Share

03. Langkah Awal

last update Last Updated: 2024-08-15 22:42:20

“Apa yang akan Anda rencanakan?”

“Rencana ini tidak terlalu sulit untuk Anda. Aku akan menjelaskan nanti di perjalanan.”

Lalu, tanpa ingin mendesaknya lagi, Derana mengiakan. Mereka meninggalkan kafe dan menuju mobil mewah Arash yang sudah menunggu di luar. Sepanjang perjalanan, Derana tidak bisa berhenti memikirkan keputusan yang baru saja diambilnya. Apakah ini benar-benar jalan yang tepat?

“Kita akan mengadakan konferensi pers besok untuk mengumumkan pernikahan kita. Aku ingin kamu bersiap-siap,” ucap Arash memecah keheningan pada akhirnya.

Derana mengangguk pelan. “Tapi bagaimana dengan Haka dan Ilona? Apa rencanamu selanjutnya?”

Lelaki di sampingnya itu tersenyum tipis. “Kita akan mulai dengan menghancurkan reputasi mereka. Aku punya beberapa informasi yang bisa kita gunakan. Tapi untuk sekarang, fokuslah pada peranmu sebagai istriku dulu.”

Tidak ada tanggapan yang bisa Derana ungkapkan, selain helaan napasnya yang mengalun. Mungkin untuk saat ini, ia akan mengikuti perintah lelaki itu dahulu.

Malam itu, Derana kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa hidupnya akan berubah drastis mulai sekarang. Dirinya harus memainkan peran sebagai istri Arash dengan sempurna, meskipun hatinya masih terluka oleh pengkhianatan Haka.

Keesokan harinya, Derana berdiri di depan cermin, wanita itu sudah mengenakan gaun elegan yang dipilih oleh Arash. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari ketenangan diri.

“Kamu bisa melakukannya, Derana!” bisiknya pada diri sendiri.

Di depan cermin, wanita itu mempercantik diri dengan teliti, penampilannya kali ini begitu berbeda dan memukau dari biasanya.

Setelah memastikan setiap detail sempurna, ia bangkit dan melangkah keluar, siap menghadapi sorotan di konferensi pers yang sudah menantinya.

Di tempat itu, lampu kamera berkedip-kedip saat Arash dan Derana memasuki ruangan. Arash menggenggam tangan Derana erat-erat, seolah memberikan dukungan yang tak terduga. Mereka duduk di depan para wartawan, siap menghadapi pertanyaan yang akan datang. Mengingat, Arash adalah sosok yang sangat penting di antara kaum pembisnis.

“Selamat pagi, semuanya,” seru Arash dengan suara tenang.

“Saya ingin mengumumkan sesuatu yang sangat penting,” lanjut pengusaha tersebut dengan senyum yang lebar. “Hari ini, saya dengan bangga mengumumkan bahwa saya telah menikah dengan wanita yang saya cintai.”

“Keberadaan kami berdua di sini untuk mengumumkan bahwa saya dan Derana telah menikah. Kami berharap mendapatkan dukungan dari kalian semua.”

Kerumunan wartawan yang memenuhi ruangan konferensi pers tiba-tiba terdiam. Suara gemuruh percakapan dan kilatan kamera yang sebelumnya memenuhi udara mendadak berhenti. Semua mata tertuju pada sosok narasumber yang berdiri di podium, seorang pengusaha besar yang sangat berpengaruh, wajahnya tenang namun penuh keyakinan.

“Selama ini, kami telah menyembunyikan fakta yang sebenarnya dari publik. Namun, hari ini, saya merasa sudah saatnya untuk mengungkapkan kebenaran hal itu.”

Para wartawan saling berpandangan, beberapa di antaranya mulai mencatat dengan cepat, sementara yang lain menyiapkan pertanyaan di benak mereka. Pernyataan dari sosok yang begitu berpengaruh ini jelas bukan sesuatu yang mereka duga.

“Ini adalah momen yang sangat spesial bagi kami berdua, dan kami berharap dapat berbagi kebahagiaan ini dengan semua orang,” lanjut pengusaha tersebut. “Kami berterima kasih atas dukungan dan doa dari semua pihak.”

