Share

Bab 5

            “Saya terima nikah dan kawinnya Safunna Senja binti Sandhya putra dengan mas kawin yang tersebut tunai.”

            Sah!

            Kini, Kala dan Senja telah resmi menjadi suami istri yang sah dimata agama maupun hukum negara.

            Resepsi pernikahan mereka berlangsung sangat meriah. Acara tersebut diadakan di sebuah hotel bintang 5. Tak tanggung-tanggung, keluarga Duta menyewa setengah dari seluruh kamar yang ada di hotel itu untuk keluarga dan kerabat terdekat. Namun sayangnya, Senja tidak bisa mengundang semua keluarga besarnya, karena dia sadar diri tentang kesenjangan sosial antara keluarganya dan keluarga Kala. Dia tidak mau kalau keluarga Kala akan merasa malu nantinya. Untung saja Kala bisa memahami itu.

            Pesta pernikahan berakhir pukul 10 malam. Semua keluarga dan kerabat masuk ke kamar mereka masing-masing karena kelelahan, termasuk pasangan suami istri yang baru saja menikah. Mereka akan tidur di kamar yang sama mulai sekarang dan sampai 6 bulan ke depan.

            Kala dan Senja sudah masuk ke kamar hotel mereka. Keduanya duduk berdampingan di tepi ranjang yang telah dihias dengan bunga mawar merah berbentuk hati.

            Entah mengapa, keduanya malah jadi saling merasa canggung satu sama lain. Padahal, baik Kala maupun Senja sudah pernah merasakan tubuh dan bagian inti mereka masing-masing, tapi pernikahan sah mereka membuat mereka merasa seperti benar-benar pengantin baru.

            “Om tidak akan sampai membuat saya mengandung anak dari om, kan?” Senja membuka obrolan lebih dulu untuk melepaskan kecanggungan yang tengah mereka rasakan saat ini.

            “Tentu saja tidak akan aku lakukan. Tapi, kalau bisa kamu jangan lagi menyebut kata saya, kamu harus menyebut diri kamu dengan sebutan aku padaku. Setuju?”

            “Iya, setuju.”    

            “Meski pernikahan kita adalah pernikahan kontrak. Tapi, aku tetap bisa bercinta denganmu kan?”

            “Berapa kali pun yang om inginkan, aku akan melayani om sampai puas. Yang penting om tidak sampai membuat aku hamil.”

            “Baiklah. Kita lakukan tanpa pengaman, karena kamu bisa KB. Tapi untuk malam ini, kita lakukan menggunakan pengaman.”

            Senja mengangguk, tanda dia setuju.

            Keduanya mulai saling menatap. Jarak yang tidak terlalu dekat jadi mempersulit Kala untuk mencium bibir Senja. Dia pun menggeser tubuhnya perlahan untuk mendekati Senja.

            Lalu, tangannya mulai dia angkat untuk meraih wajah Senja. Dia mendekatkan wajahnya dengan Senja dan mencium bibir Senja dengan bibirnya.

            Hanya dalam hitungan saja, birahi Kala langsung melesat cepat. Dia nafsu pada lekuk tubuh Senja yang dia rangkul dengan tangannya. Ciuman mereka semakin mereka perdalam, sampai hubungan bercinta secara sah akhirnya mereka lakukan di malam pertama mereka sebagai suami istri.

**

            “Pagi...” Senja menyapa suaminya yang baru saja bangun tidur.

            Sementara dia baru selesai mandi dengan lilitan handuk berbentuk es krim di atas kepalanya, serta piyama putih yang menutupi tubuhnya.

            Senja berjalan menuju meja bar untuk membuat minuman.

            “Om mau minum apa? Kopi atau teh?”

            “Kopi saja. Tapi kopi pahit ya, karena manisnya aku dapatkan dari menatap wajahmu.”

            “Astaga, om Kala. Ternyata om pandai menggombal juga.”

            “Aku tidak sedang menggombal. Kamu memang manis untukku. Selain wajahmu yang menggemaskan, kamu juga pandai sekali memuaskan aku di atas ranjang, dan ternyata kamu juga pandai melayaniku. Meski aku hanyalah suami kontrakmu.”

            “Biasanya kan kalau bekerja kontrak di Perusahaan manapun harus tetap dilakukan secara profesional. Hal itu juga berlaku dalam pernikahan kita.” Senja memberikan secangkir kopi panas pada suaminya.

