Share

KPKDS-3

Penulis: Fatmah Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-22 19:57:40

Juun membelalakkan matanya, terkejut jika sang ibu mempertanyakan hal seperti itu padanya. Namun dengan cepat dia memahami situasi yang terjadi. Dirinya paham, jika ini adalah ketakutan sang ibu yang tidak ingin putranya jatuh ke lubang dosa. Apalagi dirinya jauh dari pengawasan orang tua.

"Bismillah ... insyaAllah, tidak, Ummi!" sahut Juun dengan tegas.

"Alhamdulillah ....'' ucap ummi Fatimah, merasa lega setelah mendengar ucapan sang putra. Ummi Fatimah kemudian memberikan nasihat, meskipun Juun jauh dari kedua orang tua, dan bahkan orang tuanya tidak bisa mengawasi selama 24 jam, Ummi berpersan untuk tetap menjaga diri. Sejatinya, ada Allah SWT yang menjadi Penjaga Terbaik, Penjaga sebenar-benarnya dan tidak ada satu pun manusia yang luput dari pengawasannya. “Jadi, Ummi mohon, jaga kepercayaan Abi dan Ummi? Jaga Marwah kamu sebagai seorang Ikhwan sejati dan jaga tingkah lakumu sebagai umat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Ingat pesan Ummi ya, Anak Sholeh?" lanjutnya kembali seraya mengusap pipi kanan sang putra. Sembari menatap teduh padanya.

Juun menganggukkan kepala, tanda dirinya mengerti jika sang ibu berharap besar padanya. "In syaa Allah ... Ian siap, Ummi!" sahut Juun sembari tersenyum manis kepada sang ibu, yang dibalas senyum serupa oleh ibunya. "Soal Abi, bagaimana, Ummi?"

Juun merasa khawatir. Pasalnya tadi siang saja, sang ayah sudah menegur dirinya di hadapan Nami. Meskipun hanya memanggil namanya dengan nada tegas, tapi dirinya sangat mengetahui, jika sang ayah sedang marah padanya.

"Soal Abi, kamu tenang saja. Nanti Ummi yang bantu jelaskan, ya?" ucap Ummi Fatimah berusaha menenangkan kekalutan sang putra.

"Iya, Ummi," sahut Juun lega.

"Ya sudah, sekarang, lebih baik kamu tidur. Sudah malam, nanti kamu tidak bisa terbangun saat tiba waktu shalat tahajud."

"Baik, Ummi. Assalamualaikum," ucap Juun sembari berdiri, kemudian berjalan meninggalkan sang ibu menuju kamarnya guna beristirahat.

"Waalaikum salam."

**

Tepat pukul 04:00 wib, nampak ummi Fatimah mengetuk pintu kamar Juun.

"Assalamualaikum, Anak Sholeh Ummi ... bangun yuk, Nak ... shalat bareng!" panggil ummi Fatimah dari luar pintu kamar.

"Waalaikum salam. Iya, ummi!" sahut Juun dari dalam.

Tak lama kemudian, pemuda itu keluar sembari menenteng sejadah di tangan kanannya. Tak lupa membawa tasbih digital yang melingkat di jari telunjuk tangan sebelah kanan.

Disambut sang ibu dengan senyum, yang dibalas senyum serupa oleh Juun. Pemuda itu tak lupa mencium punggung tangan ibunya yang dibalas dengan usapan lembut di bahu sang putra. Setelahnya baru Juun berlalu dari sana, menuju musala keluarga.

Kemudian Ummi Fatimah berjalan menuju pintu kamar Aisyah, guna membangunkannya pula.

"Assalamualaikum, sholehah Ummi ... bangun, Nak, yuk!" panggil sang ibu dari depan pintu yang dia buka sedikit. Kepala wanita paruh baya itu melongok ke dalam. Terlihat jika Nami masih tertidur pulas, sedangkan sang putri nampak tidak terlihat, tapi samar terdengar suara gemericik air di dalam kamar mandi. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Nampaklah sang putri keluar dari sana dengan sebagian rambut basah terkena air wudhu.

"Waalaikum salam, Ummi," sahut Aisyah sembari mencium punggung tangan ibunya. Dibalas sang ibu dengan usapan lembut di kepalanya.

"Ayo kita shalat!'' ajak Ummi Fatimah sembari tersenyum lembut, yang dibalas senyum serupa pula.