“Untuk itu, kami meminta maaf kepada masyarakat atas ketidakjujuran ini yang tidak dilakukan dengan segera.”

Sejenak, ruangan itu mendadak sunyi senyap. Kemudian, seperti air bah yang tak terbendung, para wartawan mulai mengajukan pertanyaan dengan penuh semangat. Kilatan kamera kembali memenuhi ruangan, dan suara gemuruh percakapan kembali terdengar, kali ini dengan intensitas yang lebih tinggi. Pernyataan dari pengusaha besar ini telah mengejutkan semua orang di ruangan itu, dan mereka tahu bahwa berita ini akan menjadi headline utama di berbagai media.

Membuat Derana merasa begitu gugup. Namun, ia tetap mengikuti arahan Arash dan menjawab dengan tenang. “Kami sangat bahagia dan berharap bisa menjalani hidup yang indah bersama.”

Setelah konferensi pers berakhir, Arash membawa Derana ke rumah barunya. “Ini akan menjadi rumah kita selama satu tahun ke depan,” katanya sambil membuka pintu. “Kamu bisa mengatur semuanya sesuai keinginanmu.”

Derana melangkah masuk, merasa sedikit lega. Meskipun ini adalah pernikahan kontrak, ia berharap bisa menemukan kedamaian di tengah kekacauan ini. Namun, ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjalanan panjang.

Saat mereka berjalan melewati ruang tamu yang luas, Arash berhenti sejenak dan menatap Derana dengan tatapan serius. “Ada satu hal lagi yang perlu kamu ketahui,” katanya dengan suara rendah. “Di rumah ini, ada satu ruangan yang tidak boleh kamu masuki. Tidak peduli apa pun yang terjadi.”

Derana merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. “Kenapa?” tanyanya, penasaran dan sedikit takut.

Arash hanya tersenyum tipis. “Percayalah, itu demi kebaikanmu sendiri.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   38. Rahasia Haka

    “Kamu akan berakhir sama seperti ayahmu.”“Takdirmu ada di tanganku,”Dalam diam, Haka berjanji pada dirinya sendiri. Dendamnya menguar begitu pekat, dengan kegetiran yang tak terucapkan, hingga terasa menguasai setiap helaan napas di sekitarnya.Ia menyeringai, mengingat setiap penghinaan yang pernah diterimanya di masa lalu yang mendorongnya untuk bertindak berani. Ia membayangkan bagaimana hidupnya telah berubah setelah balas dendamnya terwujud—meski begitu, bayangan gelap itu selalu mengikutinya, tak pernah memberinya kedamaian.Pada waktu itu, saat dirinya berdiri di ruang tamu yang megah, Haka memerintahkan pembantu rumah tangganya dengan suara tegas.“Suguhkan teh ini untuk ayah!” Pembantu itu, tanpa curiga, mengambil cangkir teh yang telah disiapkan Haka dengan hati-hati. Teh itu bukan sekadar teh biasa; di dalamnya, Haka telah mencampurkan sesuatu yang mematikan.Haka menyaksikan dengan puas saat ayah Derana menerima cangkir teh itu dengan senyum ramah, tidak menyadari baha

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   37. Kenyataan Dalam Kenyataan

    “Ternyata selama ini...” Sembari membekap mulut, Derana berlari sekuat yang dia bisa. Ketika kenyataan pahit itu menghantamnya. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ketika kenyataan itu datang untuk kedua kalinya, menghancurkan sisa-sisa harapan yang masih tersisa. Hatinya yang sudah retak kini hancur berkeping-keping, seolah tak ada lagi yang bisa diselamatkan. “Aku hidup dengan pembohong?” pikirnya, tak percaya dengan kenyataan yang baru saja terungkap. Selama ini, orang yang ia percayai dan cintai ternyata adalah sumber dari semua kesulitan yang ia alami. Bagaimana mungkin ia bisa begitu buta? Bagaimana mungkin ia tidak melihat tanda-tanda pengkhianatan itu? Kini, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa musuh terbesarnya adalah orang yang paling dekat dengannya.Tidak ada alasan lagi untuk dirinya tinggal bersama pembohong itu. Semua kepercayaan telah hancur, dan setiap kenangan manis kini terasa pahit. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi“Ya! Teror yang selama i

