Share

Bab 4

          “Jadi ini kelakuan Kara selama aku pergi ke Paris seminggu yang lalu?”

            “Iya, bos.”

            Baru saja Kala menonton cctv yang terpasang di ruang kerjanya dari ponsel Galih, asisten pribadinya.

            “Kara berniat untuk membuat tanda tangan palsu anda dalam proyek berikutnya. Dia berencana ingin mengambil alih proyek tersebut dengan mengatas namakan nama anda.”

            “Apa dia juga berniat ingin merebut posisiku sebagai CEO?”

            “Yang saya dengar memang seperti itu.”

            “Baiklah. Kita bertindak cepat tapi harus tetap hati-hati, sebelum klien baru kita bertemu dengan Kara dan para anak buahnya.”

            “Baik, bos. Saya akan segera melakukan perintah bos.”

            “Bagus.” Kala menepuk-nepuk punggung Galih yang duduk di sampingnya.

            “Oh iya, bos. Jingga akan segera kembali ke Indonesia bulan depan.”

            Kedua mata Kala langsung menyayup begitu nama itu kembali disebut oleh Galih. Bagaimana hatinya tidak bergetar ketika mendengar nama Jingga, sang mantan kekasih yang masih sangat dia cintai sampai detik ini. Bahkan, karena kandasnya jalinan kasih antara Kala dan Jingga, makanya Kala menjadi pria yang doyan menyewa perempuan panggilan, salah satunya adalah Senja.

            Jingga memang bukan cinta pertama Kala, tapi Jingga adalah cinta dan hidup mati Kala selama ini. Mereka berpacaran lebih dari 10 tahun, tapi hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu dari kedua orang tua Kala dalam berbagai alasan yang tidak masuk akal.

Setelah mendengar kabar tentang kepulangan Jingga, Kala kembali memikirkan mantan kekasihnya itu. Berbagai momen indah kebersamaan mereka kembali terkenang oleh Kala. Barang-barang pemberian dari Jingga pun maish tersimpan rapih di salah satu ruangan di Apartement Kala. Dia tidak pernah mau membuangnya, tapi melihatnya juga tidak mau.

            “Andai saja aku bisa menikahimu, pasti hidupku akan jauh lebih bahagia daripada sekarang. Tapi, kamu malah berhenti berjuang bersamaku dan lebih memilih untuk menikah dengan pria yang baru kamu kenal beberapa minggu saja. Sedangkan aku, kamu hapus begitu saja dari kehidupan kamu.”

            “Sekarang kamu malah mau kembali lagi, setelah apa yang telah kamu lakukan padaku. Aku tidak akan bisa menerima kehadiranmu, Jingga. Tidak bisa. Seharusnya kamu tetap berada di Belanda bersama dengan pria itu.”

            Malam itu, Kala larut dalam kesedihan yang sangat dalam. Dia merenungi banyak hal tentang hidupnya, sejak kepergian Jingga yang tidak berpamitan padanya untuk menikah.

**

            “Gue mau nikah.” Beritahu Senja pada Febi, teman sekamarnya.

            Fabi langsung meloncat kaget mendengar kabar itu. Kabar yang disampaikan dengan santai oleh Senja.

            “Sama siapa?”

            “Sama om-om yang bercinta sama gue tiga hari yang lalu.”

            “Kok bisa sih? Bukannya kalau disebut om-om berarti tuh laki-laki sudah punya bini?”

            “Doi perjaka ting-ting.”

            “Wow!”

            “Dia bilang kalau dia mau biayain semua pengobatan bapak gue sampai pernikahan kami berakhir.”

            “Kok sampai pernikahan berakhir. Itu artinya kalian akan berniat akan bercerai?”

            “Kita hanya menikah kontrak kok.”

            “Astaga Senjaaaaa. Kok lo mau sih dinikahi kontrak?”

            “Bukannya pernikahan kontrak jauh lebih baik daripada gue harus jadi kupu-kupu buat para pria hidung belang?”

            “Iya juga sih. Siapa nam tuh om?”

            “Kala. Usianya sudah 42 tahun. Dia tajir melintir, seorang CEO, dan punya kehidupan yang sangat berkelas. Jauuuuh banget bedanya sama kehidupan gue dan keluarga gue. Orang tuanya tidak tahu kalau sebenarnya gue adalah seorang kupu-kupu. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai orang tuanya tahu tentang identitas gue.”

