Meski sudah berulang kali mencoba untuk meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja, namun pada kenyataannya Derana tak bisa menghilangkan rasa kekhawatiran jika kehadiran Ilona kembali hanya akan mengancam biduk rumah tangganya dengan Haka. Derana terjebak oleh ketidakberdayaan yang membuatnya ingin menyerah pada kehidupan. Namun, takdir semesta tak bisa diterka dengan menghadirkan sosok yang tak diduga—Dia menyanggupi untuk membantu Derana membalaskan dendam dengan prasyarat bahwa wanita itu mau menjadi Istri kontraknya selama satu tahun. Tugasnya tidak mudah hingga membuat Derana maju-mundur dengan misi balas dendamnya. Lalu, akankah Derana menyetujui kontrak tersebut? Apa yang akan terjadi selanjutnya ketika Derana terjebak dengan pria yang penuh teka-teki dan rahasia di kehidupannya? Apa ia mampu mengendalikan perasaanya sendiri?
View MoreDi sudut ruangan dengan pencahayaan remang, Derana berdiri dengan tatapan resah, memikirkan bagaimana nasib dirinya yang masih terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia ini. Musik yang mengalun lembut dan tawa riang para tamu seolah menjadi latar belakang yang kontras dengan perasaannya yang hancur.
Dirinya merasa seperti seorang penonton yang terasing di tengah keramaian pesta. Sedari tadi, pandangannya tak pernah lepas pada Haka, suaminya, yang sedang berdansa dengan wanita lain di tengah lantai dansa. Hatinya terasa seperti diremas-remas, setiap tawa dan senyuman Haka dengan wanita itu seperti belati yang menusuk jantungnya. Derana mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya, namun rasa sakit dan pengkhianatan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Ia teringat saat-saat indah mereka dulu, saat Haka masih menjadi pria yang setia dan penuh kasih. Namun kini, semua itu terasa seperti mimpi yang sudah sangat jauh, digantikan oleh kenyataan pahit yang menghancurkan hatinya. Derana merasa terjebak dalam situasi yang membuatnya tak nyaman, tak tahu harus berbuat apa, tak tahu ke mana langkah harus membawanya pergi. Dulu, ia pernah membayangkan jika menikah seperti mengarungi lautan dengan sampan berdua, walau derasnya gelombang menghantam. Mereka akan terus mendayung menerjang penuh asa. Karena cinta adalah kekuatan baginya. Ia yang akan membantu tangan terus mengayuh, menjaga mata terus memandang, memelihara asa di dalam hati dan mendorong agar berlayar jauh ke tengah lautan dalam. Tapi kini, dirinya sadar bahwa biduk rumah tangga tidak semudah itu. Kadang mereka sendiri adalah badai yang mencipta gelombang. Mereka yang merobek dinding biduk itu sendiri dengan benci. Hingga air menyusup melalui lubang-lubang hasil amarah yang membawa mereka pada ambang kehancuran. Karena benci adalah racun, yang membuat mata tak saling memandang, telinga tak saling mendengar. Tak bisa merasakan lagi arti kehangatan. Bahkan membuat hati dipenuhi halimun. Kini, mereka mengayuh ke dua arah yang berlawanan. Benci itu yang membangkitkan amarah, membuang cinta ke tengah laut. Lalu, hilang kendali, merusak apa pun termasuk dirinya sendiri. Akal raib begitu saja. Hati nelangsa. Menangis dalam diam. Pengkhianatan Haka, telah menghancurkan kepercayaan diri yang sudah Derana bangun. Wanita itu merasa kehilangan arah dan tidak tahu bagaimana melanjutkan hidupnya. Di tengah keramaian itu, Derana merasa sendirian. Ia ingin berteriak, ingin melarikan diri dari semua ini, namun kakinya terasa berat, seolah terikat oleh rantai tak kasat mata yang membelenggunya tetap di sana. Ia hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan suaminya yang telah mengkhianatinya, dan merasakan perasaannya hancur berkeping-keping. Namun di balik kesedihannya, ada secercah harapan yang membuatnya tetap bertahan. Seperti yang sudah dibicarakan kemarin melalui telepon, seseorang yang sangat penting telah berjanji untuk menemuinya di pesta malam ini. Sosok itu adalah Arash, seorang yang berpengaruh dan memiliki kekuatan untuk membantu