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   36. Pengakuan

    Derana ingin berteriak, namun suaranya tertahan di tenggorokan, hanya menghasilkan suara gemuruh yang nyaris tak terdengar. Panik mulai merayapi dirinya, jantungnya berdetak semakin cepat.Dengan sekuat tenaga, Derana berusaha melepaskan diri. Ia menggeliat dan meronta, menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan cengkeraman yang menahannya. Akhirnya, ia berhasil melepaskan diri dan berbalik badan dengan cepat. Tatapan matanya langsung berkaca-kaca saat melihat sosok di depannya.“Arash,” Satu tetes air matanya jatuh, mengalir perlahan di pipinya. Derana tertangkap basah. Namun, alih-alih merasa takut, perasaan kalut menguasai hatinya. Mereka saling menatap dalam kebisuan, membiarkan mata mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diucapkan. Derana bisa melihat keterkejutan serta kekhawatiran melalui pantulan bening lelaki itu. Keheningan yang mencekam menyelimuti keduanya, seolah waktu ikut berhenti sejenak.Namun setelahnya, isak tangis sang wanita yang memecah su

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   35. Lorong Rahasia

    Gelapnya malam perlahan-lahan tersingkir oleh cahaya keemasan yang menyebar dari timur. Matahari bergerak cepat di langit, dan sebelum menyadarinya, senja tiba dengan warna-warna indahnya.Hari itu berlalu dalam kabut kelelahan. Ketika akhirnya matahari mulai tenggelam, Derana merasa seperti pelaut yang akhirnya melihat daratan setelah berhari-hari terombang-ambing di lautan.Langkah kaki lelah itu menggema di koridor kantor, suasana sepi semakin terasa saat dirinya tiba di basement. Hanya beberapa mobil yang tersisa, berjejer seperti saksi bisu dari hiruk-pikuk hari yang telah berlalu. Keheningan malam menyelimuti tempat itu, membuat setiap suara kecil terdengar jelas dan menggema di ruang kosong.Degh.Langkahnya terhenti, seiring dengan detak jantungnya yang mengikuti. Spontan, derap langkahnya pun memantul di dinding beton—mengundang langkah kaki lain juga ikut terhenti, seolah pemiliknya mendengar dan merespons kehadirannya—dia sigap menoleh. Dua figur itu membuat Derana berdiri

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   34. Rahasia di Balik Dinding

    Senja mulai merayap di langit kota ketika Derana akhirnya tiba di rumah setelah hari yang panjang di kantor. Kelelahan tampak jelas di wajahnya, namun ia tetap bersemangat untuk menyiapkan hidangan makan malam. Aroma bawang putih serta rempah-rempah mulai memenuhi dapur kecilnya, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan dinginnya malam di luar. “Ting-Tong.”Bunyi bel pintu memecah fokusnya, Derana mengernyit. Rasa penasaran membuatnya bergegas mematikan kompor. Dengan langkah cepat, ia menuju pintu dan membukanya. Di sana, berdiri sekretaris Arash dengan sebuah dokumen di tangannya. Sebuah senyum terpatri ketika tatapan keduanya bertemu. “Selamat malam, Nyonya,” ucap pria berjas rapi itu, membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda hormat.“Selamat malam,” balas Derana, senyumnya tetap terjaga, “Ada yang bisa saya bantu? Arash, ada di dalam.”Sekretaris itu mengeluarkan sebuah map dari tasnya, “Saya hanya ingin menitipkan dokumen ini untuk Tuan Arash. Bisakah Anda menyampaika

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   33. Konflik di Balik Meja

    Pada saat yang sama, di sebuah kediaman yang megah, pagi itu terasa berbeda bagi Haka pada Ilona. Mereka duduk di meja makan, bersiap untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor. Namun, suasana pagi ini terasa aneh. Ilona tampak tidak peduli padanya, tidak menunjukkan perhatian seperti biasanya.Diam-diam lelaki itu terus mencuri pandang, memperhatikan Ilona yang sedang berkutat menikmati sarapannya.Ada yang berbeda pada wanita itu. Dia terlihat tersenyum-senyum tanpa sebab, seolah pikirannya sedang melayang ke tempat lain. Padahal Haka, duduk tepat di depannya, namun Ilona tampak tenggelam dalam dunianya sendiri.Haka mencoba bertanya, “Apa dasi baruku sudah dicuci?”“Yaa...” Tanpa menoleh mengalihkan perhatiannya, Ilona hanya menjawab singkat.Karena hal itu membuat pikiran yang tidak seharusnya bermunculan. Haka menyipit, “Ilona, kamu baik-baik saja?”“Yaa, tentu!” jawabnya dengan antusias, “Aku baik-baik saja!”Pada saat itu, Ilona sama sekali tidak mendongak. Wanita itu tetap foku

