Share

Bab 7

Author: Nur Hayati
last update Last Updated: 2024-05-22 10:26:46

Barry terus mengikuti mantan istrinya dari belakang, dia masih tidak terima karena melihat Freya barusan bersama seorang pria di taman.

"Jangan kira aku tidak tahu, kalau kamu memiliki pria selain diriku saat kita bersama dulu." Barry berbicara semakin ngelantur menurut Freya. Jelas saja wanita cantik itu tidak mau meladeni pria yang sudah menyakitinya itu.

"Kamu dari awal memang punya pria lain selain diriku 'kan?" cetusnya lagi.

"Aku masih tidak mengerti apa yang kamu katakan, Barry. Sudah jelas-jelas kamu yang berselingkuh terlebih dulu. Kenapa kamu malah menuduhku?" cetus Freya dengan sorot tatapan mata yang begitu tajam.

"Sekarang, aku tidak punya waktu untuk membahas semua yang terjadi. Apa yang terjadi pada kita di masa lalu, tidak mungkin bisa diperbaiki lagi."

Akhirnya Freya pun pergi ke kasir, membayar belanjaan yang sudah dibelinya. Namun, Barry justru tidak pergi juga dari hadapan wanita cantik tersebut.

"Kamu masih berkilah bahwa kamu tidak mengkhianatiku terlebih dulu. Lantas, dari mana kamu mendapatkan uang untuk belanja sebanyak ini?" tanya Barry yang masih penasaran dengan kehidupan mantan istri yang disia-siakan.

Freya menarik napas panjang, mencoba menahan emosinya. "Barry, semua yang terjadi dalam hidupku sekarang bukan urusanmu," kata Freya dengan tegas. "Aku hanya ingin hidup damai dan tenteram dengan kedua anakku. Jadi, kumohon, berhentilah mengganggu hidupku lagi."

Barry terdiam sejenak, terkejut oleh ketegasan Freya. Ia menggelengkan kepala, mencoba memproses kata-kata mantan istrinya. "Aku hanya ingin tahu, Freya," katanya dengan suara yang lebih lembut namun masih menyiratkan kebingungan. "Aku khawatir dengan anak-anak kita. Aku berhak tahu bagaimana kalian hidup."

Freya menatap Barry dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku mengerti, Barry, kau khawatir dengan anak-anak. Tapi kita sudah berpisah, dan aku bisa mengurus mereka. Aku punya pekerjaan yang layak dan aku berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka."

Barry tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tapi dari mana semua uang ini berasal? Aku tidak percaya kau bisa mendapatkan semuanya hanya dari pekerjaanmu."

Freya menggeleng pelan. "Barry, aku tidak berutang penjelasan apapun padamu. Yang perlu kau tahu adalah bahwa anak-anak kita aman dan bahagia. Itu seharusnya cukup untukmu."

Barry terlihat bingung dan sedikit terluka. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka juga, Freya."

Freya menarik napas lagi, mencoba menjaga ketenangannya. "Aku tahu, Barry. Dan aku tidak akan pernah menghalangi mu untuk bertemu dan bersama mereka. Tapi kita sudah berpisah, dan kita harus belajar hidup sendiri-sendiri. Aku mohon, biarkan aku hidup dengan tenang." Wanita cantik itu tidak bisa menebak perubahan sikap mantan suaminya yang tiba-tiba. Juga tidak mengerti apa yang masih pria itu harapkan darinya? Mengingat Barry sudah memilih untuk bersama selingkuhannya.

Barry menundukkan kepalanya, merenungkan kata-kata Freya. Akhirnya, ia mengangguk pelan. "Baiklah, Freya. Aku akan mencoba. Tapi, aku akan tetap memastikan anak-anak kita baik-baik saja. Aku juga tidak mau mereka kamu kasih makan dari uang haram." Lagi-lagi Barry mengeluarkan kata yang membuat mantan istrinya mengernyitkan dahi. "Apa yang kamu maksud dengan uang haram, Barry? Aku bukan kamu yang selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginanmu."

Barry justru tertawa dengan keras. "Apa kamu tidak mengerti dengan ucapanku tadi? Kamu memang pandai berpura-pura, Freya. Bisa saja kamu menjual dirimu untuk mendapatkan uang yang banyak." Kalimat itu membuat dada Freya kian sesak. Dengan cepat, tangan kanannya melayang tepat di pipi sebelah kanan Barry. Akan tetapi, pria itu dengan cepat mencegahnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh pipiku, Freya." Mantan suaminya tersenyum dengan niat jahat. Tangan Freya yang sudah diraih dengan cepat diseret oleh Barry ke tempat yang lebih sepi.

