Share

BAB 5 JANDA GATAL ?

Author: Yuli Zaynomi
last update Last Updated: 2022-10-12 18:23:34

BAB 5

Janda Gatal?

Yuda mengusap wajahnya kasar mendengar pertanyaan sarkas dari Wulandari barusan. Wanita itu memang sangat dekat dengan mantan istrinya sehingga Yuda maklum jika dia bersikap demikian. Siapapun pasti akan kesal dengan perlakuannya yang abai pada Arini dan kedua anak mereka.

“Totalnya dua ratus enam belas ribu.”

Yuda menghembuskan napas dengan kencang mendengar suara ketus Wulandari barusan. Beruntung, pengunjung hari itu sepi. Mungkin karena masih jam kerja sehingga tidak terlalu ramai.

Yuda menyerahkan tiga lembar uang berwarna merah. “Simpan makanan ini dan kembaliannya untuk Arini.”

Raut kaget sangat kentara di wajah Wulandari mendengar ucapan Yuda. Namun dia tak ambil pusing. Wanita itu bergegas menurunkan belanjaan dari meja kasir dan menyimpannya di bawah.

“Apa keadaan Naya sudah membaik?”

Wulandari mendengus sebal karena Yuda terus-terusan mengulang pertanyaan yang sama seperti radio rusak. Jujur saja, dia mulai muak melihat wajah lelaki zalim di hadapannya.

Andai bukan di tempat kerja, bisa dipastikan sudah habis Yuda dia maki dan kuliti selapis demi selapis hingga terkelupas sekujur tubuhnya agar merasakan penderitaan yang selama ini Arini rasakan.

“Lan, tolong, aku butuh bicara dengan Arini.” Yuda mengabaikan tatapan tajam Wulandari. Dia harus mendapatkan informasi tentang Arini.

“Mas?”

Yuda terpaku mendengar suara yang menyapa. Belakang lehernya terasa berat sehingga dia kesulitan untuk menengok ke belakang. Di hadapannya, Wulandari tersenyum ramah. Wajah sinis barusan hilang begitu saja. Lelaki itu mengembuskan napas pelan untuk mengurai keterkejutannya.

“Sebelah sini, Mbak. Mohon maaf ya, Mas, jika sudah selesai bisa bergeser.” Wulandari berkata sopan. Sekilas dia melirik pada wajah pias Yuda.

“Bukannya Mas bilang siang ini ada rapat penting? Kok bisa jam segini ada di sini?” Diandra mengabaikan sapaan Wulandari. Dia langsung mendekat pada Yuda yang salah tingkah karena tertangkap basah.

Yuda membisu melihat Diandra menatapnya seperti macan yang dibangunkan dari tidur. Wanita itu menghempaskan keranjang di tangannya sehingga belanjaannya berserakan. Beberapa pengunjung mulai tertarik dan melirik ke arah mereka.

“Di, kita bicara di luar.” Yuda berdehem.

“Kita bicara disini!” Diandra menghentakkan kaki.

“Jangan membuat keributan.” Yuda maju dan mencengkram lengan Diandra. Dengan sedikit memaksa, lelaki itu menarik calon istrinya hingga membuat Diandra terseret.

“Mas yang memancing keributan!” Diandra berhasil lepas dari cengkraman Yuda. Wanita itu mengibas-ngibaskan tangan kanannya yang terasa sakit. “Telingaku mendengar dengan jelas saat Mas menanyakan tentang keberadaan Arini pada kasir sialan itu!”

“Aku hanya khawatir dengan Naya. Ayo kita keluar!” Yuda berusaha menyeret Diandra kembali, tapi gagal. Wajah dengan rahang tegas dan jambang yang rapi itu memerah. Yuda sangat malu karena mereka menjadi pusat perhatian.

“Padahal sudah sejak seminggu yang lalu aku minta Mas agar menemani memilih cincin untuk acara lamaran. Mas mendadak membatalkan janji tadi malam dengan alasan ada rapat penting. Jadi, rapat pentingnya itu reuni dengan mantan istri?” Diandra tersenyum sinis.

“Ayo kita keluar.” Yuda menatap Diandra tajam agar mengikutinya karena dua orang security sedang berjalan menuju ke arah mereka.

“Lepas!” Diandra memberontak. Tanpa sengaja, dia menabrak seseorang karena terlalu kuat berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Yuda.

“Maaf.”

“Maaf.” Mata Diandra membeliak saat mengetahui siapa yang ditabraknya. “KAMU!” Jari telunjuk Diandra teracung sempurna. Dada wanita itu naik turun dengan cepat. Pelipisnya bergerak-gerak karena emosi yang teramat sangat.

“Dasar janda murahan!” Tempat itu langsung ramai oleh kasak-kusuk. beberapa pengunjung mulai menerka-nerka apa yang menjadi sumber keributan.

