan renternir bersedia memberikan saya waktu sampai satu tahun lamanya. Tidak. Dua tahun, dengan jumlah hutang sebanyak itu.” Sienna merapatkan kedua tangannya dan menundukkan dalam kepalanya di hadapan Kala yang tengah mematung.
“Hei, anak kecil. Kamu pikir, janji kamu itu bisa saya percayai? Janji kamu itu sama persis seperti janji Ibu kamu ke saya dari dua tahun yang lalu. Tapi, buktinya apa? Janji Ibu kamu tidak juga bisa ditepati. Ada berbagai alasan yang dia buat untuk terus mengulur waktu pelunasan semua hutang dia pada saya!”
“Apapun! Apapun saya akan lakukan untuk Tuan rentenir, asalkan bukan pernikahan yang Tuan rentenir minta pada saya.” Sienna semakin memohon pada Kala.
“Kalau memang kamu tidak ingin saya nikahi, maka kamu layani saya dengan tubuh kamu itu. Saya akan jadikan kamu pemuas nafsu saya ketika saya sedang ingin bercinta.”
Deg!
***
Langkah kaki Sienna bergerak sangat cepat menuruni banyak anak tangga dari tangga darurat yang ada di Hotel itu. Mengingat waktu yang dia punya tidaklah banyak, Sienna semakin mempercepat langkah kakinya. Setelah menuruni lebih dari empat lantai, akhirnya Sienna bisa menemukan Kava di lantai enam. Sienna pun langsung merasa lega dan langkah kakinya menjadi dia perlambat saat ingin menghampiri Kava yang sedang duduk sendirian di salah satu anak tangga sambil mendengarkan musik melalui eraphone di telinganya. Tanpa memanggil nama Kava lebih dulu, Sienna duduk di samping Kava lalu dia meraih salah satu tali earphone dan memasangkannya ke telinganya untuk mengetahui lagu yang sedang Kava dengarkan saat ini. Kemunculan Sienna yang secara tiba-tiba sudah ada di sampingnya membuat Kava langsung tersentak kaget. Sienna pun memberikan senyuman hangat dan tatapan mata yang teduh pada Kava. “Senyumanmu selalu berhasil menena
“Katanya, dia terluka karena aku. Padahal, akulah yang terluka karenanya.” Itulah pengakuan Kava, sebelum akhirnya Kava tertidur di atas pangkuan Sienna di dalam mobil. Sementara Kala mengurus masalah yang sedang Kava hadapi dengan bijak. “Kamu bisa melihatnya bukan, apa yang terjadi pada Sabira? Ha!!?” Victo menunjuk ke arah Sabira yang sedang terbaring di atas ranjang dengan murka. Kala hanya diam saja tanpa mau berkomentar soal kondisi Sabira saat ini. “Aku tidak akan melibatkan kedua orang tua kita, asalkan kamu mau melakukan tiga hal padaku.” “Apa tiga hal yang kamu inginkan dariku?”** “Aku ingin menikahi Sienna.” Kava sudah mengetahui hal itu dari Sienna. Hanya saja, saat keinginan itu diutarakan secara langsung oleh Kala padanya, ternyata Kava merasa sakit dan sulit untuknya merestui hubungan Kakaknya dengan perempuan yang sangat dia cintai itu. Tidak seperti saat dirinya mudah memb
Sienna hanya ingin bermalas-malasan saja sepanjang hari ini. Dia hanya ingin diam di atas ranjang tanpa melakukan apapun, hanya itu saja kegiatan yang sudah dia agendakan untuk dirinya sendiri. Tetapi, suara bel rumahnya terpaksa membuat tubuhnya harus bergerak.Ting-tong... ting-tong... Sienna segera membangkitkan tubuhnya dari atas ranjang di tengah renungannya yang tidak ingin dia akhiri, walau sudah 5 jam lamanya dia hanya membeku di bawah selimut tapi dia tetap ingin berada di posisinya lebih lama lagi. Cklek, Sienna terpaksa menerima kedatangan tamu itu. Tamu yang ternyata adalah Kala. Baik Sienna maupun Kala langsung saling terdiam dengan canggung satu sama lain. “Bolehkah aku masuk ke dalam?” “I-iya. Silahkan.” Sienna mengizinkan Kala masuk ke dalam rumahnya dan Kala pun mengikutinya dari belakang. Saat Sienna mempersilahkannya untuk duduk di atas sofa, tempat biasa Kala
