Beranda / Romansa / Kontrak Pernikahan Boss Gila / 6. Dua Manusia Terkutuk

Share

6. Dua Manusia Terkutuk

Penulis: Manorra Lee
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 14:42:04

Suasana ruangan Alex berubah mencekam. Pria itu bersandar di depan meja kerjanya dengan tangan terlipat di depan dada, ia sedang melihat Zoya yang kewalahan menenangkan singa betina yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja. Sejak anak buahnya menyelamatkan singa betina itu dari amukan masa, singa betina itu tidak berhenti berteriak dan mengomel ini itu, seolah mulutnya diciptakan hanya untuk berteriak, alih-alih mendesah.

Ah, sialan! Alex jadi membayangkan yang tidak-tidak.

"Jangan ditekan! Kau ingin membunuhku!" Joana berteriak.

"Maaf, aku harus merekatkannya di kulitmu." Dengan telaten Zoya menempelkan kain kasa yang sudah diberi obat ke dahi Joana setelah sebelumnya mengobati luka di lutut dan wajah wanita itu.

"Sudah kubilang jangan ditekan, bisa dengar tidak!" Joana meradang.

"Maaf."

"Maaf, maaf! Kau pikir maafmu bisa menyembuhkan luka ini, sialan!"

Sejujurnya, luka yang ia terima tidak begitu sakit jika dibandingkan dengan penghinaan dan rasa malu yang ia terima. Bagaimana bisa para tikus itu ramai-ramai mengeroyoknya. Beruntung ada anak buah Alex, para pahlawan kesiangan itu membantunya keluar dari kerumunan setelah hampir mati dipukuli.

"Apa yang terjadi hari ini, semua kesialan ini, salah kalian!" Joana melirik tajam Alex yang sedang menatapnya. "Seharusnya kau menunggu persetujuanku sebelum menerbitkan berita tidak masuk akal itu!" sungutnya, menggebu-gebu.

"Aku yang memiliki kekuasaan di sini. Untuk apa menunggu persetujuanmu?" Alex menaikkan sebelah alisnya.

Joanna tertawa sumbang. Ia berdiri begitu Zoya menyingkir setelah mengobati semua lukanya. Tatapan tajamnya menghunus pria itu. Rasanya ingin sekali menampar wajahnya, melakukan semua yang dilakukan tikus-tikus sialan itu. Joana ingin pria itu merasakan apa yang ia rasakan. Enak saja memiliki kekuasaan lalu bisa berbuat semaunya.

"Dengar baik-baik. Lihat apa yang aku alami hari ini." Joana merentangkan tangannya disertai sedikit ringisan untuk memperlihatkan keadaannya pada Alex, padahal pria itu juga sudah melihat betapa mengenaskannya itu.

"Ini sangat menyakitkan asal kau tau. Karena itu, aku semakin yakin untuk menolak pernikahan sialan ini. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan kualami setelah ini. Mungkin mereka akan membunuhku begitu saja, membakar rumahku atau meledakkannya!" cerocos Joana, tidak bisa lagi menahan kekesalan yang tertimbun di dadanya. Karirnya benar-benar akan berakhir kalau seorang wartawan mengambil gambarnya yang sedang dianiaya.

Oh, sial! Joana tidak bisa membayangkannya, kepalanya sakit. Ia memegangi kepalanya yang berdenyut menyakitkan.

"Kau tidak apa-apa?" Zoya meraih bahu Joana ketika wanita itu hampir terjatuh. Pun, dengan Alex yang sudah berdiri tegak, namun hanya memperhatikan karena kalah cepat dengan Zoya.

"Lebarkan telingamu. Dengarkan baik-baik yang kukatakan tadi!" Walaupun pandangannya kabur, Joana masih bisa mengoceh. "Aku menolak pernikahan sialan ini, menolak!" teriaknya, lalu terjatuh ke lantai tanpa kesadaran.

Zoya mematung, begitu pula dengan Alex. Mereka saling memandang. Tatapan Zoya seolah bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?" Sedangkan Alex hanya mengangkat kedua alisnya dan menggeleng.

"Oh, sial! Semua ini memang gara-gara kau Alex!" keluh Zoya seraya mengangkat tubuh Joana, menyeretnya ke sofa yang ada di ruangan itu. "Kemarin kau menolaknya mentah-mentah, lalu tengah malam memintaku membuat artikel itu dan kau langsung mengunggahnya tanpa persetujuan Joana. Kalau sudah begini, apa yang akan kau lakukan?" Zoya menatap Alex dengan raut kesal.