            Dia mendekati wajah suaminya dan mengecup pipi Kala sebagai morning kiss pagi ini.

            Terasa sempurna pernikahan pura-pura yang dia jalani bersama Senja. Senyuman manis langsung terukir di wajah Kala.

            “Bagaimana kalau kamu memanggilku dengan sebutan sayang?”

            “Boleh.” Senja tidak keberatan sama sekali.

            “Dan aku akan memanggil kamu dengan sebutan cinta.”

            “Good idea.” Senja tersenyum lebar. Senyuman yang langsung membuat Kala merasa gemas sekali dengan istri mudanya itu. Dia pun langsung memeluk Senja dan menciumi seluruh wajah Senja berkali-kali.

            “Sudah, sayang. Tubuhku kegelian sekali karena kamu tidak berhenti menciumi wajahku.”

            “Aku tidak akan berhenti mencium kamu sampai kamu mengucapkan kata mohon padaku.” Kala meledek.

            “Iya... iya, sayang. Aku mohon berhenti menicumku.”

            Kala pun langsung berhenti mencium Senja. Nafas keduanya kini terengah-engah.

            “Ngomong-ngomong, kamu mau kita honeymoon ke mana?”

            “Honeymoon?”

            “Kita perlu honeymoon loh.”

            “Ke mana saja. Aku terserah kamu saja.”

            “Jangan terserah aku. Aku ini sudah berkeliling hampir semua negara di Eropa dan Asia.”

            “Kalau terserah aku, bagaimana kalau kita honeymoon ke Korea?”

            “Kok ke Korea sih? Kenapa tidak ke negara bagian Eropa saja?”

            “Tadi katanya terserah aku? Sekarang malah kamu protes setelah aku menentukan tempatnya.”

            “Kita ke Belanda saja.”

            “Kok Belanda? Aku kan maunya ke Korea.”

            “Kalau tidak mau, kita tidak jadi honeymoon.”

            “Nyebelin banget. Dasar om jelek!” Decit Senja, yang kemudian beranjak dari ranjang dengan perasaan kesal dan wajah cemberut.

            Kala mengabaikan kekesalan Senja yang dia anggap tidak penting.

**

Dua hari setelah menikah

            Senja memutar minuman dingin di gelasnya. Dia tampak kesal gara-gara Kala.

            “Cieee, pengantin baru sudah kelihatan bete saja. Memangnya begituannya tidak merasa puas ya?” Ledek Navin, yang baru datang satu jam dari waktu janjian mereka.

            “Bukan hanya om Kala yang bikin gue bete setengah mampus, tapi juga elo!” Sosor Senja, penuh emosi sambil menunjuk Navin dengan sedotan kertas di tangannya.

            “Sorry... sorry... soalnya tadi ada panggilan urgent. Si tante sudah kebelet.”

            “Kalau memang ada yang urgent, harusnya lo kasih tahu gue lewat pesan. Bukannya malah biarin gue tunggu seperti susu basi!”

            “Gimana rasanya nikah? Seru?” Navin mencoba mengalihkan topik pembicaraan Senja.

            “Lumayan. Sayangnya, pernikahan gue sama om hanya pernikahan kontrak.”          

            “Memangnya lo berharap lebih sama pernikahan lo ini?”

            “Om Kala baik banget. Selain tampan, ternyata kalau dilihat dari jarak dekat, dia manis banget. Setiap menatapnya saat dia lagi tidur, jantung gue tidak bisa berhenti berdebar. Dia candu, man.”

            “Wah, gawat kalau lo sampai jatuh cinta sama om itu. Hati-hati. Nanti hati lo bisa sakit.”

            “Habis gimana dong. Dia mempesona banget sebagai pria berusia 42 tahun. Makin tua bukan makin jelek, tapi malah semakin kelihatan keren.”

            “Oh iya, gue hampir saja lupa kasih nomer klien baru lo.”

            “Mana nomernya? Cepat kasih ke gue. Biar pekerjaan gue bisa cepat gue selesaikan.”

            “Tapi, apa lo yakin tetap mau jadi sugar baby? Lo kan sudah dikontrak sama om itu untyk jadi istrinya.”

            “Itu kan hanya pekerjaan sampingan gue saja. Pekerjaan utama gue ya tetap tidak akan gue tinggali.”

            “Gila juga lo, berani main api di belakang suami lo.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status