“Apa yang terjadi denganmu?” “Aku ingin mati saja.” Deg! Kala syok sekali begitu mendengar ucapan Kava yang sangat diluar ekspektasinya. “Bolehkah aku bunuh diri saja sekarang juga?” “Kenapa? Apa alasannya sampai kamu ingin bunuh diri sekarang?” “Masa lalu yang tiba-tiba saja menyengat sesekali di dalam ingatanku tentang seorang perempuan yang sangat aku cintai.” Deg! Kala kembali tersentak kaget. Ingatan Kava yang dia pikir akan pulih secara tiba-tiba membuatnya merasa ketakutan. “Tapi, perempuan itu bukanlah Sabira. Bukan dia...” Kava menaikkan wajahnya perlahan lalu menatap Kala dengan lirih dan dengan mata berkaca. “Apa kamu bisa memberitahu aku, siapa perempuan itu?” Kala kebingungan untuk menjawab pertanyaan Kava. Dia tidak bisa memberitahu siapa sosok perempuan itu karena dia juga sangat menginginkan Sienna menjadi miliknya seutuhnya. “Tolong berit
“Argaza tidak bisa menyelesaikan misi itu dengan baik, jadi baiknya dia diganti saja dengan Tuan muda Kava karena di tangannya misi itu akan mudah dia selesaikan dengan baik.” “Pria itu memang tidka berguna.” Kala memekik pelan. “Sudah dari awal aku tidak yakin meletakkan dia pada misi ini sekalipun dia hanya sebagai umpan saja.” Gumamnya, sambil menatap ke luar jendela menara di lantai 35. “Lantas, bagaimana dia bisa lolos dari serangan musuh klien?” Dengan berat hati Bian pun menceritakan kronologinya yang dia ketahui saja. Setelah mengetahuinya, Kala langsung geram dan sangat murka pada Argaza. Saking murkanya, kedua tangan Kala sampai mengepal erat sambil merasakan amarah yang luar biasa atas kebodohan yang telah Argaza lakukan. Tanpa pikir panjang, Kala langsung mendatangi Argaza yang masih berada di kediaman rumahnya. Serangan kemarahan Kala langsung menghantam seluruh wajah dan beberapa bagian tubuh dengan pukulan kuat tangannya. Para pengawa
Ting-tong... ting-tong... Sienna langsung membuka pintu rumahnya begitu dia mendengar bunyi bel berulang kali dengan jeda panjang. Tanpa melihat terlebih dahulu siapa tamu yang datang, Sienna langsung menerima kedatangan tamu itu, tamu yang sangat tidak terduga olehnya. “Halo, Sienna sayang. Apa kabar kamu?” Melihat sosok orang yang ada di hadapannya saat ini membuat Sienna ingin marah dan memakinya habis-habisan, tetapi... Tiba-tiba saja orang itu memeluk Sienna dan mengatakan, “Ibu kangen sama kamu, Sienna.” Sienna tidak ingin mempersilahkan wanita itu masuk, tapi dia juga tidak bisa menolak kehadirannya. Ranum pun langsung berjalan masuk ke dalam rumah Sienna dan duduk di atas sofa. Sementara Sienna masih dibuat syok oleh kehadiran Ranum yang muncul kembali di depannya secara tiba-tiba. Sienna diam mematung sambil memandangi pilu Ranum yang justru tampak biasa saja, seperti tidak pernah melakukan ke