            “Ya ampun. Kok lo nekat banget sih mau nikah kontrak sama tuh om? Kalau tahu kalian bohong sama orang tua si om.”

            “Habis mau bagaimana lagi. Gue butuh uang untuk biaya pengobatan bapak.”

            “Itu sih terserah lo. Asal lo berani mengambil resikonya.”

            “Hanya 6 bulan saja pernikahan kontrak di antara kami, setelah itu kami akan bercerai. Om Kala akan memberikan aku uang bulanan yang akan dia transfer ke rekeningku meski kami sudah bercerai nanti, sebagai tanda terima kasihnya padaku.”

            “Baik banget tuh om. Tapi baguslah kalau pernikahan kontrak lo sama si om hanya 6 bulan saja.”

**

            Hari ini Kala akan pergi menemui kedua orang tua Senja untuk meminta restu untuk menikahi putri mereka. Kala pun pergi ke rumah orang tua Senja bersama dengan Senja. Rumah orang tua Senja yang berada di luar kota membutuhkan waktu enam jam lamanya untuk sampai di sana.

            Di luar dugaan Kala, kalau ternyata rumah orang tua Senja berada di perkampungan. Meski bukanlah perkampungan terpencil, tapi Kala belum pernah pergi ke daerah seperti daerah rumah orang tua Senja. Dia merasa sangat asing dengan lingkungan di sana yang Kala anggap kumuh.

            “Masuk om.” Senja mengajak Kala masuk ke dalam rumahnya. Dia tahu kalau Kala enggan masuk ke dalam rumah orang tua Senja, karena rumahnya yang jauh dari kata bagus.

            Senja masuk lebih dulu. Dia langsung menemui ibu dan bapaknya yang sedang berada di kamar.

            Saat dia melihat ibunya sedang menunaikan ibadah, Senja merasa malu diri. Karena meski dia ibadah pada Tuhannya tapi pekerjaannya sebagai kupu-kupu belum juga dia tinggal. Dia merasa dirinya sangatlah hina sebagai seorang perempuan.

            “Assalammu’alaiku, bu.” Senja menyapa ibunya yang baru saja selesai beribadah.

            “Wa’alaikumsalam, nak.” Ratih langsung menoleh ke arah putrinya yang baru saja datang. Dia segera bangkit dari atas sajadah untuk menghampiri putrinya dan memeluknya. Air mata pun tak kuasa menetes di kedua matanya yang sudah mulai terlihat kerutan di sekitar matanya.

            “Ibu apa kabar?”

            “Baik. Kamu juga baik kan, nak?”

            “Baik, bu. Bapak gimana kondisinya?”      

            “Masih sama seperti biasanya.”

            Senja melihat ke arah bapaknya yang sedang tidur di atas ranjang usang.

            “Bu, ada teman Senja yang ingin bertemu dengan ibu.”

            “Apa dia teman kamu dari ibu kota? Perempuan?”

            “Ibu lihat dulu teman Senja.” Senja segera mengajak ibunya untuk menemui Kala yang sedang menunggu di teras rumah.

            “Om Kala. Ups, maksud Senja, mas Kala.” Senja kelepasan memanggil Kala dengan sebutan yang salah.

            Kala langsung menoleh ke belakang. Dia pun langsung bersalaman pada Ratih.

            “Bu, perkenalkan. Ini mas Kala, teman Senja dari ibu kota.”

            “Saya Kala, bu.”

            “Ayo. Mari masuk nak Kala.”

            Kala dan Senja pun masuk ke dalam rumah bersama dengan Ratih. Mereka duduk di ruang tamu.

            Tak lama kemudian datanglah adik perempuan Senja yang masih duduk di bangku SMA semester 4, bernama Kirana.

            Kinara datang membawakan minuman untuk kakaknya dan juga Kala. Lalu, Kirana mencium tangan Senja dan Kala.

            “Terima kasih ya, Kirana.”

            “Iya, kak. Kinara ke kamar dulu. Soalnya besok mau ada ulangan harian di sekolah.”

            Kala menyapa Kirana dengan senyumannya. Dia merasa kagum melihat keakraban Senja dengan adiknya. Tidak seperti dirinya dengan Kara yang selalu bermusuhan sejak mereka lulus dari Universitas.

            “Kata Senja, ada yang mau nak Kala sampaikan pada ibu. Memangnya apa yang mau nak Kala sampaikan pada ibu?”

            “Saya datang ke sini untuk meminta restu pada ibu dan bapak, karena saya ingin menikahi Senja bulan depan.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status