Alex berjalan mendekat dan berdiri di depan sofa tempat Joana terbaring. "Memangnya apa? Semuanya sudah terjadi."

Zoya mendengus sinis. Pandangannya beralih pada sosok Joana yang tidak sadarkan diri, prihatin melihat keadaan wanita itu. Ia bisa memahami perasaan Joana. Pasti ia memilih menghilang dari muka bumi daripada menanggung malu. "Apa dia gegar otak?" tanyanya, prihatin.

"Kau tidak melihat darah menetes dari kepalanya?" Alex berkicau dengan santainya.

Zoya melotot dan segera berdiri untuk melihat di samping Alex. Ia membekap mulutnya menggunakan kedua tangan ketika melihat cairan merah mengalir di sofa. "Astaga! Kenapa kau diam saja, sialan!"

"Kau mengataiku sialan?" Alex melotot.

"Idiot!"

***

Di dalam ruangan bernuansa putih dengan bau khas obat-obatan yang tersamarkan pewangi ruangan. Joana terbaring dengan perban yang melilit kepala, juha segala peralatan medis yang menempel di tubuhnya. Wanita itu membuka mata perlahan ketika telinganya menangkap suara-suara aneh di ruangan itu.

"Apa aku pingsan di klub malam?" batinnya. Kepalanya terasa sakit dan sangat berat seperti habis menenggak puluhan botol wine.

"Alex ...."

"Tutup mulutmu!"

Wanita dalam pangkuan Alex tidak berhenti mendesah ketika tangan pria itu bermain-main di bagian bawahnya.

"D-di ruangan ini, a-ada CCTV," wanita itu menggumam dengan terbata-bata.

Seiring dengan kegiatan itu berlangsung, Joana berusaha keras untuk membuka matanya lebih lebar. Telinganya sakit mendengar suara-suara menjijikan itu. Masih dengan pandangan yang belum sempurna, ia menggerakkan kepala ke arah suara. Ia menyipit untuk memastikan penglihatannya masih normal atau tidak, dan kedua matanya seketika terbuka lebar. Ia ngin berteriak, tetapi yang keluar dari mulutnya justru suara serak yang terdengar seperti tikus.

Dua insan yang sedang berbuat tidak senonoh itu menghentikan kegiatannya, pandangan mereka terpusat pada Joana yang berbaring di ranjang. Wanita itu sudah sadar dan sedang melihatnya dengan badan bergetar.

"Apa dia kejang?" Alex bertanya pada Zoya yang masih membeku di pangkuannya. "Apa tidak apa-apa kita lanjutkan? Aku sudah tidak tahan."

Tersadar, Zoya segera berdiri dan merapikan pakaiannya yang berantakan, bahkan bajunya sudah tidak terpasang dengan sempurna. Ia berlari mendekati Joana, lalu menekan tombol merah di atas ranjang. "J-Joana ... maafkan aku."

"Dasar jalang sialan!" bisik Joana dengan nada lemah. Ia tidak bisa bernapas dengan baik, dadanya seperti tertimpa beban ribuan ton, badannya terasa sakit dan tidak bisa bergerak walau sudah berusaha sekuat tenaga untuk bangun.

Belum sempat Zoya berbicara, seorang dokter dan beberapa orang berbaju putih masuk ke dalam ruangan. "T-tolong dia," katanya.

Zoya menyingkir karena dokter itu mengambil alih tempatnya. Ia luar biasa panik karena ketahuan sedang berbuat yang tidak-tidak bersama Alex, tidak, tidak, sejujurnya ia lebih mengkhawatirkan Joana.

Alex yang bisa-bisanya masih memasang raut santai pun berdiri dan menghampiri Zoya. "Tidak perlu khawatir. Dia tidak akan mati," ucapnya pada asisten pribadinya itu. Zoya tidak menggubris, rasa takut dan cemas lebih tebal menyelimutinya.

"Aku akan memastikannya untuk menutup mulut, kalau itu yang kau khawatirkan." Alex kembali bersuara.

"Diam! Aku tidak ingin mendengarmu berbicara."

Harap-harap cemas. Zoya segera mendekat ketika dokter itu berbalik. Seorang wanita berpakaian putih lain menyerahkan sebuah amplop besar pada dokter itu. "Dari hasil CT scan, ditemukan pendarahan di kepala akibat benturan keras. Juga, ada sedikit retak di tulang punggungnya," jelas dokter sambil memberikan hasil CT scan di tangannya pada Zoya. Namun, Alex segera merebutnya.