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   32. Pertemuan Pertama

    Derana duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan hati-hati. Pikirannya melayang jauh, kembali ke masa SMA-nya. Saat itu, dirinya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Cinta yang begitu murni dan polos, membuat hatinya berdebar setiap kali melihat senyum kekasihnya.Ia ingat bagaimana mereka sering bertemu di perpustakaan, berpura-pura belajar padahal hanya ingin menghabiskan waktu bersama. Kekasihnya selalu tahu cara membuatnya tertawa, bahkan di hari-hari tersulit. Mereka berbagi mimpi dan harapan, merencanakan masa depan yang indah bersama.Namun, takdir berkata lain. Lelaki itu menghilang tanpa kabar, meninggalkan luka mendalam di hati Derana. Tanpa kepastian, dia pergi begitu saja, seolah hilang ditelan bumi. Meski sejak saat itu, Derana sudah pernah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah membiarkan dirinya jatuh cinta lagi, ia justru menikah dengan Haka karena pilihan orang tua.Tapi sekarang, melihat wajah Arash yang begitu dekat, perasaan lama itu kembali muncul. Ja

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   31. Telepon Tak Terduga

    Derana menatap inisial itu dengan penuh kebingungan, “A?”Inisial itu bisa berarti banyak hal, tapi yang paling mengganggunya adalah kemungkinan bahwa itu adalah singkatan dari nama seseorang yang sangat ia kenal, pikirannya langsung melayang ke beberapa nama.“Arash?” Dia terkekeh, “Tidak mungkin.”Tapi bagaimana jika itu adalah pesan dari seseorang yang ingin memperingatkannya tentang Arash? Atau mungkin itu adalah nama seseorang yang terlibat dalam rencana besar? Derana mencoba mengabaikan pikiran itu, lalu menghela napas sembari melipat surat tersebut kembali, mungkin terlalu banyak risiko jika Arash mengetahui apa yang baru saja ditemukannya.“Derana.” Suara itu membuatnya tersentak. Derana berbalik dan refleks menyembunyikan benda itu di belakang tubuhnya. Senyum tipis terpatri di wajahnya, berusaha tenang menutupi kegugupannya.Sementara itu, Arash berdiri sembari menggaruk tengkuknya, sebuah kebiasaan yang selalu muncul saat ia merasa tidak nyaman. “Kamu sedang sibuk, ya?”

  • Kontrak Pernikahan 365 Hari   30. Rahasia di Balik Malam

    Dalam kegelapan malam, mereka berdua terdiam, membiarkan keheningan berbicara. Wajah mereka semakin dekat, napas mereka hampir bersatu. Saat bibir mereka hampir bersentuhan, dering telepon mengacaukan segalanya. Arash tersentak, menarik diri dengan cepat, “Maaf.” Derana hanya mengangguk, meski wajahnya tertunduk menahan malu. Pipinya memanas, ingin sekali rasanya menghilang dari muka bumi secepat mungkin. Tampak tak jauh dari hadapannya, lelaki itu gegas merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel yang beberapa kali berdering. “Halo?” Suaranya terdengar sedikit serak, bahkan dia terdengar berdeham, mencerminkan kegugupan yang masih tersisa dari momen sebelumnya. Dia berusaha fokus pada percakapan di telepon, meski pikirannya masih terpecah antara panggilan itu dan Derana yang berdiri di depannya.Hanya saja lelaki itu tidak mengetahui, saat membelakangi Derana yang tengah meringis sembari memukul-mukul kepalanya sendiri dengan pelan, mencoba mengusir rasa malu yang membara. Bibir

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status