Share

Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura
Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura
Author: Yasu Hayashi

Duri Mawar Kematian

Author: Yasu Hayashi
last update Last Updated: 2025-07-18 08:47:24

Di atap suatu sekolah pada jam istirahat...

"Masuk keluar tanpa permisi, kau menghinaku!" Sebuah tendangan segera melesat dari kaki wanita berambut merah, Elixia Ross. Membuat siswa pria bernama Arthur terdorong mundur beberapa meter dan terjatuh.

"Pukulan Badai Mawar Membelah Bumi!" Elixia melompat, menari di udara, menghujamkan pukulannya sambil menukik tajam. Arthur terpaku, tangannya menyilang, berusaha menahan serangan tersebut.

"Bayang Menyelinap!" Leona, seorang gadis berambut abu-abu tiba-tiba menarik tangan Arthur, keduanya terpental bersamaan, efek gelombang kejut dari pukulan Elixia yang membelah angin.

"Kau... sejak kapan?" Pekik Elixia, tidak menyadari aura kehadiran Leona sebelumnya.

Arthur bangkit, berdiri menutupi Leona. "Lampiaskan saja semuanya padaku," teriaknya, menabuh genderang perang.

Elixia mendekat, langkahnya cepat. "Tarian Mawar Berduri!" Rentetan pukulan dilesatkan, Elixia bagai menari, namun tangannya terlihat tak menyentuh apapun. Arthur bergeming, tak lama menyemburkan darah segar.

"Ku akui nyalimu, anak baru!" serunya, senyumnya dingin.

Arthur segera menerjang, mendekap erat Elixia, mengunci pergerakannya. Elixia menatap tenang, memajukan kepalanya perlahan, bibirnya menyentuh bibir Arthur. "Ciuman Pencabut Sukma!" Ia berbisik.

Mata Arthur terpejam, sesaat jantungnya berdegup liar. Tak lama, parunya seakan-akan ditusuk duri, seketika ambruk karena kesulitan bernafas. "Jadi seperti itu," gumamnya, bibirnya bergetar.

"Anggap saja itu hadiah perkenalan dariku!" Elixia mengibaskan rambut merahnya, langkahnya senyap diiringi tiupan angin kencang, lalu menghilang.

Leona segera melonjak, mengecek kondisi Arthur. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, cemas.

"Aku tidak merasakan sakit apapun," jawab Arthur, tegas, lalu segera duduk bersila.

"Tapi, kamu terluka!" Leona ikut bersila, telapak tangannya terulur menyentuh punggung Arthur, mengalirkan hawa murni dari tubuhnya.

Beberapa menit kemudian pendarahan Arthur terhenti, nafasnya kembali normal. Dia membuka matanya, tampak Leona kini jongkok di hadapannya.

"Kenapa kau membantuku?" tanya Arthur.

"Aku merasakan aura lembut saat mendekatimu," jawab Leona, senyumnya seakan menyimpan misteri.

"Gadis tadi..." kalimat Arthur terputus.

"Dia Elixia Ross, member utama geng Flawless." Leona memotong pembicaraan. Ia melangkah menuju pagar pembatas atap, Arthur menghampirinya.

"Flawless?" tanya Arthur, dahinya mengkerut.

"Ya... jangan buat masalah sama mereka!" jawab Leona, matanya menengadah menatap gedung-gedung di hadapannya.

***

Beberapa jam yang lalu...

Arthur baru saja tiba di aula sekolah barunya, SMA Skywhip. Matanya berbinar, rambutnya hitam lurus dengan belahan tak beraturan. Dia terperangah saat berjalan sambil menoleh ke tangga emas yang berkilauan. Namun, lorong gelap yang akan dia tuju seakan memancarkan hawa mencekam.

Di lorong, langkahnya bergema saat menatap tembok bergambar grafity dengan tulisan "Flawless", seolah berbisik-bisik akan bahaya yang mengacam.

Derit pintu seakan menggores gendang telinga saat Arthur membukanya. Dia melangkah masuk ke dalam ruang loker, meletakan jari telunjuknya di atas alat pemindai, loker nomor sepuluh segera terbuka. Arthur meletakan tasnya, mengambil beberapa peralatan sekolah yang diperlukan hingga jam istirahat.

Tiba-tiba, "Di sebelahmu..." bisikan seseorang menggodanya. Arthur menoleh, tak ada siapapun, tak ada aura apapun.

"Mungkin hanya halusinasiku," gumamnya, dia pun berbalik, terperanjat melihat gadis pendek dengan rambut panjang seperti muncul dari jurang maut. Rambutnya yang berwarna abu muda menambah kesan misterius senyumnya.

"Hi anak baru, aku Leona," sapanya.