Derana membalaskan dendam atas pengkhianatan Haka. Wanita itu menunggu dengan cemas, berharap kehadiran Arash akan membawa perubahan besar dalam hidupnya, kehadiran Arash mungkin akan menjadi satu-satunya penyelamat. Derana terus memandangi Haka yang masih asyik berdansa, namun pikirannya kini terpecah antara rasa sakit dan harapan. Sesekali, ia menoleh ke arah pintu masuk setiap kali ada tamu baru yang datang, berharap ia akan melihat sosok yang dinantikannya. Sungguh, ia gelisah. Berkali-kali ia menghela napas, berharap orang yang dinantikannya segera tiba. Sampai akhirnya, pintu akhirnya terbuka kembali, senyum tipis menghiasi wajahnya melihat seorang pria dengan setelan formal dengan aura karisma yang kuat melangkah masuk. Namun, senyum itu segera memudar, menyadari bahwa pria itu bukanlah orang yang ia tunggu Pria tersebut justru menghampiri orang lain, membuat Derana beranjak dari sana dengan perasaan kecewa, ia gegas mengambil segelas minuman untuk menenangkan diri. Sambil meneguk minumannya, Derana bergumam dalam hati. “Kenapa aku masih berharap? Sudah jelas dia tidak akan datang. Mungkin aku hanya membuang-buang waktu di sini.” Ruangan itu dipenuhi dengan suara percakapan yang ramai, tawa, dan denting gelas yang saling beradu. Lampu-lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya hangat yang memantul di dinding berlapis emas. Meja-meja dihiasi dengan bunga-bunga segar dan lilin-lilin kecil yang berkelap-kelip. Aroma makanan lezat menguar dari meja prasmanan di sudut ruangan, menggoda setiap tamu yang lewat. Tak lama, sebuah tawa mengalihkan perhatian Derana. Ia menoleh dan melihat sekelompok orang yang tampak menikmati percakapan mereka. Tawa itu begitu ceria, seolah-olah tidak ada beban di dunia ini. Derana mengenali sosok itu dari deskripsi yang diberikan melalui telepon. “Arash?” Arash adalah seorang pria misterius dengan aura berbeda. Wajahnya tajam dan penuh teka-teki. Rambut hitamnya terurai dengan rapi, dan matanya—seperti mata elang—selalu waspada. Dia selalu mengenakan setelan jas yang elegan, memberikan kesan keberwibawaan dan status sosial yang tinggi. Arash memiliki senyum yang jarang diberikan, tetapi ketika dia melakukannya, itu mengandung banyak rahasia. Bahkan Derana juga banyak mendengar tentang Arash. Namun yang membuat lelaki itu terlihat berbeda karena reputasinya yang terkenal kejam sekaligus licik. Mungkin karena memiliki pengaruh kuat, hal itu yang akan membantunya keluar dari permasalahan pernikahan yang sangat menyedihkan ini. Pada saat itu, Derana terpaku saat tatapan Arash teralihkan pada dirinya. Ada jeda dalam detik sampai lelaki itu terdiam beberapa saat memperhatikannya dari kejauhan. Derana merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia bisa merasakan tatapan tajam pria itu menembus keramaian, langsung tertuju padanya. Sampai kemudian, Arash mendekat dengan sebuah senyum yang membuat Derana nyaris terkesima. “Derana, bukan?” katanya dengan suara rendah. “Saya Arash.” Pria yang baru saja mengenalkan diri itu mengulurkan tangannya di depan Derana. Derana mengangguk lalu menjabat tangannya. “Ya, saya Derana.” “Apakah Anda menikmati pesta ini?” tanya Arash. Derana terkekeh getir. “Seperti yang Anda lihat sekarang.” Setelah mengumbar senyum miring di satu sudut bibirnya, Arash menyapukan pandang pada keramaian. “Di mana, Haka? Aku tidak melihatnya, Dia sama sekali tidak menyambut kehadiranku.” Suara Arash terdengar tenang namun penuh otoritas. “Mau ikut denganku?” Lelaki itu mengulurkan tangannya lagi. “Kita bisa bicara di tempat yang lebih tenang.” Lalu, setelah membuat Derana mengangguk, lelaki itu merengkuh pinggang sang wanita, membawanya ke sudut ruangan yang lebih sepi. Derana mengikutinya keluar dari ruangan utama pesta, menuju balkon yang sepi. Angin malam yang sejuk menyambut mereka, memberikan sedikit kelegaan dari suasana pesta yang menyesakkan dada Derana seorang. “Terima kasih telah datang,” ujar sang