Share

KPKDS-7

POV Juun

Aku tidak menyangka hal ini akan terjadi.

Gadis yang ku cintai, terpaksa pergi meninggalkan ku.

Semua ini karena kesalahanku yang suka terbawa suasana, jika sudah bersamanya.

Gadis supel nan periang, yang selalu mewarnai hari-hari ku selama 7 tahun ini, akhirnya terpaksa kembali ke negaranya dengan sejuta luka dan tangis, akan ketidakberdayaan ku. Pemuda culun nan bodoh.

Meskipun awalnya, aku tidak memiliki rasa sedikitpun dengannya, namun melihat keceriaan dan kebaikan yang selalu dia tawarkan, di kala gundah ku, akhirnya membuatku mencintainya, meskipun aku tau, jika untuk bersamanya, akan banyak rintangan yang menghadang.

Apalagi, aku tau, jika kedua orang tua ku, tidak mungkin memberikan restu, jika keadaan kami masih senantiasa berbeda seperti ini.

"Ian!" Panggil Ummi sembari menyentuh pundak ku. Membuatku tersentak dari lamunan.

"Iya, Ummi," sahutku lembut, seraya tersenyum pada beliau. Karena mau bagaimana marahnya aku, tetap aku tidak mampu menyakiti surgaku ini. Karena aku tau, jika sampai kapanpun, aku tetap milik ibuku, meskipun nanti diriku sudah berkeluarga. Hanya harus bisa menempatkan diri, antara istri dan anak serta orang tuaku. Agar tidak ada yang merasa terdzalimi antara keduanya.

Ummi lantas duduk di sofa, tepatnya di sampingku, sofa bekas kekasihku duduk sebelumnya.

"Maaf, jika perkataan Ummi menyakiti hati kalian." Ucap Ummi, mengelus kepalaku dengan sayang, bahkan tersenyum lembut penuh keibuan. Yang mana, tidak pernah berubah sedikitpun sejak aku kecil hingga dewasa seperti ini. Karena itu, aku pun tidak berani menyakiti hatinya. Selain karena takut jadi anak durhaka, aku juga menghormatinya dengan sepenuh jiwa.

"Maaf, jika Ummi sudah memisahkan kalian berdua." Lanjutnya, merasa sedih saat melihat putranya melamun seperti ini.

Nampak sorot kecewa terlihat di wajahku dengan jelas oleh Ummi.

"Ummi tidak perlu minta maaf, karena ummi tidak bersalah. Yang bersalah, justru Ian, Ummi... Ian yang sudah berbuat dosa, namun berani sekali berusaha menyeret kalian semua ke dosa yang sama... Ian yang salah, Ummi..." ucapku lirih dengan mata mulai berembun.

Tak sanggup rasanya aku mendengar ucapan Ummi yang seolah-olah menyalahkan dirinya sendiri akan semua yang terjadi. Karena itu, lebih baik, aku lah yang mengakui semua kesalahanku agar tidak ada yang menghina surgaku ini.

"Maaf, jika Ian belum bisa menjadi kebanggaan Ummi dan Abi?" Pintaku lagi, menundukkan kepala ku, yang langsung di usap bahkan di peluk beliau dengan sepenuh cinta.

"Sebelum kamu meminta maaf, Ummi sudah memaafkan segalanya." Sahut Ummi Fatimah.

Mendengarnya, sontak membuatku semakin merasa bersalah. Bahkan aku menangis di pelukan ibuku.

"Ummi merestui hubungan kalian, jika seandainya kalian memang berjodoh." Ucap ummi, setelah sekian lamanya kami larut dalam tangisan.

Membuatku lantas mendongakkan kepala, menatap kearah ibuku yang penuh keheranan.

"Maksudnya?" Tanyaku bingung, bahkan kini keningku berkerut, menandakan jika aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.

Ummi hanya tersenyum lembut, saat mengetahui kebingungan ku.

"Kamu mencintainya, bukan?" Tanya Ummi kembali.

Yang langsung ku jawab dengan anggukan kepala.

Ummi pun kembali tersenyum lembut mendengarnya.

"Jika kau memang mencintainya, mintalah dia pada Allah. Mohonkan dia, agar menjadi tulang rusukmu. Mintalah pada-Nya agar kalian berjodoh, baik di dunia maupun di akhirat."

"Mintalah pada-Nya, nak. Ketuk pintu langit, agar kalian bisa satu akidah. Karena hanya Allah yang mampu mengubah apa yang tidak mungkin, menjadi mungkin, jika Dia sudah berkehendak." Lanjut Ummi, menutup penjelasan. Yang mana membuatku memiliki semangat baru, agar bisa bersama cintaku.

"Anak Sholeh, faham bukan?" Tanya Ummi.

"In syaa Allah, faham, Ummi." Sahutku. Membuat Ummi terlihat bangga, karena terlihat dari wajah teduh beliau yang menatapku dengan sangat lembut.