Wanita paruh baya itu selalu mengajak kedua anaknya agar melaksanakan shalat sunnah tahajud dan shalat sunnah witir berjamaah di musala rumah, jika keduanya sedang berada di rumah seperti saat ini. Lain hal jika saat Juun di Jepang, sedangkan Aisyah di pondok pesantren. Maka, cukup dia mengingatkan keduanya lewat telepon.

Kesibukan di luar sana membuat Nami ikut terbangun. Gadis itu kebingungan karena melihat mereka semua nampak ramai berseliweran. "Maaf, kalian sedang apa?" tanya Nami terbata-bata, karena masih canggung saat berucap dalam bahasa Indonesia.

Ketujuh orang yang sedang menggelar sajadah masing-masing menoleh ke arah Nami yang berdiri di depan pintu kamar Aisyah. Gadis berpiyama lengan panjang serta celana panjang itu pun mengucek-ngucek matanya disertai kuapan besar, tanda dirinya masih mengantuk.

Aisyah—adik Juun, yang kebetulan berdiri paling belakang dan paling dekat dengan Nami sontak berjalan mendekati teman kakaknya. "Afwan, oni-chan ... kami mau shalat sunnah tahajud dan shalat sunnah witir. Oni-chan mau ikut?"

Aisyah tersenyum manis. Kali ini terlihat jelas wajah manis gadis remaja itu, karena dia tidak mengenakan niqabnya. Nampak lesung pipi menghiasi kedua belah pipinya, disertai alis tebal, pipi kemerah-merahan, bibir pink alami, serta mata yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu sipit. Gadis remaja dengan tinggi 150 cm itu nampak mengenakan mukena berwarna biru navy.

"Shalat, ya?" tanya Nami dengan logatnya yang khas.

"Iya! Oni-chan mau ikut?" tanya Aisyah dengan penuh semangat. Wajahnya nampak semringah, penuh dengan energi positif, sehingga membuat Nami pun ikut tergugah dibuatnya.

"Bolehkah?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
nami udah mulai ada ketertarikan terhadap islam ya
goodnovel comment avatar
Elis Martini
Nami udah terketuk hati nya sama Islam tapi dia masih ragu
goodnovel comment avatar
Chassie Sukma
apakah Nami Chan akan ikut sholat ? ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-34

    Juun akhirnya menjelaskan semuanya tanpa satupun yang tertinggal. Sementara Abi Rahmat, hanya bungkam seribu bahasa, enggan menginterupsi sedikitpun. Hanya hela napas berat bersama gumam istighfar yang senantiasa lolos dari bibirnya sebagai respon atas semua berita buruk ini. Juun akhirnya ikut terdiam setelah sekian lama berucap. Ia ikut menghela napas pendek, pasrah akan keputusan sang ayah. Abi Rahmat berjalan perlahan ke arah tembok kawat yang ada di rooftop hingga angin senja meniup rambut pendeknya yang sudah dipenuhi uban. Matanya menatap lurus ke arah matahari tenggelam di antara gedung-gedung yang berseberangan dengan rumah sakit. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang, Ian?" tanya Abi Rahmat tanpa menoleh pada sang putra yang kini ikut berdiri di samping kirinya, Juun ikut mengarahkan pandangan kemana ayahnya memandang. "Aku mencintainya, Abi. Tapi, jika Abi tidak berkenan? Aku —""Apa kamu akan berhenti berjuang?!" tegur Abi

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-33

    Ummi Fatimah pun terpaksa menceritakan semua yang terjadi pada suaminya, di ma a lelaki itu hanya bisa bungkam seribu bahasa. Sesekali terdengar ucapan istighfar lolos dari celah bibirnya yang kini mulai tertutupi dengan kumis. "Bagaimana menurut, Akang?" tanya Ummi Fatimah cemas. "Panggil Ian kemari. Tapi, sebelum itu..., Akang mau melihat keadaan Nami. Neng mau ikut?" ajak Abi Rahmat seraya mengulurkan tangan kanannya disertai tatapan lurus menghujam mata. "Iya, Kang. Neng ikut!" tukas Ummi Fatimah bersemangat sambil menerima uluran tangan. Keduanya lantas berjalan bersisian ke arah luar guna mencari ruangan Nami dirawat. "Oh ya, Akang mengerti, ya, isi pembicaraan orang-orang?" tanya Ummi Fatimah setelah suaminya bertanya pada salah seorang petugas keamanan mengenai ruang rawat Nami yang baru. "Sedikit-sedikit, Sayang. Akang diam-diam setiap malam belajar Bahasa Jepang, biar gak bingung saat diajak berinteraksi dengan calon besan

