"Jadi kak Layla membalasnya?""Aku tidak tahan, Kiran.""Memang seharusnya begitu, Kak!" kata Kiran dengan suara menggebu-gebu. "Kakak harus membalasnya dengan kata-kata pedas yang sama. Kalau aku jadi kakak, aku sudah melabraknya dan menamparnya!""Sshhh." Layla mengggeleng dan mengarahkan jari telunjuknya ke mulut sang adik ipar. Setiap kali berkunjung, gadis itu selalu saja tidak bisa memelankan suaranya. "Aku tidak ingin ada masalah, kecuali kalau Olivia melampaui batas.""Kakak terlalu baik, sungguh. Sama saja dengan kak Arsen," kata Kiran cemberut. "Aku jadi cemas kalian akan ditipu. Kalian adalah pasangan yang terlalu lembut, beda denganku dan Kaito.""Kau dan Kaito apa memangnya? Pasangan enerjik?""Tentu saja!" sahut Kiran dengan wajah bangga.Layla tertawa kecil. Tidak bisa ia bayangkan betapa berisiknya rumah Kiran dan Kaito. Tentunya, mereka tidak akan terjebak dalam masalah karena keduanya sama-sama blak-blakan. Seandainya saja Layla bisa mengungkapkan perasaannya tanpa k
Sepertinya terhitung hanya sekali saat Layla membuka buku album pernikahannya dengan Arsen.Waktu itu, ia masih cukup kecewa dengan kenyataan bahwa ia harus menjalin kontrak dengan Arsen, jadi ia menyimpan rapat-rapat album foto itu. Tetapi sekarang, saat ia membongkar satu kardus berisi buku-buku yang telah ia baca, ia mendadak penasaran dengan isinya.Layla membuka lembar demi lembar yang memperlihatkan dirinya, Arsen, dan keluarganya. Kebanyakan adalah foto yang diambil secara acak, sementara fotonya dengan Arsen bisa dihitung dengan jari.Tetapi, ada beberapa yang terlihat romantis.Terutama saat ia dan Arsen berdansa. Bahkan di mata Layla, foto di mana ia berputar di bawah lengan Arsen dengan gaun yang mengembang jauh lebih manis, dibanding foto saat Arsen menunduk untuk menciumnya.Layla meraba perlahan gambar itu dan tersenyum tipis. Mungkin jika takdir tidak berpihak padanya dan ia harus berpisah dengan Arsen, foto ini akan menjadi kenangan terindah untuknya. Setidaknya, ia ta
"Ini sudah sebulan Nak, bukankah itu normal bagi Layla untuk hamil? Ibu sudah cukup bersabar."Arsen memijat sisi kepalanya yang mendadak terasa sakit memikirkan permintaan ibunya. Bagaimana ia memberi jawaban yang tepat? Ibunya sangat berharap dengan kehamilan Layla, sementara hubungannya dengan gadis itu hanya sekadar... kontrak."Ibu, tolong dengarkan penjelasanku dulu," kata Arsen dengan suara lembut, mencoba membujuk ibunya yang keras kepala dengan keinginannya. "Aku tahu Ibu sangat menginginkan kehamilan Layla, tapi kami masih ingin menikmati waktu berdua.""Layla juga menginginkan hal yang sama?""I-ya," jawab Arsen kaku. Ia menelan ludah dan memohon maaf berulang kali dalam hati karena telah membohongi ibunya. Arsen hanya berharap ibunya yang berada jauh di seberang sana bisa percaya dengan ucapannya."Baiklah, tapi tetap saja Ibu berharap adanya bayi dalam waktu dekat. Mungkin Layla akan berubah pikiran," sahut ibunya, masih bersikeras."Aku pasti akan memberitahu Ibu jika ka
Perpustakaan telah selesai hari ini.Layla yang sedang membersihkan dapur setelah sarapan bergegas keluar. Arsen menatapnya dengan senyum sumringah, ikut bahagia melihat betapa antusiasnya gadis itu."Kau terlihat begitu bersemangat." Arsen sengaja berkomentar dengan suara menggoda."Benarkah?" Layla menangkup pipinya dan tidak bisa menahan tawanya. "Padahal aku berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja."Arsen kontan terkekeh. "Kau tidak bisa menyembunyikannya dengan senyum lebar di wajahmu itu."Layla langsung menutup mulutnya dengan tangan, tetapi tetap saja matanya yang menyipit dengan jelas memperlihatkan rasa senangnya.Arsen kembali tertawa dan tanpa basa-basi meraih tangan Layla. "Ayo kita lihat perpustakaannya. Itu adalah hadiah untukmu, jadi aku senang jika kau menyukainya.""Kau memberiku terlalu banyak hadiah Arsen," sahut Layla. "Kemarin jepitan, dan sekarang perpustakaan ini juga selesai lebih cepat.""Sudah kubilang aku ingin membahagiakanmu, Layla," kata Arsen tanpa berp
