Share

KPKDS-3

Juun membelalakkan matanya, terkejut jika sang ibu mempertanyakan hal seperti itu padanya. Namun dengan cepat dia memahami situasi yang terjadi. Dirinya paham, jika ini adalah ketakutan sang ibu yang tidak ingin putranya jatuh ke lubang dosa. Apalagi dirinya jauh dari pengawasan orang tua.

"Bismillah ... insyaAllah, tidak, Ummi!" sahut Juun dengan tegas.

"Alhamdulillah ....'' ucap ummi Fatimah, merasa lega setelah mendengar ucapan sang putra. Ummi Fatimah kemudian memberikan nasihat, meskipun Juun jauh dari kedua orang tua, dan bahkan orang tuanya tidak bisa mengawasi selama 24 jam, Ummi berpersan untuk tetap menjaga diri. Sejatinya, ada Allah SWT yang menjadi Penjaga Terbaik, Penjaga sebenar-benarnya dan tidak ada satu pun manusia yang luput dari pengawasannya. “Jadi, Ummi mohon, jaga kepercayaan Abi dan Ummi? Jaga Marwah kamu sebagai seorang Ikhwan sejati dan jaga tingkah lakumu sebagai umat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Ingat pesan Ummi ya, Anak Sholeh?" lanjutnya kembali seraya mengusap pipi kanan sang putra. Sembari menatap teduh padanya.

Juun menganggukkan kepala, tanda dirinya mengerti jika sang ibu berharap besar padanya. "In syaa Allah ... Ian siap, Ummi!" sahut Juun sembari tersenyum manis kepada sang ibu, yang dibalas senyum serupa oleh ibunya. "Soal Abi, bagaimana, Ummi?"

Juun merasa khawatir. Pasalnya tadi siang saja, sang ayah sudah menegur dirinya di hadapan Nami. Meskipun hanya memanggil namanya dengan nada tegas, tapi dirinya sangat mengetahui, jika sang ayah sedang marah padanya.

"Soal Abi, kamu tenang saja. Nanti Ummi yang bantu jelaskan, ya?" ucap Ummi Fatimah berusaha menenangkan kekalutan sang putra.

"Iya, Ummi," sahut Juun lega.

"Ya sudah, sekarang, lebih baik kamu tidur. Sudah malam, nanti kamu tidak bisa terbangun saat tiba waktu shalat tahajud."

"Baik, Ummi. Assalamualaikum," ucap Juun sembari berdiri, kemudian berjalan meninggalkan sang ibu menuju kamarnya guna beristirahat.

"Waalaikum salam."

**

Tepat pukul 04:00 wib, nampak ummi Fatimah mengetuk pintu kamar Juun.

"Assalamualaikum, Anak Sholeh Ummi ... bangun yuk, Nak ... shalat bareng!" panggil ummi Fatimah dari luar pintu kamar.

"Waalaikum salam. Iya, ummi!" sahut Juun dari dalam.

Tak lama kemudian, pemuda itu keluar sembari menenteng sejadah di tangan kanannya. Tak lupa membawa tasbih digital yang melingkat di jari telunjuk tangan sebelah kanan.

Disambut sang ibu dengan senyum, yang dibalas senyum serupa oleh Juun. Pemuda itu tak lupa mencium punggung tangan ibunya yang dibalas dengan usapan lembut di bahu sang putra. Setelahnya baru Juun berlalu dari sana, menuju musala keluarga.

Kemudian Ummi Fatimah berjalan menuju pintu kamar Aisyah, guna membangunkannya pula.

"Assalamualaikum, sholehah Ummi ... bangun, Nak, yuk!" panggil sang ibu dari depan pintu yang dia buka sedikit. Kepala wanita paruh baya itu melongok ke dalam. Terlihat jika Nami masih tertidur pulas, sedangkan sang putri nampak tidak terlihat, tapi samar terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Nampaklah sang putri keluar dari sana dengan sebagian rambut basah terkena air wudhu.

"Waalaikum salam, Ummi," sahut Aisyah sembari mencium punggung tangan ibunya. Dibalas sang ibu dengan usapan lembut di kepalanya.

"Ayo kita shalat!'' ajak Ummi Fatimah sembari tersenyum lembut, yang dibalas senyum serupa pula.

Wanita paruh baya itu selalu mengajak kedua anaknya agar melaksanakan shalat sunnah tahajud dan shalat sunnah witir berjamaah di musala rumah, jika keduanya sedang berada di rumah seperti saat ini. Lain hal jika saat Juun di Jepang, sedangkan Aisyah di pondok pesantren. Maka, cukup dia mengingatkan keduanya lewat telepon.

Kesibukan di luar sana membuat Nami ikut terbangun. Gadis itu kebingungan karena melihat mereka semua nampak ramai berseliweran. "Maaf, kalian sedang apa?" tanya Nami terbata-bata, karena masih canggung saat berucap dalam bahasa Indonesia.

Ketujuh orang yang sedang menggelar sajadah masing-masing menoleh ke arah Nami yang berdiri di depan pintu kamar Aisyah. Gadis berpiyama lengan panjang serta celana panjang itu pun mengucek-ngucek matanya disertai kuapan besar, tanda dirinya masih mengantuk.

Aisyah—adik Juun, yang kebetulan berdiri paling belakang dan paling dekat dengan Nami sontak berjalan mendekati teman kakaknya. "Afwan, oni-chan ... kami mau shalat sunnah tahajud dan shalat sunnah witir. Oni-chan mau ikut?"

Aisyah tersenyum manis. Kali ini terlihat jelas wajah manis gadis remaja itu, karena dia tidak mengenakan niqabnya. Nampak lesung pipi menghiasi kedua belah pipinya, disertai alis tebal, pipi kemerah-merahan, bibir pink alami, serta mata yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu sipit. Gadis remaja dengan tinggi 150 cm itu nampak mengenakan mukena berwarna biru navy.

"Shalat, ya?" tanya Nami dengan logatnya yang khas.

"Iya! Oni-chan mau ikut?" tanya Aisyah dengan penuh semangat. Wajahnya nampak semringah, penuh dengan energi positif, sehingga membuat Nami pun ikut tergugah dibuatnya.

"Bolehkah?"

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
nami udah mulai ada ketertarikan terhadap islam ya
goodnovel comment avatar
Elis Martini
Nami udah terketuk hati nya sama Islam tapi dia masih ragu
goodnovel comment avatar
Chassie Sukma
apakah Nami Chan akan ikut sholat ? ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status