Share

BAB 5 JANDA GATAL ?

BAB 5

Janda Gatal?

Yuda mengusap wajahnya kasar mendengar pertanyaan sarkas dari Wulandari barusan. Wanita itu memang sangat dekat dengan mantan istrinya sehingga Yuda maklum jika dia bersikap demikian. Siapapun pasti akan kesal dengan perlakuannya yang abai pada Arini dan kedua anak mereka.

“Totalnya dua ratus enam belas ribu.”

Yuda menghembuskan napas dengan kencang mendengar suara ketus Wulandari barusan. Beruntung, pengunjung hari itu sepi. Mungkin karena masih jam kerja sehingga tidak terlalu ramai.

Yuda menyerahkan tiga lembar uang berwarna merah. “Simpan makanan ini dan kembaliannya untuk Arini.”

Raut kaget sangat kentara di wajah Wulandari mendengar ucapan Yuda. Namun dia tak ambil pusing. Wanita itu bergegas menurunkan belanjaan dari meja kasir dan menyimpannya di bawah.

“Apa keadaan Naya sudah membaik?”

Wulandari mendengus sebal karena Yuda terus-terusan mengulang pertanyaan yang sama seperti radio rusak. Jujur saja, dia mulai muak melihat wajah lelaki zalim di hadapannya.

Andai bukan di tempat kerja, bisa dipastikan sudah habis Yuda dia maki dan kuliti selapis demi selapis hingga terkelupas sekujur tubuhnya agar merasakan penderitaan yang selama ini Arini rasakan.

“Lan, tolong, aku butuh bicara dengan Arini.” Yuda mengabaikan tatapan tajam Wulandari. Dia harus mendapatkan informasi tentang Arini.

“Mas?”

Yuda terpaku mendengar suara yang menyapa. Belakang lehernya terasa berat sehingga dia kesulitan untuk menengok ke belakang. Di hadapannya, Wulandari tersenyum ramah. Wajah sinis barusan hilang begitu saja. Lelaki itu mengembuskan napas pelan untuk mengurai keterkejutannya.

“Sebelah sini, Mbak. Mohon maaf ya, Mas, jika sudah selesai bisa bergeser.” Wulandari berkata sopan. Sekilas dia melirik pada wajah pias Yuda.

“Bukannya Mas bilang siang ini ada rapat penting? Kok bisa jam segini ada di sini?” Diandra mengabaikan sapaan Wulandari. Dia langsung mendekat pada Yuda yang salah tingkah karena tertangkap basah.

Yuda membisu melihat Diandra menatapnya seperti macan yang dibangunkan dari tidur. Wanita itu menghempaskan keranjang di tangannya sehingga belanjaannya berserakan. Beberapa pengunjung mulai tertarik dan melirik ke arah mereka.

“Di, kita bicara di luar.” Yuda berdehem.

“Kita bicara disini!” Diandra menghentakkan kaki.

“Jangan membuat keributan.” Yuda maju dan mencengkram lengan Diandra. Dengan sedikit memaksa, lelaki itu menarik calon istrinya hingga membuat Diandra terseret.

“Mas yang memancing keributan!” Diandra berhasil lepas dari cengkraman Yuda. Wanita itu mengibas-ngibaskan tangan kanannya yang terasa sakit. “Telingaku mendengar dengan jelas saat Mas menanyakan tentang keberadaan Arini pada kasir sialan itu!”

“Aku hanya khawatir dengan Naya. Ayo kita keluar!” Yuda berusaha menyeret Diandra kembali, tapi gagal. Wajah dengan rahang tegas dan jambang yang rapi itu memerah. Yuda sangat malu karena mereka menjadi pusat perhatian.

“Padahal sudah sejak seminggu yang lalu aku minta Mas agar menemani memilih cincin untuk acara lamaran. Mas mendadak membatalkan janji tadi malam dengan alasan ada rapat penting. Jadi, rapat pentingnya itu reuni dengan mantan istri?” Diandra tersenyum sinis.

“Ayo kita keluar.” Yuda menatap Diandra tajam agar mengikutinya karena dua orang security sedang berjalan menuju ke arah mereka.

“Lepas!” Diandra memberontak. Tanpa sengaja, dia menabrak seseorang karena terlalu kuat berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Yuda.

“Maaf.”

“Maaf.” Mata Diandra membeliak saat mengetahui siapa yang ditabraknya. “KAMU!” Jari telunjuk Diandra teracung sempurna. Dada wanita itu naik turun dengan cepat. Pelipisnya bergerak-gerak karena emosi yang teramat sangat.