Layla meletakkan air minum dan handuk saat Arsen melangkah mendekat. Keringat bercucuran di dahi, leher, dan bahu Arsen, membuat bagian atas kaos yang dipakainya basah.Melihat Arsen yang masih memakai sarung tinju, Layla mengulurkan tangannya dan membantu. Pria itu terus menatapnya dengan mata hitamnya yang dalam, sampai ia meletakkan dua sarung tinju itu di atas meja."Ke-kenapa?" tanya Layla, ingin tahu kenapa tatapan Arsen terus terpaku padanya.Arsen tersenyum tipis dan duduk di bangku. Ia tidak langsung menjawab, melainkan mengelap keringat di tubuhnya. Layla menatapnya, kemudian memalingkan wajah saat Arsen menoleh."Ini benar-benar sangat cocok untukmu. Kau terlihat cantik." Sebuah sentuhan tangan dingin terasa di kepala Layla. Ia mendongak dan Arsen tersenyum manis saat menyentuh ringan jepitan di kepala Layla."Ah itu..." Layla tersipu dan mengangguk pelan. "Kau sudah membeli banyak, jadi tidak mungkin aku hanya menyimpannya. Aku akan terus memakainya."Lagi, Arsen tidak men
Arsen melangkah cepat menaiki tangga menuju apartemen Olivia. Ia masih memiliki waktu setengah jam sebelum ke bandara dan berniat menemui wanita itu sebentar. Olivia tidak menjawab pesannya dan ia khawatir ada sesuatu yang terjadi.Tetapi begitu tiba di puncak tangga, langkah Arsen sontak terhenti ketika melihat sosok asing di pintu apartemen Olivia. Pria itu memakai topi dan masker, posisinya membelakangi Arsen dan dia tampak membungkuk ke arah Olivia.Apa yang sedang dia lakukan?"Olivia?" panggil Arsen dan pria itu langsung berbalik dengan terkejut.Wajah Olivia bahkan terlihat lebih syok sebelum dia bisa mengontrol ekspresinya. Arsen sempat melihat matanya yang terbuka lebar. Kenapa Olivia begitu terkejut?Olivia mendorong Bryan untuk mundur tatkala Arsen mendekat dengan kening berkerut. Ia berusaha untuk berekspresi senormal mungkin.Sial, kenapa Arsen tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan?"Ah, Arsen... aku kira, bukankah kau sudah harus berangkat ke bandara?""Aku ingin menemuim
Pernikahan itu akan menjadi perubahan besar dalam hidupnya.Layla menghela napas panjang. Kepalanya disandarkan ke kaca jendela yang dingin. Iris cokelatnya terpaku pada segaris bulan baru yang berpendar.Perasaannya tidak karuan memikirkan pertemuannya dengan calon suaminya.Di umurnya yang baru 19 tahun, ia terpaksa harus menerima perjodohan dari orang tuanya. Layla tidak punya pilihan lain mengingat orang tuanya terlilit banyak hutang.Perusahaan ayahnya mengalami kebangkrutan dan salah satu rekannya mau menolong asal Layla bersedia dijodohkan dengan putranya.Arsen Sergio, adalah nama dari pria itu.Layla tidak tahu seperti apa rupanya, tetapi ibunya bilang, umurnya lima tahun lebih tua darinya. Dia adalah direktur muda yang baru saja dilantik.Sebentar lagi, mereka akan bertemu.Layla menatap keluar jendela untuk waktu yang lama, memikirkan kembali segala rencananya di masa lalu.Layla sengaja menunda setahun sebelum mendaftar kuliah kedokteran melihat perusahaan ayahnya yang ber
'Bukankah kau yang pernah jatuh di selokan itu 'kan?'Jadi, Layla tidak salah ingat.Mereka adalah satu orang yang sama. Laki-laki yang pernah menolongnya empat tahun yang lalu. Layla tidak menyangka mereka akan bertemu lagi dalam situasi yang sangat berbeda.Takdir memang selalu memiliki rencana tersendiri.Bahkan Arsen masih mengingatnya.Layla meletakkan piring kuenya yang telah kosong dan mengambil segelas jus. Pandangannya lagi-lagi bertemu dengan mata rusa Arsen yang memandangnya di seberang meja. Entah perasaan Layla saja atau apa, tetapi tatapan Arsen seolah terus terpaku padanya.Keduanya telah diperkenalkan secara formal sebelum makan malam dimulai. Layla tidak banyak bicara, begitu pula dengan Arsen. Hanya orang tua keduanya yang sibuk berbicara mengenai banyak hal.Setelah makan malam, keduanya dibiarkan bicara berdua di taman halaman belakang rumah. Katanya supaya lebih akrab. Arsen mengangguk setuju tanpa basa-basi, sementara Layla gugup bukan main. Sepertinya, hanya La