"Namun, Ian juga harus ingat satu hal? Bahwasanya, jika kalian tidak berjodoh. Jangan pernah marah akan Qada dan Qadar-Nya Allah Ta'ala. Karena sesungguhnya, kita hanyalah wayang yang keseluruhannya di kendalikan oleh Allah Subhana hu wata'ala. Jangan marah ataupun suudzon terhadap takdir Allah kepada kita semua. Berhusnudzon lah akan semuanya, karena jika kita berhusnudzon, in syaa Allah hasilnya akan baik pula. Karena hanya Allah yang tahu, apa yang terbaik dari yang paling terbaik untuk seluruh hamba-Nya."

"Ingatlah sayang. Segala sesuatu yang menurutmu baik, belum tentu itu yang benar-benar terbaik bagimu. Begitupula sebaliknya, sesuatu yang buruk terlihat, belum tentu yang terburuk bagimu. Karena bisa jadi, yang terjadi malah sebaliknya. Jadi, teruslah berhusnudzon kepada Qada dan Qadar-Nya Allah Ta'ala."

Mendengar penjelasan Ummi, Membuat hatiku merasa lebih lega. Meskipun rasanya awan mendung itu, belum sepenuhnya pergi. Namun, aku harus berhusnudzon seperti kata Ummi, agar hasilnya baik pula.

"In syaa Allah, Ummi, Ian akan mengingat nasehat Ummi barusan." Sahutku. Yang di balas kecupan sayang dari Ummi di dahiku.

"Putra Ummi sudah dewasa sekarang, in syaa Allah, akan selalu berusaha menjadi yang terbaik, agar bisa membuat bangga Ummi dan Abi serta kesayanganku Aisyah." Ucapku lagi, dengan senyum yang lebih lebar. Membuat Ummi terkekeh geli, sembari tetap memelukku dengan sayang.

"Ngomong-ngomong, jika di peluk, Ummi begini? Rasanya aku seperti balik ke masa kecil?" Celutukku, membuat Ummi mengacak-acak rambutku, gemas.

"Kamu tahu tidak, jika sebesar dan sedewasa apapun anak, dia akan tetap terlihat seperti anak-anak di mata orang tuanya. Karena itu, orang tua merasa, masih perlu membimbing si anak, agar selalu berada di jalan yang lurus." Sahut Ummi, melepaskan pelukannya, lalu mengajakku duduk bersisian kembali.

"Oh... Pantas saja, aku lihat temanku digituin bapaknya. Sebenarnya bukan benar-benar temanku, dia istri temanku. Tapi karena dia sering ikutan ngumpul, kalau temanku itu melakukan apa saja. Maka, dari sana aku bisa mengatakan jika dia temanku juga."

"Siapa?" Tanya Ummi penasaran.

"Ummi masih ingat sama di tengil Ryu kan? Yang suka gangguin Aisyah?" Tanyaku balik. Menatap wajah teduh ibuku itu yang nampak selalu berbinar di mataku.

"Masih, kenapa, nak?" Tanya Ummi, di Sertai anggukan kepala.

"Nah... Diakan udah nikah, Mi, sama pacarnya itu. Meskipun di tentang mati-matian oleh ayahnya yang keras kepala itu. Tapi kan, bukan Ryu namanya jika tidak ikutan keras kepala, bahkan sampai punya ide cemerlang untuk membungkam tingkah laku ayahnya, biar dia bisa nikah Ama Devina."

"He em, lalu?"

"Nah, ayahnya Devina itu, ternyata sebelas dua belas sifatnya sama ayahnya Ryu. Bahkan sampai sekarang, mereka hobi ngerecokin rumah tangga anaknya. Apalagi saat Devina berhasil melahirkan pewaris tahta selanjutnya. Makin semena-mena lah ayah Devina kepada Ryu. Sedikit aja temanku bikin ulah, langsung kena sembur ayahnya Devina. Trus, pas tau anaknya di gituin, ayah Ryu pula ikutan nyembur kearah ayah Devina. Padahal perjuangan mereka agar bisa bersatu, panjang banget loh, Mi." Ucapku dengan menggebu-gebu.

"Terus?" Tanya Ummi penasaran. Membuatku sedikit tercekat.

"Devina itu, sahabat baik Nami," ucapku lirih, seraya ku tundukkan kepalaku.

Ummi mengelus kepalaku dengan sayang, lalu mengecup keningku.

"Berarti dia memang anak baik, seperti firasat Ummi."

"Siapa, Ummi?"

"Calon jodohmu." Sahut Ummi sembari berdiri, tak lupa tersenyum lembut. Kemudian surgaku itu, meninggalkanku sendirian yang tengah tersenyum bahagia, saat mendapatkan lampu hijau dari beliau. Meskipun tak menampik, jika kegelisahan itu masih merasuk di jiwaku.

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
semoga berjodoh dan disatukan lagi
goodnovel comment avatar
Elis Martini
semoga apa yang di semoga umi sama Ian beneran jodoh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status