Share

Bab 14

Author: Raka Anggara
Ketika melihat Kaisar Sinas dan Jenderal Hadi sangat senang, Evan langsung memanfaatkan momentum ini dengan berkata.

"Paman, apakah kamu ingin membeli puisi hari ini? Aku bisa memberikan harga yang murah untukmu."

Kaisar Sinas tersenyum. "Katakan dulu padaku, kenapa selama sebulan ini kamu nggak muncul?"

Evan tersenyum pahit. "Aku dipukuli orang. Dua tulang rusukku patah, jadi aku harus berbaring di tempat tidur selama sebulan. Uang yang aku dapat dari menjual puisi waktu itu juga dirampas, pakaian baruku juga diambil."

Wajah Kaisar Sinas perlahan menjadi muram.

Jenderal Hadi bahkan tampak lebih marah. "Siapa yang melakukannya? Beraninya seseorang bersikap begitu lancang di bawah kepemimpinan Kaisar!"

"Bintang, beri tahu padaku, siapa yang melakukannya? Aku akan membalaskannya untukmu."

Evan merasa terharu karena ada orang asing yang memperlakukannya lebih baik daripada Keluarga Nigrat.

"Lupakan saja, ini semua salah tubuhku yang nggak kuat. Aku nggak punya cukup makanan, nggak punya cukup pakaian hangat, ditambah lagi baru sembuh dari sakit. Tubuh ini lemah, sangat rentan!"

Evan memanfaatkan kesempatan untuk mencari simpati. Dia berharap ketika Akash membeli puisinya nanti, pria itu akan merasa kasihan, lalu memberikan harga tinggi untuknya.

Jenderal Hadi memang memiliki kekuasaan, tetapi dia sekarang sudah pensiun.

Pangeran Felix hanyalah pangeran tanpa jabatan. Kaisar Sinas sama sekali tidak memberinya kekuasaan.

Sedangkan di belakang Deon ada Kanselir Senior yang memiliki kedudukan tinggi, serta sangat berpengaruh. Tidak mungkin mereka melawannya.

Lagi pula, Evan juga tidak ingin melibatkan orang lain dalam masalahnya. Pejabat yang jujur pun akan kesulitan menyelesaikan urusan keluarganya!

Kemarahan Jenderal Hadi tidak berkurang. "Bagaimana bisa ini dibiarkan begitu saja? Katakan, siapa yang melakukannya? Aku akan membelamu."

Evan menggelengkan kepalanya. "Jenderal Hadi, kalau kamu benar-benar peduli padaku, belilah beberapa puisiku. Sama seperti Paman, aku akan memberimu harga yang murah."

Jenderal Hadi masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia dihentikan oleh tatapan mata Kaisar Sinas.

Evan tidak ingin mengatakan apa-apa, jadi pasti ada yang ditakutinya. Mereka tidak bisa memaksanya.

"Bintang, tadi kamu memberikan tiga strategi. Bagaimana kalau aku memberimu seratus tahil perak untuk satu strategi?" ujar Kaisar Sinas.

Evan membelalakkan matanya.

"Apa ... apa kamu serius?" tanya Evan.

"Aku serius!" balas Kaisar Sinas.

Evan tersenyum lebar, tidak menyangka bahwa dia bisa menghasilkan uang dengan cara ini juga.

"Paman, terima kasih!"

Evan mengungkapkan rasa terima kasih dengan tulus.

Kaisar Sinas tersenyum. "Bintang, apakah kamu percaya pada Paman?"

Evan mengangguk.

"Kalau begitu, uangnya nggak akan aku berikan dulu sekarang. Aku akan menyimpannya di sini. Ketika kamu membutuhkannya, kamu bisa datang ke sini untuk menemuiku."

"Aku bukannya nggak ingin membayaranmu, tapi kamu sekarang nggak punya kekuatan untuk melindungi dirimu sendiri. Kamu mengerti maksudku, 'kan?"