"Aku Arthur, mohon bimbingannya," jawab Arthur, kepalanya menunduk.

"Santai, jangan kaku... jam istirahat di atap sekolah," ucap Leona, lirih. Secepat bayangan Leona menghilang, seolah tanpa jejak.

...

Jam istirahat tiba, tangan Leona menyentuh bahu Arthur sesaat setelah dia melangkahkan kaki keluar kelas.

"Leona, setiap muncul selalu bikin kaget," keluh Arthur.

"Masih banyak yang akan bikin kamu kaget," sindir Leona, senyum misterius itu kembali muncul.

"Sekarang, ikuti aku!"

Rasa penasaran seakan tali yang menyeret Arthur mengikuti Leona melewati tangga khusus menuju atap sekolah. Leona menghilangkan aura saat sinar matahari di langit pagi—menjelang siang—menyambutnya, hembusan angin hari itu terasa lebih kencang dari biasa.

Saat menghilangkan aura, Leona menjadi lebih peka terhadap aura di sekelilingnya. Dia merasakan dua aura—selain Arthur—saat ini, aura gelap dan aura menusuk.

Aura menusuk berasal dari Elixia Ross, saat ini sedang duduk bersila dan bersemedi dekat pintu atap sekolah. Aura gelap terasa samar, bagai kegelapan yang mengintai. Dari kejauhan seseorang memperhatikan, matanya menyalak, mulutnya menyeringai, bagian tubuh lainnya hanya siluet hitam.

"Tampaknya kita harus meninggalkan tempat ini," ucapnya sambil mencengkram erat tangan Arthur.

"Dasar aneh, baru mengajak sekarang sudah minta pulang," sindir Arthur, glabellanya mengkerut.

"Ada yang mengikuti... Dan dia," ucapan Leona terputus, matanya ke arah Elixia Ross yang tengah bersemedi.

Leona segera menarik tangan Arthur, pusaran angin bertiup dari arah tubuh Elixia Ross. Matanya terbuka, tatapannya dingin namun menusuk. Dia segera bangkit menghadang, dan terjadilah pertarungan pertama Arthur di sekolah barunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Keintiman Arthur Dan Leona

    Arthur menatap Livia yang dengan telaten menyuapinya. Di belakangnya, tampak Eleana dan Leona sedang mengobrol layaknya cucu dan nenek. Di belakangnya lagi, tampak Diana sedang memperhatikan dengan tatapan seolah tidak ingin momen tersebut hilang. Tiba-tiba Arthur menyadari sesuatu."Elixia... Dimana Elixia?" Seru Arthur, bangun dari tempat tidurnya, melepas kain putih yang menyelimutinya."Arggghhh!" Arthur mengerang kesakitan, merasa terlalu memaksakan tubuhnya."Tenang, biar aku ceritakan semua yang terjadi!" Livia bangkit dari tempat duduknya, tangannya hampir menyentuh tubuh Arthur yang sebagian dililit perban.Livia pun mulai menceritakan semua yang terjadi pada Arthur. Mulai dari penculikan dan penyelamatan Leona, serangan mendadak Elixia, perdebatan kecurangan Darksky, perginya Elixia bersama Valerina dan kondisi geng Flawless.***Arthur menghela nafas, tatapannya tajam, tangannya terkepal, auranya yang bagaikan aliran air kini berubah bagaikan panas api. Namun, tubuhnya mas

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ramalan Konyol

    Diana terlihat mondar-mandir ketika seorang tim medis datang ke markas Flawless."Tenanglah kak, jangan panik seperti itu!" Pinta Livia, nada suaranya terasa penuh rasa khawatir."Semua yang kutakutkan terjadi... Elixia dan afiliasi, kita kehilangan mereka semua... Valerina, aku akan membunuhmu!" Keluh kesah dan amarah berkecambuk di hati Diana."Nona Diana, aku ada informasi penting!" Ucap tim medis, segera setelah bertemu Diana dan Livia di depan ruang pengobatan."Apalagi... Tidak adakah berita baik hari ini?" Geram Diana, masih terus mondar mandir."Tubuh petarung Darksky itu terus mengeluarkan kabut hitam," ucap tim medis tersebut.Livia segera beranjak menuju kamarnya, tak lama dia kembali membawa sebuah buku. Livia membuka halaman demi halaman buku tersebut, kepalanya bergerak beraturan mengikuti tiap lembar yang terbuka."Dewa cahaya terluka parah, dewi musik menghampirinya dan mengalirkan hawa murninya." Livia tampak membaca sebuah kalimat pada buku tersebut."Kau percaya pad