"Mau ke mana kita, Barry? Apa yang ingin kamu lakukan?" cecar Freya mulai ketakutan. Baru kali ini wanita cantik itu takut oleh pria yang pernah menjadi suaminya.

"Jangan berani macam-macam," ujar Freya berusaha untuk melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh Barry.

"Jangan sok jual mahal, Freya. Aku tahu kamu pasti rindu dengan belaianku 'kan?" Barry tersenyum dengan penuh kejahatan.

"Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan teriak!" seru Freya dengan nada tinggi.

Barry semakin mempererat genggamannya, senyum jahatnya tidak surut. "Teriak lah kalau berani," tantangnya dengan nada rendah. "Tidak ada yang akan mendengar di sini."

Freya mencoba meronta, tetapi genggaman Barry terlalu kuat. Dia merasa jantungnya berdebar kencang, ketakutan menyelimuti dirinya. "Lepaskan aku, Barry!" desaknya, suaranya terdengar panik.

"Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Freya." Tatapan Barry benar-benar menakutkan, persis seperti singa yang sudah siap menerkam mangsanya.

"Jangan, Barry. Kamu tidak bisa melakukan hal ini padaku," rintih Freya dengan suara gemetar.

Dia kemudian berteriak dengan keras, tapi tempat itu masih saja sepi.

"Aku sudah bilang, tidak akan ada yang membantumu di sini. Jadi, jangan buang-buang tenaga," ujar Barry sembari tertawa.

"Kenapa kamu selingkuh jika ujung-ujungnya masih ingin menyentuhku, Barry? Dasar pria j*l*n*!" umpat Freya hingga membuat mantan suaminya naik pitam. Pria itu pun langsung melayangkan tangan ke pipi kanan wanita cantik sebanyak tiga kali.

"Terus saja tampar aku jika memang itu membuatmu puas!" Freya menantang dengan perasaan takut yang mulai bisa dihilangkan. "Aku lebih baik dianiaya begini, dibandingkan harus melayanimu lagi!" Freya terus berbicara sekalipun dirinya sudah semakin lemah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 39

    Sesampainya mereka di rumah, Dina masih teringat akan kejahatan Hera. Bahkan menimbulkan rasa trauma dalam dirinya.Freya mengelus rambut Dina dengan penuh kasih sayang, mencoba menenangkan gemuruh di hati putrinya. Malam itu, mereka berdua duduk di sofa ruang tamu, dibalut selimut tebal untuk mengusir dinginnya malam. Di luar, hujan rintik-rintik mengiringi suara lembut Freya yang terus berusaha menenangkan Dina."Nak, ingatlah selalu bahwa kamu aman sekarang. Mama akan selalu ada di sini untukmu," kata Freya sambil mengecup kening Dina.Dina mengangguk pelan, matanya mulai berat karena rasa kantuk. "Ma, apakah Hera tidak akan kembali lagi?"Freya tersenyum, meskipun ada kekhawatiran di dalam hatinya. "Tidak, sayang. Hera sudah pergi jauh dan tidak akan mengganggu kita lagi. Kita sudah aman di sini."Mata Dina perlahan terpejam, merasakan kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan ibunya. Freya terus membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bahwa perlahan-lahan luka di hati Dina akan

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 38

    Sesampainya Freya di tempat tujuan, dia langsung menghampiri Juminten yang sedang kebingungan."Kamu sudah cari, mbok? Apa belum ketemu juga?" tanyanya cemas."Sudah, hanya saja non Dina tidak ditemukan." Juminten merasa bersalah karena lengah menjaga gadis kecil itu. "Lebih baik kita berpencar, Mbok. Siapa tahu saja nanti ketemu," ujar Freya. Pada saat itu juga, ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal masuk. Wanita cantik itu pun tanpa pikir panjang langsung mengangkat panggilan tersebut. Dia yakin, pasti nomor asing itu akan memberitahu di mana anaknya berada.Memang benar, ternyata panggilan itu dari Hera. Dia meminta wanita cantik itu untuk menemuinya di suatu tempat. Bahkan dia mengancam akan berbuat sesuatu yang buruk pada Dina jika Freya tidak datang seorang diri. Dengan terpaksa, Freya mengiyakannya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya. Freya merasakan jantungnya berdetak kencang saat menutup telepon. Pikirannya berkecamuk denga