wanita, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Arash tersenyum. “Saya tahu banyak hal. Dan saya ingin membantu Anda.” Tanpa bertele-tele, Arash menatapnya dengan mata yang tajam namun penuh pengertian. “Saya mendengar apa yang terjadi. Saya di sini untuk membantu Anda, seperti yang dijanjikan.” Mendengar itu, membuat Derana merasakan harapan yang baru tumbuh di dalam hatinya. Seperti yang pernah ia dengar, benar Arash adalah tipikal lelaki yang tidak banyak berbasa-basi. Derana merasa tertarik pada tawaran ini, meskipun ia juga tidak sepenuhnya memahami konsekuensinya. Ia hanya memberanikan diri untuk menatap mata Arash. Dan di balik keseriusannya, ada sesuatu yang menarik. Sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang Arash. Derana menghela napas. Ia mengalihkan pandang pada kegelapan malam. “Saya ingin membalas dendam atas apa yang telah dilakukan Haka. Saya tidak bisa membiarkan dia lolos begitu saja.” Arash mengangguk pelan. "Saya mengerti. Kita akan merencanakan ini dengan hati-hati. Anda tidak sendirian dalam hal ini." Di bawah cahaya bulan yang lembut, Derana merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat. Dengan kehadiran Arash, ia merasa ada secercah harapan untuk membalas dendam dan memulihkan harga dirinya yang telah hancur. “Tapi—” “Apa yang membuat Anda tertarik membantu saya?” Derana merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia menatap Arash penuh kewaspadaan. Namun, lelaki itu justru menyiratkan ketenangan. Derana tahu, malam ini akan menjadi awal dari sesuatu yang besar. Namun, bagaimana ia akan menghadapi Haka dan apa yang akan terjadi selanjutnya, masih menjadi misteri yang menegangkan. “Kontrak apa yang Anda tawarkan?” “Bagaimana dengan menikah?” ujar Arash. “Apa?” Derana terkejut. “Apa anda sudah benar-benar gila?”“Kamu akan berakhir sama seperti ayahmu.”“Takdirmu ada di tanganku,”Dalam diam, Haka berjanji pada dirinya sendiri. Dendamnya menguar begitu pekat, dengan kegetiran yang tak terucapkan, hingga terasa menguasai setiap helaan napas di sekitarnya.Ia menyeringai, mengingat setiap penghinaan yang pernah diterimanya di masa lalu yang mendorongnya untuk bertindak berani. Ia membayangkan bagaimana hidupnya telah berubah setelah balas dendamnya terwujud—meski begitu, bayangan gelap itu selalu mengikutinya, tak pernah memberinya kedamaian.Pada waktu itu, saat dirinya berdiri di ruang tamu yang megah, Haka memerintahkan pembantu rumah tangganya dengan suara tegas.“Suguhkan teh ini untuk ayah!” Pembantu itu, tanpa curiga, mengambil cangkir teh yang telah disiapkan Haka dengan hati-hati. Teh itu bukan sekadar teh biasa; di dalamnya, Haka telah mencampurkan sesuatu yang mematikan.Haka menyaksikan dengan puas saat ayah Derana menerima cangkir teh itu dengan senyum ramah, tidak menyadari baha
“Ternyata selama ini...” Sembari membekap mulut, Derana berlari sekuat yang dia bisa. Ketika kenyataan pahit itu menghantamnya. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ketika kenyataan itu datang untuk kedua kalinya, menghancurkan sisa-sisa harapan yang masih tersisa. Hatinya yang sudah retak kini hancur berkeping-keping, seolah tak ada lagi yang bisa diselamatkan. “Aku hidup dengan pembohong?” pikirnya, tak percaya dengan kenyataan yang baru saja terungkap. Selama ini, orang yang ia percayai dan cintai ternyata adalah sumber dari semua kesulitan yang ia alami. Bagaimana mungkin ia bisa begitu buta? Bagaimana mungkin ia tidak melihat tanda-tanda pengkhianatan itu? Kini, ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa musuh terbesarnya adalah orang yang paling dekat dengannya.Tidak ada alasan lagi untuk dirinya tinggal bersama pembohong itu. Semua kepercayaan telah hancur, dan setiap kenangan manis kini terasa pahit. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi“Ya! Teror yang selama i