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Ketakutan Diana

    Diana terperangah saat melihat kabut hitam membumbung dari tubuh Brian. Kabut tersebut perlahan menghilang ditiup angin, namun terus menerus keluar dari tubuh Brian."Kalian, masuk lewat jalan belakang menuju kamar jenazah... Jaga jangan sampai ada yang tau... Kita buat kejutan sore ini!" Ucap Livia kepada beberapa siswa yang membawa tandu.Diana dan Livia segera masuk ke dalam aula, dengan pakaian berantakan dan bau-bau tak sedap menguar di udara. Tampak siswa Skywhip berjajar menyambut kedatangan mereka, sebagian menutup hidung, sebagian menatap sinis, sebagian melakukan keduanya."Reputasi Flawless telah hancur...""Mereka berlutut dipermalukan sekolah lain...""Membunuh, menuduh, tidak terbukti pula...""Dua anggota utamanya menjadi buronan...""Memalukan sekolah kita."Seluruh siswa terus mencibir Diana dan Livia. Diana dan Livia mengabaikan mereka, mengalihkan pandangan seraya berjalan memasuki lorong menuju markas Flawless."Elixia... Apakah kau akan meninggalkanku seperti Val

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Dark Flawless

    Di lorong ketiga kuil sembilan dewa, muncul seorang wanita dengan rambut panjang hingga menyapu lantai, memakai jubah putih dengan aksen merah, bagian pergelangan tangannya longgar. "Kau Helena... Wasit pertarungan Arthur dan Edmond yang menghadangku!" Seru Elixia seraya menunjuk ke arah wanita tersebut. Masih terbayang jelas saat Elixia berlari ke arah Arthur yang terkapar di arena, Helena menghadang Elixia karena dianggap melanggar aturan pertarungaan satu lawan satu. Kini wanita tersebut menatap Elixia dengan tatapan yang sama, sinis dan meremehkan. "Dia wasit death battle... Kau ingin menghapus sistem pertarungan, namun bekerjasama dengan wasit pertarungan?" Sarkas Elixia, matanya menyipit menatap Valerina yang berada di sisinya. "Helena!" Seru Valerina, singkat. Helena segera mengambil sesuatu dari balik jubahnya, sebuah tablet dalam genggamannya. "Sebagai wasit dia memiliki informasi jadwal pertarungan," jawab Valerina, tersenyum penuh misteri. Elixia menatap sinis Valerin

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Half Truth

    Valerina berhasil mengejar Elixia di perbatasan kota, berlari sejajar dan saling menatap."Kau ingat saat kita berlari bersama di hutan belakang sekolah? Ayo ikuti aku!" Seru Valerina, penuh rayuan. Valerina segera mendahului Elixia, berlari melewati perbatasan kota, area penginapan warga, hingga terhenti di lokasi pertarungannya dengan Elixia pada hari sebelumnya. Elixia mengikutinya dari belakang.Di siang hari daun-daun kering tampak sangat jelas, berguguran dari pohon tua di sisi tangga menuju kuil. Tidak terasa adanya kehidupan, hanya bau kematian menguar di udara."Terimakasih sudah membantu, tapi aku tidak pernah memaafkan semua kekejamanmu!" Tegas Elixia, menaiki anak tangga pelan bersama dengan Valerina."Hahahaha! Apa yang membuatmu berfikir aku kejam?" Valerina tertawa, nada kematian berpadu dengan suara renyah daun kering yang terinjak."Sudah berapa orang bersalah kau bunuh untuk meningkatkan kekuatanmu?" Tanya Elixia, sorot matanya penuh kecurigaan."Satu orang!" Jawab

  • Ksatria Yatim Dan Gadis Tanpa Aura   Pelarian Elixia

    "Brian sudah mati... Tuduhan Elixia tidak terbukti!" Lorens berseru, seisi arena bergemuruh, sorakan dari arah penonton memenuhi udara."Tidak mungkin," Elixia bergumam, tubuhnya berputar perlahan melihat ke sekelilingnya."Kau membunuh petarung kami di luar pertarungan resmi dan saat dia lengah!" Protes perwakilan dari Darksky, menunjuk ke arah Elixia."Hukuman mati adalah balasan setimpal..." Tambah perwakilan dari Moonhaven."Gadis ini sudah melakukan hal memalukan... Baiknya kita permalukan dulu dia!" Giliran perwakilan dari Darkmoon mencerca Elixia."Permalukan dia... Permalukan dia..." Seluruh penonton bersorak, bahkan dari kerumunan Skywhip banyak yang ikut berteriak.Livia segera melompat ke arena."Tunggu dulu... Jurus Elixia tidak akan membunuh jika kondisi Brian tidak terluka!" Livia mencoba membela Elixia, tatapannya ke arah Elixia seolah menyayangkan tindakannya."Enak saja! Jika temanmu tidak menggunakan jurusnya, Brian bisa kami obati..." Protes perwakilan Darksky. Liv

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status