Evan mengangguk pelan. Memang benar. Jika dia membawa tiga ratus tahil dalam bentuk uang kertas dengan kondisi tubuhnya yang seperti sekarang, mungkin uang itu akan dirampas lagi.

Meskipun uangnya disimpan di bank dengan tanda terima, uang itu tetap akan dirampas jika ketahuan.

"Kalau begitu, simpan saja di tempat Paman," kata Evan.

Pangeran Felix tidak terlihat seperti orang yang licik. Jadi, menyimpan uang padanya juga bukan masalah.

Evan berani bertaruh bahwa Pangeran Felix tidak akan menipunya. Bagi seseorang seperti Pangeran Felix, tiga ratus tahil perak hanyalah sepersekian kecil dari kekayaannya.

"Nak, kamu kurus seperti anak ayam, pantas saja uangmu dirampas. Kalau kamu bersedia, kamu bisa datang ke kediamanku. Aku akan mengajarimu beberapa jurus, jadi kamu bisa melindungi dirimu sendiri."

Jenderal Hadi memberi usul.

Mata Evan langsung berbinar. Dia buru-buru memberi hormat, "Aku bersedia. Terima kasih, Jenderal Hadi!"

"Kalau begitu, sudah diputuskan. Ketika lukamu sudah sembuh, datanglah menemuiku," kata Jenderal Hadi.

Evan mengangguk dengan mantap, langsung menyetujui.

Bisa mendapatkan dukungan dari Jenderal Hadi, keuntungannya tentu tidak perlu dikatakan lagi. Hanya orang bodoh yang akan menolak.

Lagi pula, Evan memang perlu berlatih dengan baik. Tubuhnya ini terlalu lemah.

Evan menatap Pangeran Felix, lalu bertanya, "Paman, apakah kamu masih ingin membeli puisi?"

Kaisar Sinas melihat ke luar jendela. "Hari sudah larut, aku masih ada urusan di rumah. Puisinya kita tunda sampai lain waktu saja."

Evan yang merasa agak kecewa, hanya membalas dengan gumaman pelan.

Namun, begitu teringat bahwa dia baru saja menghasilkan tiga ratus tahil perak, Evan langsung menjadi ceria kembali.

Kaisar Sinas bangkit berdiri, melihat ke arah Edo, lalu berujar, "Berikan lima tahil perak pada Bintang untuk digunakan sehari-hari."

"Bintang, aku akan menyuruh orang menyiapkan makanan untukmu. Lihat betapa kurusnya kamu. Makanlah yang banyak, jangan mengkhawatirkan tentang uangnya. Aku akan membayar tagihannya ketika pergi."

Evan tersenyum lebar. "Terima kasih, Paman!"

Kaisar Sinas tersenyum sambil mengangguk.

"Kami pergi dulu!"

Ketika sampai di pintu, Kaisar Sinas berbalik lagi. Dia melepaskan jubah tebalnya, memberikannya kepada Evan.

Jubah tebal itu berbentuk seperti mantel yang sangat tebal.

Evan berulang kali mengibaskan tangannya. "Paman, aku nggak bisa menerima ini. Ini terlalu berharga. Di luar juga sangat dingin, jangan sampai kamu kedinginan."

Sekali lihat saja, Evan bisa mengetahui bahwa jubah ini sangat mahal.

Kaisar Sinas hanya tersenyum. "Kalau aku memberikannya padamu, kamu ambil saja. Aku punya kereta kuda, nggak akan kedinginan."

Evan tidak bisa menolak lagi. Dia menerima jubah tebal itu dengan mata penuh rasa haru. "Terima kasih, Paman!"

Kaisar Sinas mengangguk, lalu pergi bersama rombongannya.

Evan mengenakan jubah tebal itu. Tidak hanya tubuhnya merasa hangat, tetapi hatinya lebih hangat lagi.

Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan di pintu.

"Masuk!"

Pelayan masuk satu per satu. Segera, mereka menyajikan satu meja penuh makanan lezat.

Rasa hangat mulai mengalir dari hatinya. 'Paman sungguh baik …' pikir Evan.

Sementara itu, Kaisar Sinas dan Jenderal Hadi duduk di dalam kereta kuda yang luas.

Edo tampak melayani di samping mereka.

"Jenderal Hadi, apa pendapatmu tentang Bintang ini?" tanya Kaisar Sinas.

Jenderal Hadi berkata, "Ketika para pemuda di ibu kota melihatku, mereka seperti melihat serigala. Mereka menghindari sejauh mungkin. Tapi ketika anak ini melihatku, dia nggak rendah diri dan juga nggak sombong. Dia memiliki aura seorang jenderal besar. Sungguh luar biasa."

"Yang lebih penting, anak ini memiliki kecerdasan dan strategi yang bagus. Kalau dilatih dengan baik, dia pasti akan menjadi orang hebat di masa depan."

Kaisar Sinas tertawa keras, lalu berujar, "Jarang sekali aku melihat Jenderal Hadi memberikan penilaian setinggi ini pada seorang pemuda. Bahkan terhadap Putra Mahkota pun kamu nggak memberikan penilaian setinggi ini."

Jenderal Hadi menjelaskan, "Yang Mulia, tren kemalasan di ibu kota tampaknya makin marak selama beberapa tahun terakhir ini. Para pemuda itu lemah dan nggak berdaya. Mereka semua harus dikirim ke medan perang untuk dilatih."

"Di sisi lain, meskipun tubuh Bintang memang agak lemah, dia punya kemauan yang kuat. Dia nggak rendah diri, tapi juga nggak sombong. Dia memiliki pengetahuan sastra, juga memahami strategi militer. Dia sungguh luar biasa."

Kaisar Sinas mengangguk, langsung menyetujui, "Anak ini memang luar biasa!"

"Yang Mulia, jangan biarkan orang berbakat yang bisa menjadi pilar negara seperti ini terbuang sia-sia," kata Jenderal Hadi.

Kaisar Sinas tersenyum, lalu membalas, "Aku mengerti!"

"Yang Mulia memang bijaksana!"

Setelah mengantar Jenderal Hadi pulang, wajah Kaisar Sinas menjadi muram dalam perjalanannya kembali ke istana.

Dia mengangkat tirai jendela, lalu memanggil, "Barda."

Barda yang mengikuti di samping kereta kuda segera membungkuk, lalu berujar dengan hormat, "Yang Mulia, apa perintahmu?"

"Pergi dan selidiki apa yang telah dialami Evan selama beberapa waktu ini."

"Siap, laksanakan!"

Edo tampak ragu-ragu untuk berbicara.

Kaisar Sinas hanya meliriknya sambil bertanya, "Apa ada yang ingin kamu katakan?"

Edo buru-buru menunduk, lalu berkata, "Yang Mulia, Evan sebelumnya mengatakan kalau lukanya disebabkan oleh bajingan kejam di kediamannya. Bajingan kejam ini kemungkinan besar adalah seseorang dari kediaman Keluarga Nigrat."

"Omong kosong." Kaisar Sinas mengomel dengan senyuman, lalu berkata dengan nada kesal, "Apakah ini perlu dikatakan? Kalau ini disebabkan oleh orang luar, dia pasti sudah melapor ke pihak berwenang. Hanya orang dari kediaman Keluarga Nigrat saja yang bisa membuatnya bungkam tentang hal ini, hingga nggak mau banyak bicara."

"Deon ini tampaknya menganggap perkataanku sebagai angin lalu."

Tubuh Edo sedikit gemetaran. Dia tahu bahwa kali ini Yang Mulia benar-benar marah.