"Apa separah itu? Dia hanya dipukuli beberapa orang!" Alex protes. Jika dilihat dari Luar wanita itu memang sangat mengenaskan, ada beberapa luka di wajah mulusnya, juga lututnya sedikit terkelupas karena gesekan. Akan tetapi, bukankah seharusnya itu tidak masalah?

Mulut Zoya menganga tidak percaya, sedangkan dokter hanya tersenyum sambil menjawab. "Saat dibawa ke sini, kepalanya mengalami pendarahan. Pasien kehilangan kesadaran karena kemungkinan tidak kuat menahan sakit di tubuhnya, dan yang saya sebutkan tadi, itu yang sebenarnya dia alami."

Alex menatap Joana yang tengah memejamkan mata, ia sudah jauh lebih tenang. Ah, sialan! Kenapa sesuatu di dalam dadanya seperti akan meledak. Tanpa sadar Alex meremas mika hasil CT scan di tangannya. Ia menoleh pada Zoya. "Cepat tangkap siapapun yang telah memukulinya dan semua orang yang berkumpul di depan gedung pagi itu! Bawa mereka ke hadapanku. Aku akan meremukkan tulang-tulang mereka sebelum menguburnya, brengsek!" teriaknya penuh amarah.

Manorra Lee

Mohon dukungannya, teman-teman. Jika ada kritik dan saran, saya terbuka untuk menerima dan memperbaiki kesalahan. Terima kasih banyak atas dukungannya.

| Sukai
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   10. Mara Leah

    Joana tidak bisa menahan mulutnya yang berkali-kali terbuka lebar karena menguap. Ia muak, telinganya berdenging, bosan mendengar ocehan Bibi Oda tentang Alex yang tidak ada hentinya. Tidak ada informasi yang benar-benar penting, tetapi ia harus pura-pura memasang telinga dengan baik.Menyebalkan!Mereka masih berada di taman belakang, Bibi Oda duduk di kursi santai, Joana masih setia dengan kursi rodanya, sedangkan Alex entah pergi ke mana. Sebelum pergi, ia menyuruh dua perempuan berbeda usia itu untuk mengobrol hal penting yang perlu Joana ketahui. Dengan harapan istri barunya itu tidak akan merepotkan ke depannya.“Dia tidak bisa makan makanan laut, tapi suka salad tuna salmon.”Joana hanya mengangguk.“Pengelolaan emosinya sangat buruk dan dia sangat menyebalkan. Jadi, jangan sekali-kali membuatnya marah. Kita tidak tahu apa yang bisa dia lakukan, kelakuannya sering di luar nalar.”“Ya, ya, aku tahu itu. Dia memang sangat menyebalkan, suka marah-marah dan brengsek!” Sangat breng

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   9. Alice Kayona

    Perban masih melingkar di kepala Joana, begitu pula dengan korset khusus yang terpasang di pinggangnya. Dokter memasang benda itu sebelum ia benar-benar diperbolehkan untuk pulang. Walau kesulitan bernapas, korset itu membantunya bergerak tanpa harus menekuk tubuh dengan berlebihan. Wanita dengan setelan baju tidur panjang itu meringkuk di dalam mobil, memeluk lutut memunggungi Alex yang sedang menyetir. Ia tidak tahu ke mana pria itu akan membawanya, tidak mau bertanya, dan tidak mau berbicara. “Sebelum kita ke rumahku, aku akan mengenalkanmu pada Bibi Oda. Dia akan membantumu banyak hal.” Mendengar nama itu, Joana membuka mata. “Dia siapa?” tanyanya tanpa mengubah posisi. Alex tidak langsung menjawab. Cukup lama Joana menunggu pria itu membuka mulut, hingga akhirnya embusan napas panjang terdengar dan ia menjawab, “Pengasuhku.” Singkat, padat, dan cukup membuat Joana kesal. Untuk apa ia harus berkenalan dengan seorang pengasuh? Alex tidak berniat menjadikannya pelayan,

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   8. Berlenggok di Atas Ranjang