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-32

    Nami enggan menjawab, ia justru segera berjalan cepat ke arah jendela hingga membuat Ummi Fatimah semakin terkejut saat melihat Nami membuka kaca, lalu melompat ke bawah. "NAMI!" Ummi Fatimah berteriak kencang d bersama degup jantung berdetak kencang seraya berlari ke arah jendela. Wanita itu segera melongok ke bawah bersama seluruh perasaan takut mendera. Namun, akhirnya ia bisa bernapas lega saat melihat di bawah sana sang putra tengah memeluk Nami yang lemas dalam dekapan. Ummi Fatimah bahkan tanpa sadar mengucap syukur karena Nami selamat. Sementara itu, Juun segera menggendong Nami ala bridal, lalu meletakkannya di atas brankar yang segera didorong oleh para perawat menuju ruang perawatan. Salah seorang dokter, rekan sejawatnya bahkan segera menepuk pundak Juun seraya berujar dengan nada menguatkan, "Kamu harus kuat, Dokter Juun. Hanya kamu yang bisa menguatkan Dokter Nami saat ini. Lagipula kami semua men

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-31

    Nami bungkam seribu bahasa. Kepalanya bahkan tertunduk dalam, tidak berani mengatakan isi hatinya yang kini tidak berbentuk lagi akibat peristiwa buruk yang telah terjadi padanya. Ummi Fatimah pun berusaha mengerti. Ia ikut bungkam, membiarkan Nami berkutat dalam lamunan. Hanya jemarinya yang menggenggam sebagai bentuk jika dirinya perduli pada sang calon menantu. Nami perlahan mengangkat kepala, menatap wajah teduh Ummi Fatimah yang kini melepaskan niqab miliknya. Sementara Juun dan Abi Rahmat pergi keluar guna bicara empat mata. "Ummi, apakah saya boleh mengatakan sesuatu?" ujarnya meminta dengan sopan, meskipun suaranya terdengar serak."Katakan saja, Nak! Apa yang ingin kamu bicarakan?" ujar Ummi Fatimah, mengijinkan. Nami terdiam, kesedihannya terasa mencekam. Ummi Fatimah mengangguk sambil tersenyum hangat. "Katakanlah, Nak."

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-30

    Juun terdiam. Matanya menatap tajam pada Nami yang balas menatapnya datar. "Omong kosong apa yang baru saja kamu ucapkan, Nami Chan?" tanyanya geram.Nami tersenyum sinis. Ia membalas tatapan itu tidak kalah dingin. "Ba yi sia lan itu, Juun. Apa dia sudah ma ti?"Juun menggebrak tepi brankar hingga membuat Nami terkejut setengah mati. Jantungnya terdengar berdetak kencang, namun gadis itu berusaha untuk tidak menjerit. Ia bahkan semakin menatap dingin pada sang kekasih."Aku rasa otakmu perlu dicuci hingga bersih agar berhenti mengatakan sebuah omong kosong." Suara Juun terdengar berdesis kuat. Ia tidak mampu lagi menahan emosinya hingga tanpa sadar mengatakan sesuatu yang buruk."Ya, tentu saja." Nami menyahut dengan santai, terlihat tidak merasa bersalah sedikitpun."Agar otakku tidak mengingat kembali jika ja nin sia lan itu masih bersarang di rahimku." Nami melanjutkan ucapannya.Juun menggeram. Ia bahkan melepaskan pegangan tangannya dengan sedikit kasar hingga Nami pun semakin te

  • Ku Pinang Kau Dengan Syahadat   KPKDS-29

    Baju Juun penuh dengan da rah yang tentu saja berasal dari Nami. Sementara gadis itu kini telah berada di dalam ruang operasi tempat mereka bekerja guna menyelamatkan nyawanya.Dirinya tidak diijinkan ikut serta karena semua teman-temannya khawatir lelaki itu tidak bisa bertindak profesional. Apalagi saat melihat wajah panik juga lolongan histeris yang ia berikan beberapa saat yang lalu.Juun duduk di atas kursi tunggu sembari mengacak-acak rambutnya hingga berantakan dengan kepala tertunduk dalam. Sementara Aisyah ikut duduk di samping kanannya, mengusap punggung sang kakak guna memberikan dukungan."Abang," panggil Aisyah lirih sembari membersit hidungnya yang mampet dari balik niqab yang ia kenakan."Hmmm," sahut Juun menggumam, enggan mengangkat kepala. "Abang yang tenang, ya," pinta Aisyah, kembali sesenggukan.Juun tersentak. Ia lantas dengan cepat menoleh pada sang adik dengan tatapan menuntut jawaban.Aisyah lan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status