"Yang Mulia, tolong jangan marah. Kesehatan Yang Mulia adalah yang utama. Jangan sampai amarah merusak kesehatanmu," kata Edo.

Kaisar Sinas mendengus dingin, lalu berkata, "Nanti ketika kembali ke istana, kirim orang ke kediaman Keluarga Nigrat. Suruh Deon untuk datang menghadapku."

"Baik!"

'Deon, oh Deon, apakah jabatanmu selama belasan tahun ini sia-sia? Yang Mulia sudah memperingatkanmu, tapi kamu masih berani melanggar dengan sengaja. Apa kamu sengaja mencari kematian dengan mengabaikan perintah Kaisar?' gumam Edo dalam hati.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 50

    Di ruang kerja kekaisaran di Istana.Wahyu berdiri di bawah meja dan melaporkan percakapannya dengan Evan kepada Kaisar Sinas secara detail.Setelah mendengar laporan dari Wahyu, Kaisar Sinas segera menulis di atas selembar kertas dengan kuas merahnya.Setelah selesai, dia mengangkat kertas itu dan membacanya dengan saksama."Membunuh satu orang setiap sepuluh langkah dan nggak pernah meninggalkan jejak apa pun dalam jarak seribu mil. Setelah selesai bekerja, langsung pergi dan menyembunyikan identitas.""Dari zaman dulu kala juga semua orang pasti akan mati. Yang penting tinggalkan saja hati yang bersih dalam sejarah.""Air dapat membawa perahu ke mana-mana, tapi juga bisa menenggelamkannya ...."Kaisar Sinas membacanya sekali dan menyukai puisi ini. Makin dibaca, makin dia menyukainya."Bocah itu memang sangat berbakat .... Sayangnya, dia terlalu kurang ajar dan nggak menghormati keluarga kerajaan."Kaisar Sinas melirik Wahyu, lalu bertanya, "Karena kamu sudah bicara dengannya, apa p

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 49

    "Iya. Menyandera dan memukuli Pangeran Kelima adalah kejahatan berat yang hukumannya berupa hukuman mati bagi seluruh keluarga.""Sebenarnya, aku melakukan itu atas perintah seseorang."Jantung Wahyu sontak berdebar kencang. Apa mungkin ada orang lain yang berkomplot?"Siapa yang menyuruhmu?""Menteri Ritual, Deon Nigrat," jawab Evan.Wajah Wahyu sontak berkedut. Karena dia akhir-akhir ini diperintahkan untuk menyelidiki soal Evan, tentu saja dia tahu bahwa Evan tidak diterima di Keluarga Nigrat.Bocah ini ingin menyeret Deon."Apa hubunganmu dengan Deon? Mengapa dia memerintahkanmu untuk menyandera dan memukuli Pangeran Kelima?"Wahyu tetap bertanya walaupun sudah tahu jawabannya.Evan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, lalu menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa. Aku ini seorang pembunuh bayaran, jadi aku melakukan banyak hal demi uang .... Deon membayarku untuk membunuh Pangeran Kelima.""Saat orang-orangmu menangkapku, mereka menemukan seratus tahil perak yang kubawa. Itu up

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 48

    Kaisar Sinas pun mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan Wahyu untuk pergi.Setelah itu, Kaisar Sinas memandang sang pangeran sambil berkata, "Dalam beberapa waktu ke depan, jangan menjenguknya di penjara.""Walaupun pangeran kelima itu palsu, tetap saja dia berani menyandera dan memukulinya tanpa menyadari apa-apa. Dia tetap mengabaikan hukum dan kekuasaan kekaisaran, jadi dia tetap harus dihukum.""Sesuai perintah Yang Mulia!" jawab sang pangeran dengan segera.Jenderal Hadi yang sudah tidak dapat menahan diri lagi pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, masih belum ada kabar tentang Bintang Biru. Tolong izinkan hamba mengutus orang untuk mencarinya."Kaisar Sinas sontak tertegun. Belum ada kabar? Jadi, tadi siapa yang habis mereka bicarakan?Namun, sesaat kemudian Kaisar Sinas menyadari bahwa Jenderal Hadi sepertinya belum mengetahui identitas asli Evan."Jenderal Hadi, Evan yang tadi kami bicarakan itu sebenarnya Evan. Bintang Biru itu Evan. Mereka adalah orang yang sama."Jenderal Had