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 37

    "Kamu jangan menangis ya, sebab aku akan menikah dengan Hera." Barry berbicara penuh jumawa.Freya terdiam tanpa berkata apa pun lagi, lalu mengambil undangan yang diberikan oleh mantan suaminya. "Kamu harus datang ke pernikahanku." Barry berbicara penuh harap. Freya memandangi undangan itu dengan tatapan kosong. Sampulnya berwarna emas dengan hiasan bunga-bunga yang tampak mewah."Aku pasti datang." Freya menjawab dengan tegas."Jangan lupa bawa pasanganmu juga," ucap Barry memberikan senyuman meremehkan."Tenang saja, aku akan membawa pasanganku." Freya menaruh undangan tersebut dalam tasnya."Sudah tidak ada kepentingan lagi 'kan?" tanya Freya sinis. "Kalau memang sudah tidak ada kepentingan lagi, lebih baik kamu pergi sekarang juga." Dengan tegas wanita cantik itu mengusir mantan suaminya."Oh ... ternyata kamu sudah semakin sombong sekarang?" cetus Barry tidak terima dengan perlakuan mantan istrinya. Freya menatap Barry dengan dingin, bibirnya mengerucut dalam ekspresi yang pe

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 36

    Aarav merasakan gelombang ketegangan yang menjalar melalui tubuhnya. Kata-kata Sisca menggema dalam pikirannya, memunculkan kekhawatiran yang belum sempat dia tanggapi. Bagaimana ia bisa menjelaskan kepada orang tuanya tentang kondisi Freya tanpa mengungkit masa lalunya yang rumit?Freya merasakan perubahan dalam diri Aarav, dan dengan lembut, dia meremas tangannya. "Aku tahu ini sulit," bisiknya, "Tapi aku yakin mereka akan mengerti, terutama setelah mereka mengenalku lebih baik."Aarav menatap mata Freya yang penuh keyakinan. Keberanian dan ketulusan dalam dirinya memberikan dorongan yang ia butuhkan. "Aku akan berbicara dengan mereka," jawabnya akhirnya, menghela napas panjang. "Orang tuaku memang sangat konservatif, tetapi mereka selalu menginginkan yang terbaik untukku. Aku yakin mereka akan menerima Freya dan anak-anaknya, meskipun mungkin butuh waktu."Sisca tersenyum penuh pengertian, mengetahui bahwa Aarav akan menghadapi tantangan yang berat. Tanpa pikir panjang, wanita sete

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 35

    Malam itu menjadi malam yang membahagiakan bagi Aarav, sebab Freya sudah mau terbuka padanya. Bahkan dia merasa hubungan mereka semakin dekat saja, bahkan perihal pertemuan orang tua mereka masing-masing. Sebenarnya ada rasa takut dalam hati wanita cantik itu karena selama ini telah bersikap tidak baik pada kedua orang tuanya karena memaksa menikah dengan Barry. "Kalau memang kamu belum siap bertemu dengan kedua orang tuamu, biarkan aku saja yang menemui mereka untuk meminta restu," ujar Aarav memberikan usulan."Gak bisa, Aarav. Tidak semudah itu, kedua orang tuaku keras. Terlebih, mereka pasti tidak tahu kalau aku sudah berpisah dari Barry." Freya berusaha untuk tidak membuat Aarav kesulitan jika harus meminta restu, apalagi pernikahan mereka bisa dibilang palsu. "Lantas, bagaimana kita akan menjelaskan pada Mamaku?" tanya Aarav penasaran. "Aku juga gak punya solusi." Freya ikut kebingungan. Sudah tidak ada jalan keluar, jadi pria itu pun memiliki ide untuk memperlancar pernikah