Arini berdiri bingung. Dia yang baru saja kembali dari melakukan pencatatan stock barang di gudang mendadak disambut dengan keadaan yang sangat kacau. Barang-barang belanjaan berceceran di lantai, pengunjung ramai berkerumun, sementara itu, tepat di hadapannya, Diandra berteriak marah seperti kesetanan.

“Jangan ganggu calon suamiku! Kami sebentar lagi akan melaksanakan lamaran. Jadi, berhenti mengusik kebahagiaan kami.”

“Oh, selamat.” Arini tersenyum lebar. Dia mengulurkan tangan pada Yuda yang sedang menatapnya dengan pandangan entahlah. Sementara Diandra terdiam, dia tidak menyangka respon Arini akan setenang itu.

“Ingatkan pada calon suamimu jangan lalai pada kewajiban. Ada dua orang anak yang masih menjadi tanggungannya. Mereka butuh makanan yang bergizi, pakaian yang layak dan tempat tinggal yang nyaman.” Arini berkata dengan suara terkendali.

“Kalau melihat keadaannya saat ini, sepertinya dia hidup dengan nyaman. Bahkan, aku yakin sekali tas mahal yang kau kenakan ini hadiah darinya. Bukannya sejak dulu kau memang begitu, Di? Menempel pada siapa saja asal bisa memberimu kemewahan.”

“Tutup mulutmu, Arini!”

“Kenapa? Aku benar, kan?” Arini tertawa sumbang. Dia sakit hati dikatakan janda gatal oleh Diandra. Apa status yang disandangnya ini begitu hina hingga wajar untuk dicela?

“Pergilah.” Arini berkata lirih. “Tinggalkan tempat ini sebelum kalian lebih malu lagi karena menjadi tontonan pengunjung lain.”

Yuda menarik tangan Diandra. Sebelum menghilang dari tempat itu, dia menoleh pada Arini yang sedang membereskan belanjaan yang dibanting Diandra tadi. Lelaki itu menarik napas panjang. Sekilas, dia dapat melihat luka di mata Arini saat mereka bertatapan tadi.

Sementara disini, Arini yang baru saja selesai merapikan barang duduk menenangkan diri di ruang istirahat. Dia tidak menyangka Diandra akan membuat keributan di tempatnya bekerja. Wanita itu meremas jari, bicara apa dia pada Umi Hasyim nanti?

“Ya namanya juga anak emas, membuat keributan biasa saja. Coba kalau kita, sudah semaput luar biasa takut dapat peringatan dari Umi.”

Arini memejamkan mata. Dia tahu Rista sedang menyindir dirinya. Melalui ujung mata, Arin melihat jam dinding. Sudah lewat tengah hari, wajar kalau rekan kerjanya sebagian sedang beristirahat.

“Heh, Rin! Jangan biasakan bertingkah. Lama-lama Umi bisa hilang kesabarannya kalau kamu terlalu ngelunjak.” Dewi, teman dekat Rista langsung menghalangi langkah Arini saat wanita itu hendak keluar.

“Minggir, Dew. Ponselku bergetar.” Arini menunjukkan ponselnya. Nama Widya terpampang jelas sedang melakukan panggilan.

“Belagu lu!” Dewi meneriaki Arini yang sudah berjalan cepat meninggalkan ruang istirahat.

Arini tak menghiraukan teriakan Dewi. Wanita itu langsung mengangkat telepon dari Widya karena khawatir ada kabar penting tentang keadaan Naya. Anaknya yang belum genap berusia tiga tahun itu tidak jadi dibawa ke rumah sakit kemarin. Setelah diberikan obat penurun panas, demamnya berangsur turun.

“Assalamualaikum, Wid?”

“Mbak Arin, Naya kejang-.”

“Allah.” Bagai disambar petir Arini langsung kebas saat mendengar kabar yang disampaikan Widya. Kakinya terasa lemas seketika dan pandangan matanya gelap. Arini memegang ponselnya erat-erat untuk menguasai diri.

Air mata keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah. Kenapa cobaan datang menghantam bertubi-tubi hari ini? Tubuh Arini lemah. Perasaannya benar-benar lelah. Wanita itu masih bisa mendengar suara ponselnya yang terjatuh dari genggaman sebelum akhirnya kesadarannya benar-benar hilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
lemah dan gampang diintimidasi.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 195 BAHAGIA—ENDING

    “Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 194 TENTANG BAHAGIA

    Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 193 PERMINTAAN MAAF MANTAN MERTUA

    “Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 192 PENYESALAN MANTAN MERTUA

    “Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 191 IRI

    IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 190 KECEMASAN ARINI

    KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 189 TEST PACK

    TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 188 SIKAP ANEH ARINI

    SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 187 MELIHAT ARINI BAHAGIA

    “Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status