“Dasar janda murahan!” Tempat itu langsung ramai oleh kasak-kusuk. beberapa pengunjung mulai menerka-nerka apa yang menjadi sumber keributan.

Arini berdiri bingung. Dia yang baru saja kembali dari melakukan pencatatan stock barang di gudang mendadak disambut dengan keadaan yang sangat kacau. Barang-barang belanjaan berceceran di lantai, pengunjung ramai berkerumun, sementara itu, tepat di hadapannya, Diandra berteriak marah seperti kesetanan.

“Jangan ganggu calon suamiku! Kami sebentar lagi akan melaksanakan lamaran. Jadi, berhenti mengusik kebahagiaan kami.”

“Oh, selamat.” Arini tersenyum lebar. Dia mengulurkan tangan pada Yuda yang sedang menatapnya dengan pandangan entahlah. Sementara Diandra terdiam, dia tidak menyangka respon Arini akan setenang itu.

“Ingatkan pada calon suamimu jangan lalai pada kewajiban. Ada dua orang anak yang masih menjadi tanggungannya. Mereka butuh makanan yang bergizi, pakaian yang layak dan tempat tinggal yang nyaman.” Arini berkata dengan suara terkendali.

“Kalau melihat keadaannya saat ini, sepertinya dia hidup dengan nyaman. Bahkan, aku yakin sekali tas mahal yang kau kenakan ini hadiah darinya. Bukannya sejak dulu kau memang begitu, Di? Menempel pada siapa saja asal bisa memberimu kemewahan.”

“Tutup mulutmu, Arini!”

“Kenapa? Aku benar, kan?” Arini tertawa sumbang. Dia sakit hati dikatakan janda gatal oleh Diandra. Apa status yang disandangnya ini begitu hina hingga wajar untuk dicela?

“Pergilah.” Arini berkata lirih. “Tinggalkan tempat ini sebelum kalian lebih malu lagi karena menjadi tontonan pengunjung lain.”

Yuda menarik tangan Diandra. Sebelum menghilang dari tempat itu, dia menoleh pada Arini yang sedang membereskan belanjaan yang dibanting Diandra tadi. Lelaki itu menarik napas panjang. Sekilas, dia dapat melihat luka di mata Arini saat mereka bertatapan tadi.

Sementara disini, Arini yang baru saja selesai merapikan barang duduk menenangkan diri di ruang istirahat. Dia tidak menyangka Diandra akan membuat keributan di tempatnya bekerja. Wanita itu meremas jari, bicara apa dia pada Umi Hasyim nanti?

“Ya namanya juga anak emas, membuat keributan biasa saja. Coba kalau kita, sudah semaput luar biasa takut dapat peringatan dari Umi.”

Arini memejamkan mata. Dia tahu Rista sedang menyindir dirinya. Melalui ujung mata, Arin melihat jam dinding. Sudah lewat tengah hari, wajar kalau rekan kerjanya sebagian sedang beristirahat.

“Heh, Rin! Jangan biasakan bertingkah. Lama-lama Umi bisa hilang kesabarannya kalau kamu terlalu ngelunjak.” Dewi, teman dekat Rista langsung menghalangi langkah Arini saat wanita itu hendak keluar.

“Minggir, Dew. Ponselku bergetar.” Arini menunjukkan ponselnya. Nama Widya terpampang jelas sedang melakukan panggilan.

“Belagu lu!” Dewi meneriaki Arini yang sudah berjalan cepat meninggalkan ruang istirahat.

Arini tak menghiraukan teriakan Dewi. Wanita itu langsung mengangkat telepon dari Widya karena khawatir ada kabar penting tentang keadaan Naya. Anaknya yang belum genap berusia tiga tahun itu tidak jadi dibawa ke rumah sakit kemarin. Setelah diberikan obat penurun panas, demamnya berangsur turun.

“Assalamualaikum, Wid?”

“Mbak Arin, Naya kejang-.”

“Allah.” Bagai disambar petir Arini langsung kebas saat mendengar kabar yang disampaikan Widya. Kakinya terasa lemas seketika dan pandangan matanya gelap. Arini memegang ponselnya erat-erat untuk menguasai diri.

Air mata keluar begitu saja tanpa bisa dia cegah. Kenapa cobaan datang menghantam bertubi-tubi hari ini? Tubuh Arini lemah. Perasaannya benar-benar lelah. Wanita itu masih bisa mendengar suara ponselnya yang terjatuh dari genggaman sebelum akhirnya kesadarannya benar-benar hilang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
lemah dan gampang diintimidasi.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status