    Berawal dari kalimat "kita menikah besok", di sinilah Joana sekarang. Sebenarnya masih tergeletak di ranjang rumah sakit, tetapi dikelilingi orang-orang yang sangat ia kenal. Kata Alex, "Mereka akan menjadi saksi pernikahan kita."Joana masih membeku di tempatnya ketika kakak angkatnya—Brian—mengantarkan seorang pendeta keluar dari ruang inap. Di sampingnya, Alex tidak berhenti tersenyum jumawa ketika semua orang—sebenarnya hanya ada Brian, Zoya dan Bams—mengucapkan selamat atas janji pernikahan yang baru saja digelar.Pernikahan yang sangat sederhana. Hanya ada wali, tanpa orang tua Joana dan tanpa orang tua Alex. Acara hanya mengucapkan janji suci, menyematkan cincin, memberi selamat dan selesai. Tidak ada acara makan-makan atau apa pun itu, tetapi kalau mau, para tamu bisa makan buah-buahan yang mereka bawa sendiri karena Joana tidak terlalu menyukainya."My Ruby, aku tahu kau sedang tidak baik-baik saja, tapi setidaknya tersenyumlah untuk satu hari saja." Bams berbisik di telinga

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   7. Menikah!

    "Aku tidak mau makan!" Joana memalingkan wajahnya. "Kau akan tetap berada di tempat ini kalau tidak makan!" "Biarkan saja! Aku sangat menyukai ketenangan tempat ini." Joana tersenyum lebar, lalu seketika berubah sinis. "Enyahlah dari ruanganku, muak sekali melihat wajahmu!" Alex menurunkan sendok yang menggantung di udara, lalu meletakan piring yang ia pegang ke nakas dengan sedikit membantingnya. "Ya sudah. Membusuk lah di tempat ini!" balasnya sengit. Ia sudah meluangkan banyak waktu berharganya untuk menemani wanita ini, sudah tiga hari sejak pertama kali dirawat. "Ya sudah, pergi saja sana!" Joana melirik Alex, tetapi pria itu masih bergeming di tempatnya. "Kenapa masih di sini? Aku muak sekali melihat wajahmu dan tingkah lakumu. Bisa-bisanya membuat asistenmu yang menjijikkan itu mengangkang di depan mataku. Di depanku yang sedang sekarat! Kalian tidak punya otak!" Astaga. Memikirkan perbuatan menjijikan itu membuat kepala Joana kembali berdenyut sakit. "Aku akan menelpon or

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   6. Dua Manusia Terkutuk

    Suasana ruangan Alex berubah mencekam. Pria itu bersandar di depan meja kerjanya dengan tangan terlipat di depan dada, ia sedang melihat Zoya yang kewalahan menenangkan singa betina yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja. Sejak anak buahnya menyelamatkan singa betina itu dari amukan masa, singa betina itu tidak berhenti berteriak dan mengomel ini itu, seolah mulutnya diciptakan hanya untuk berteriak, alih-alih mendesah.Ah, sialan! Alex jadi membayangkan yang tidak-tidak."Jangan ditekan! Kau ingin membunuhku!" Joana berteriak."Maaf, aku harus merekatkannya di kulitmu." Dengan telaten Zoya menempelkan kain kasa yang sudah diberi obat ke dahi Joana setelah sebelumnya mengobati luka di lutut dan wajah wanita itu."Sudah kubilang jangan ditekan, bisa dengar tidak!" Joana meradang."Maaf.""Maaf, maaf! Kau pikir maafmu bisa menyembuhkan luka ini, sialan!"Sejujurnya, luka yang ia terima tidak begitu sakit jika dibandingkan dengan penghinaan dan rasa malu yang ia terima. Bagaimana bis

  • Kontrak Pernikahan Boss Gila   5. Demonstran

    Ponsel di atas nakas tidak berhenti berdering, sedangkan si pemilik masih tertelungkup di ranjang dengan kepala sengaja ditutup menggunakan bantal. Ia menggeram keras, lalu bangkit dan membuang bantal itu ke sembarang arah.“Siapa yang memasang alarm pagi-pagi buta!” teriaknya, menatap nyalang ponsel yang nyaris jatuh karena getar. Ia beringsut mendekati nakas, meraih ponsel itu dengan kasar, melihatnya sebentar lalu menggeser tombol hijau pada layar.“Apa!” Ia berteriak di layar ponselnya.“Kau sudah gila, Joana?”“Apa yang kau lakukan!”“Kegilaan apa lagi kali ini!”Balas orang di seberang, juga dengan berteriak lebih kencang. Pandangan Joana mengarah pada layar ponselnya, melihat nama yang tertera di sana, lalu pandangannya beralih ke sekeliling kamarnya. “Memangnya salah tidur di rumahku sendiri? Aku tidak sedang tidur bersama pria!”“Pria? Pria apa yang kau maksud, My Ruby! Jangan menghayal tidur dengan Mr. Hans. Lihat artikel yang kukirim tadi. Aku yakin ini ulahmu!”Joana menek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status