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 34

    Hera menghentikan mobil Aarav secara tiba-tiba, lalu mulai mengancam untuk tidak ikut campur dengan urusannya dengan Freya. "Aku tidak bermaksud ikut campur, aku dan dia akan menikah." Aarav mulai berterus terang. Hera terpaku sejenak, menatap Aarav dengan mata menyala penuh amarah. "Menikah? Dengan Freya?" suaranya bergetar, antara tidak percaya dan marah. "Kau pikir ini lelucon? Kau bahkan tidak tahu siapa Freya sebenarnya."Aarav menatap Hera dengan tenang, mencoba menenangkan diri. "Aku tahu lebih dari yang kau kira, Hera. Freya adalah wanita yang luar biasa, dan aku mencintainya."Hera menggelengkan kepala, bibirnya mengecil menjadi garis tipis. "Kau benar-benar tidak mengerti. Urusan ini jauh lebih rumit daripada yang kau bayangkan. Freya memiliki masa lalu yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Dan sekarang, kau sudah terlibat terlalu dalam."Aarav merasakan ada sesuatu yang gelap dan tidak terkatakan di balik kata-kata Hera. "Apa maksudmu? Masa lalu apa yang begitu mengerika

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 33

    "Sudah lama kenal Aarav? Dan kapan kalian jadian terus memutuskan untuk menikah?" tanya Jenar penasaran. Akan tetapi, Freya gugup dan tidak tahu harus menjawab apa. Beruntung pria tampan itu langsung menjawab dengan senyum tenang."Sebetulnya, kami baru kenal satu bulan," ujar Aarav dengan nada santai. "Saat itu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kami. Jadi, aku langsung mengajaknya menikah."Jenar tercengang mendengar jawaban dari putranya. "Satu bulan? Serius? Kenapa secepat itu?""Kan Mama sendiri yang bilang aku harus secepatnya menikah, ya sudah kalau kita sudah sama-sama cocok. Mau tunggu apalagi?" cetus Aarav memberikan senyuman."Ya gak gitu juga, Aarav. Tetap saja, kamu harus melihat dari segi bibit, bebet dan bobotnya. Gak bisa langsung ajak nikah begini. Kalau ternyata dia keturunan dari keluarga yang tidak baik-baik gimana?" bisik Jenar dengan nada yang begitu pelan agar tidak didengar oleh Freya. "Mama tenang saja, tidak usah khawatir. Aku yang lebih tahu ba

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 32

    Freya masih menatap Aarav dengan mata membulat. Kepanikan bercampur kebingungan jelas terlihat di wajahnya. Aarav menarik napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat."Freya, aku tahu ini mendadak dan mungkin membuatmu tidak nyaman. Tapi Mama itu sangat tradisional. Dia ingin bertemu dengan calon menantunya sebelum pernikahan, bahkan jika itu hanya pernikahan kontrak," jelas Aarav dengan nada tenang namun tegas.Freya menggeleng pelan. "Tapi Aarav, kita tahu pernikahan ini hanya formalitas. Mengapa harus melibatkan keluargamu? Tidak bisakah kita menjaga jarak dari hal-hal pribadi seperti ini?"Aarav terdiam sejenak, memikirkan jawabannya. "Aku mengerti perasaanmu. Namun, Mama tidak akan menerima begitu saja kalau aku menikah tanpa mengenalkanmu. Dia sudah banyak berkorban untukku, dan aku tidak ingin mengecewakannya."Freya menggigit bibirnya, pertanda pikirannya sedang berkecamuk. Di satu sisi, dia memahami pentingnya memenuhi harapan keluarga Aarav. Namun, di sisi

  • Kontrak Cinta sang Janda   Bab 31

    Jelas saja Freya mengambil uang yang diberikan oleh mantan suaminya."Aku harap kamu tidak meminta uang ini kembali setelah diberikan kepada anak-anak." Freya kembali mengingatkan. Mantan suaminya menghela napas panjang. "Aku tahu, Freya. Aku tidak akan meminta kembali. Ini untuk mereka."Freya mengangguk pelan, matanya menunjukkan rasa lega meski ada bayang-bayang kekhawatiran. "Baiklah, terima kasih, Barry. Anak-anak sangat membutuhkan ini untuk masa depan mereka."Barry mengangguk. "Bagaimana kabar mereka?" tanyanya, suaranya lembut namun penuh perhatian."Anak-anak baik-baik saja," jawab Freya. "Kamu gak usah khawatir, selama calon istrimu itu tidak mengganggu kehidupan kami lagi." Barry tidak bisa mengatakan apa pun lagi, melainkan berlalu pergi begitu saja. Freya menatap punggung Barry yang menjauh, menghela napas dalam-dalam. Setelah sejenak menenangkan diri, dia berjalan menuju kafe terdekat tempat dia berjanji untuk bertemu Aarav. Jalanan kota siang itu tidak terlalu ramai

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status