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 47

    Si pemimpin pun berjalan menghampiri, lalu bertanya, "Bintang Biru, kejahatan apa yang telah kamu lakukan? Walaupun kamu nggak bermaksud, kenyataannya kamu sudah menyelamatkan rekanku. Aku mungkin bisa membantumu meredakan situasi dan mendapatkan hukuman yang lebih ringan."Mereka hanya diperintahkan untuk menangkap Bintang Biru, mereka tidak tahu kejahatan apa yang telah Evan lakukan."Bahkan anak tiga tahun di ibu kota saja tahu kalau nggak akan ada yang bisa keluar hidup-hidup begitu dibawa masuk ke Divisi Pengawasan," sahut Evan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh."Semuanya tergantung pada usaha manusia. Mungkin kami dapat membantumu ... atau membuat hidupmu lebih nyaman sebelum ajal menjemput."Evan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Kalian nggak akan bisa menolongku …. Aku menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya dengan kejam. Apa kalian masih bisa menolongku?"Mereka semua sontak tertegun!Menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya adalah kejahatan berat. Hukumannya b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 46

    Evan yang sudah meluncur turun dari pohon bersiap untuk kabur.Namun, begitu berbalik badan, tiba-tiba punggungnya merasakan hawa dingin.Serigala yang menggigit kaki si pria yang tadi memeriksa abu itu tiba-tiba membuka mulutnya dan menerkam ke arah Evan.Evan refleks menoleh. Ekspresinya langsung berubah dan dia berguling di atas tanah.Serigala itu gagal menerkam.Evan pun bangkit berdiri, sementara si serigala menerkamnya lagi.Dia menatap serigala yang menerjang ke arahnya itu dengan tajam, lalu menghunus belatinya dengan secepat kilat.Wooosh!Bilah belati itu berkilat dengan dingin.Evan menusukkan belatinya pada kepala si serigala dengan mantap, akurat dan kejam."Bintang Biru!"Si pemimpin berseru memanggil.Evan mencabut belatinya, lalu balas menyeringai. "Selamat bersenang-senang! Selamat tinggal!"Setelah itu, Evan berbalik badan dan berlari pergi.Akan tetapi, ternyata masih terlalu dini untuk merasa senang!Belum sempat Evan berlari jauh, seekor serigala yang jauh lebih b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 45

    Evan hanya bisa tersenyum getir di dalam hati. Dia sudah terlalu lama membuang waktu di sini. Para anggota Divisi Pengawasan itu pasti bisa menemukan tempat ini karena mengikuti jejak tapal kuda."Bos, di sini ada abu."Salah seorang di antara mereka berkata sambil melompat turun dari kudanya, lalu berjalan menghampiri abu api unggun. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa. "Masih terasa hangat, jadi harusnya dia belum pergi jauh."Evan berdoa dalam hati semoga mereka tidak melihat ke atas …. Karena begitu mendongak, dia pasti akan ketahuan.Jika orang ini mendongak, mau tidak mau Evan harus menyerang dan membunuhnya …. Namun, bagaimana dengan empat orang lainnya?Semua anggota Divisi Pengawasan adalah ahli yang terkemuka. Kekuatan fisik Evan memang telah meningkat pesat berkat olahraga yang dia lakukan akhir-akhir ini, tetapi tetap saja dia tidak mungkin bisa menang melawan empat orang ahli dari Divisi Pengawasan secara bersamaan.Tiba-tiba, Evan menyadari bahwa sekawanan serigala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status