Derana ingin berteriak, namun suaranya tertahan di tenggorokan, hanya menghasilkan suara gemuruh yang nyaris tak terdengar. Panik mulai merayapi dirinya, jantungnya berdetak semakin cepat.Dengan sekuat tenaga, Derana berusaha melepaskan diri. Ia menggeliat dan meronta, menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan cengkeraman yang menahannya. Akhirnya, ia berhasil melepaskan diri dan berbalik badan dengan cepat. Tatapan matanya langsung berkaca-kaca saat melihat sosok di depannya.“Arash,” Satu tetes air matanya jatuh, mengalir perlahan di pipinya. Derana tertangkap basah. Namun, alih-alih merasa takut, perasaan kalut menguasai hatinya. Mereka saling menatap dalam kebisuan, membiarkan mata mereka berbicara lebih banyak daripada kata-kata yang bisa diucapkan. Derana bisa melihat keterkejutan serta kekhawatiran melalui pantulan bening lelaki itu. Keheningan yang mencekam menyelimuti keduanya, seolah waktu ikut berhenti sejenak.Namun setelahnya, isak tangis sang wanita yang memecah su
Gelapnya malam perlahan-lahan tersingkir oleh cahaya keemasan yang menyebar dari timur. Matahari bergerak cepat di langit, dan sebelum menyadarinya, senja tiba dengan warna-warna indahnya.Hari itu berlalu dalam kabut kelelahan. Ketika akhirnya matahari mulai tenggelam, Derana merasa seperti pelaut yang akhirnya melihat daratan setelah berhari-hari terombang-ambing di lautan.Langkah kaki lelah itu menggema di koridor kantor, suasana sepi semakin terasa saat dirinya tiba di basement. Hanya beberapa mobil yang tersisa, berjejer seperti saksi bisu dari hiruk-pikuk hari yang telah berlalu. Keheningan malam menyelimuti tempat itu, membuat setiap suara kecil terdengar jelas dan menggema di ruang kosong.Degh.Langkahnya terhenti, seiring dengan detak jantungnya yang mengikuti. Spontan, derap langkahnya pun memantul di dinding beton—mengundang langkah kaki lain juga ikut terhenti, seolah pemiliknya mendengar dan merespons kehadirannya—dia sigap menoleh. Dua figur itu membuat Derana berdiri
Senja mulai merayap di langit kota ketika Derana akhirnya tiba di rumah setelah hari yang panjang di kantor. Kelelahan tampak jelas di wajahnya, namun ia tetap bersemangat untuk menyiapkan hidangan makan malam. Aroma bawang putih serta rempah-rempah mulai memenuhi dapur kecilnya, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan dinginnya malam di luar. “Ting-Tong.”Bunyi bel pintu memecah fokusnya, Derana mengernyit. Rasa penasaran membuatnya bergegas mematikan kompor. Dengan langkah cepat, ia menuju pintu dan membukanya. Di sana, berdiri sekretaris Arash dengan sebuah dokumen di tangannya. Sebuah senyum terpatri ketika tatapan keduanya bertemu. “Selamat malam, Nyonya,” ucap pria berjas rapi itu, membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda hormat.“Selamat malam,” balas Derana, senyumnya tetap terjaga, “Ada yang bisa saya bantu? Arash, ada di dalam.”Sekretaris itu mengeluarkan sebuah map dari tasnya, “Saya hanya ingin menitipkan dokumen ini untuk Tuan Arash. Bisakah Anda menyampaika
Pada saat yang sama, di sebuah kediaman yang megah, pagi itu terasa berbeda bagi Haka pada Ilona. Mereka duduk di meja makan, bersiap untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor. Namun, suasana pagi ini terasa aneh. Ilona tampak tidak peduli padanya, tidak menunjukkan perhatian seperti biasanya.Diam-diam lelaki itu terus mencuri pandang, memperhatikan Ilona yang sedang berkutat menikmati sarapannya.Ada yang berbeda pada wanita itu. Dia terlihat tersenyum-senyum tanpa sebab, seolah pikirannya sedang melayang ke tempat lain. Padahal Haka, duduk tepat di depannya, namun Ilona tampak tenggelam dalam dunianya sendiri.Haka mencoba bertanya, “Apa dasi baruku sudah dicuci?”“Yaa...” Tanpa menoleh mengalihkan perhatiannya, Ilona hanya menjawab singkat.Karena hal itu membuat pikiran yang tidak seharusnya bermunculan. Haka menyipit, “Ilona, kamu baik-baik saja?”“Yaa, tentu!” jawabnya dengan antusias, “Aku baik-baik saja!”Pada saat itu, Ilona sama sekali tidak mendongak. Wanita itu tetap foku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments