Enam bulan belakangan ini aku merasa Mas Alan berubah, selalu pulang larut malam bahkan terkadang ia tidak pulang ke rumah. Alasannya ia menginap di rumah ibunya. Memang rumahku dan rumah ibu mertua berada dalam satu kota.
"Mas, besok aku mau ke rumah ibu," ucapku.
"Mau ngapain ke rumah ibu?" tanya Mas Alan seakan ia keberatan kalau aku ke rumah ibunya.
"Yah mau ketemu ibu lah, lagian kan sudah lama juga aku tidak kesana," jawabku mengoles skincare malam ke wajah.
"Kalau tidak ada yang penting mending kamu di rumah saja,"
Lagi-lagi Mas Alan menghalangiku untuk ke rumah ibu.
"Memangnya kenapa sih, Mas? Aku tidak boleh ke rumah ibu kamu?" tanyaku menatapnya.
"Yah, bukan gitu, Rin," jawab Mas Alan.
"Ya udah kalau kamu larang aku ke rumah ibu kamu, besok aku ke kantor saja, mau lihat keadaan kantor," ucapku.
"Mau ngapain kamu ke kantor?" tanya Mas Alan jutek.
"Kamu nanya mau ngapain, Mas, jelas aku mau lihat keadaan perusahaan papaku lah. Kamu lupa perusahaan itu milik papaku yang sebentar lagi akan jadi milik aku," jawabku kesal.
Awalnya Mas Alan seorang karyawan biasa di perusahaan papa namun karena kinerjanya yang bagus juga ia termasuk karyawan yang rajin dan disiplin akhirnya papa mengangkat Mas Alan sebagai general manager. Tidak hanya itu, papa juga menjodohkan aku dengan Mas Alan. Alasannya supaya nanti ada yang bisa membantuku menangani perusahaan. Awalnya aku menolak namun, begitu bertemu dengan Mas Alan aku berubah pikiran, aku terpesona dengan ketampanan Mas Alan juga sikap dia yang sangat sopan.
Aku dan Mas Alan menikah dua tahun yang lalu namun enam bulan belakangan ini dia selalu melarang jika aku mau ke rumah ibunya. Selalu ada alasannya setiap kali aku mau kesana. Awalnya aku biasa saja namun, makin hari aku semakin curiga dengan perubahan sikap Mas Alan, semoga ini hanya perasaanku saja.
"Kenapa sih, Mas, akhir-akhir ini kamu selalu saja melarang ku ke rumah ibu?" tanyaku akhirnya
"Lagian buat apa juga kamu kesana, buang-buang waktu saja, mending di rumah fokus kerjaan rumah, apalagi sekarang kita lagi program punya anak jadi kamu tidak boleh capek," jawab Mas Alan.
"Aku curiga, jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan dari aku, Mas," ucapku lagi.
"Jangan ngaco kamu, Airin! Mas Alan membentakku.
"Kamu bentak aku, Mas?" tanyaku tidak percaya.
"Habis kamu sih ngeyel banget kalau dibilangin," jawab Mas Alan ketus, kemudian ia berjalan ke arah pintu kamar.
Braak!
Mas Alan membanting pintu dengan sangat keras. Dia kenapa sih, harusnya kan aku yang marah.
Ini tidak bisa dibiarkan, Aku akan cari tahu sendiri ada apa di rumah ibu Mas Alan.
Aku mengambil ponsel untuk menelpon seseorang namun sebelum itu aku harus pastikan dulu Mas Alan tidak mendengarnya.
Setelah aman, aku menelpon Rendi orang kepercayaan papa.
"Halo, Rendi, saya ada tugas buat kamu," ucapku begitu Randi menjawab telpon.
"Katakan saja, Non Airin," jawab Rendi.
"Saya mau mulai kamu awasi rumah ibu mertua saya," ucapku.
"Siap laksanakan, Non," jawab Rendi.
"Okay, saya tunggu laporan dari kamu," ucapku kemudian mematikan sambungan telpon.
Setelah itu aku mengambil laptop untuk menonton serial drama Korea favoritku yang belum selesai kunonton. Aku melirik jam, masih jam sembilan malam. Bisalah kunonton satu episode sebelum tidur.
Saat sedang asyik menonton, Mas Alan masuk ke kamar. Ia membuka lemari dan mengganti piyama tidurnya dengan setelan kemeja.
"Mau kemana, Mas?" tanyaku heran.
"Ke rumah ibu, barusan dia telpon katanya tidak enak badan," jawab Mas Alan sambil memaki baju.
"Aku ikut yah," ucapku antusias.
"Tidak usah, kamu di rumah saja," jawab Mas Alan ketus.
"Katanya ibu sakit, aku mau lihat keadaan ibu, Mas," ucapku bersikukuh ingin ikut.
"Airin, kamu di rumah saja, lagian aku cuma sebentar kok," ucapnya lagi.
Akhirnya aku mengalah dan melanjutkan menonton. Mas Alan keluar dari kamar, aku mengikutinya sampai di teras. Saat mobil Mas Alan sudah agak jauh aku menelpon Rendi.
"Halo, Ren, tolong kamu ke rumah ibu mertuaku sekarang, Mas Alan sedang menuju kesana," ucapku begitu Rendi menjawab telponnya.
"Baik, Non," jawab Rendi kemudian aku memutuskan sambungan telpon.
Setelah itu aku kembali masuk ke kamar Kembali melanjutkan menonton serial drama Korea.
Satu jam berlalu, ponselku berdering. Ternyata Rendi yang menelpon, jantung ku seketika berdetak tidak karuan, aku takut mendengar apa yang akan disampaikan oleh Rendi, aku takut kalau kecurigaanku selama ini menjadi kenyataan.
"Halo, Ren," ucapku pelan.
"Saya di depan sudah di rumah ibu mertua, Non, dan saya juga melihat ada perempuan muda yang membukakan pintu begitu Pak Alan sampai," jelas Rendi.
Deg!
Perempuan muda, apakah ini sebabnya selama ini Mas Rendi menghalangi ku untuk ke rumah ibu.
"Begitu melihat Pak Alan, perempuan itu langsung memeluk bapak, Non," lanjut Rendi yang semakin membuat napasku naik turun.
"Kalau, Non, tidak percaya, saya akan kirim fotonya," ucap Rendi lagi.
"Okay, kirim fotonya sekarang," ucapku lalu mematikan sambungan telpon.
Ting!
Aku segera membuka pesan dari Rendi Dan benar saja di foto yang dikirim Rendi tampak seorang perempuan muda membuka pintu sambil tersenyum ke arah suamiku bukan hanya itu di foto selanjutnya dia juga memeluk Mas Alan, tunggu. Mas Alan juga balas memeluknya.
Aku mengepalkan tangan dengan sangat kuat. Mas Alan rupanya kamu sudah berani bermain api, lihat saja akan kubuat kamu terbakar dengan api yang kamu ciptakan sendiri.
Aku akan menyelidiki siapa perempuan di rumah ibu mertuaku itu, kalau itu saudara sepupu Mas Alan rasanya tidak mungkin, karena mereka terlihat begitu mesra.
"Halo, Rendi, tolong kamu selidiki siapa perempuan di rumah ibu mertuaku itu, mulai besok awasi rumah ibu," ucapku pada Rendi di telpon.
"Baik, Bu," jawabnya.
"Saya tunggu laporan kamu,"
Aku menutup telpon dan melemparnya dengan sembarang ke atas ranjang.
***
Keesokan harinya sebelum berangkat ke kantor aku meminta Bi Minah untuk membuat sup ayam kampung kesukaan ibu. Tadi malam, Mas Alan tidak pulang katanya ia menemani ibu yang sedang tidak enak badan.
Pagi ini aku akan mengantarkan sup ayam kampung ini sekaligus sarapan dengan suami dan ibu mertuaku itu. Tentu ini sebuah kejutan untuk Mas Alan.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke rumah ibu mertua, aku turun dari mobil dengan menenteng sebuah rantang berisi sup ayam kampung.
Tok...tok...tok...
Aku mengetuk pintu dan tidak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang wanita muda, usianya kutaksir sekitar sembilan belas tahun. Aku memandang wanita itu dari ujung kaki sampai ujung rambut, tidak ada yang spesial dari wanita ini, bahkan soal penampilan dan fisik aku masih jauh diatasnya.
"Sayang, siapa yang datang?"
Dapat kudengar jelas suara Mas Alan dari dalam rumah, dia memanggil wanita muda di depanku ini dengan sebutan sayang.
"Sia...pa?"
Mas Alan terperanjat kaget melihatku berdiri di depan pintu rumah ibunya.
"Airin," ucapnya dengan mata terbelalak.
Aku ingin sekali memakinya juga wanita muda itu namun sebisa mungkin kutahan. Aku tidak boleh bersikap
bar-bar yang akan mempermalukan diriku sendiri.
"Boleh aku masuk, Mas," ucapku tetap tenang.
"I...iya," jawab Mas Alan terbata.
Aku masuk ke rumah ibu mertua dan bertepatan saat ibu baru saja keluar dari kamarnya."Airin," ucap ibu terperanjat kaget."Pagi, Bu," sapaku seramah mungkin."Kok tidak bilang kalau mau kesini?" tanya ibu seperti tidak suka jika aku ke rumahnya."Sengaja, Bu, mau ngasih kejutan. Oh iya, ini aku bawakan sup ayam kampung kesukaan ibu," ucapku menyerahkan rantang yang kubawa.Ibu mengambil rantang dari tanganku kemudian membawanya ke meja makan, aku mengikutinya dari belakang.Namun baru beberapa langkah Mas Alan menahan tanganku."Kenapa, Mas?" tanyaku."Aku mau bicara sama kamu," jawab Mas Alan kemudian menarikku ke dalam kamar yang biasa kami tempati jika menginap di sini.Mas Alan menutup pintu kemudian menguncinya."Kenapa sih, Mas?" tanyaku saat di dalam kamar."Kamu ngapain kesini tidak bilang sama aku dulu?" tanya Mas Alan dengan tatapan menahan marah."Memangnya kenapa kalau aku kesini, Mas? Kenapa kamu melarang aku kesini? Karena perempuan itu?" tanyaku balas menatapnya dengan
Satu Minggu berlalu setelah aku mengetahui hubungan Mas Alan dan Nuri. Setelah hari itu, Mas Alan sudah jarang ke rumah ibu, dia bahkan selalu pulang tepat waktu dan sikapnya terhadapku sudah kembali seperti dulu lagi. "Mas, kita sudah menikah selama dua tahun," ucapku di sela makan siang."Terus?" tanya Mas Alan."Aku mau punya anak, bagaimana kalau besok kita ke dokter untuk melakukan program hamil," jawabku.Aku sengaja mengajak Mas Alan ke dokter untuk program hamil. Karena aku ingin mengetahui hasil pemeriksaan dirinya. Tiga hari yang lalu aku memeriksakan diri ke dokter dan dokter mengatakan kalau aku baik-baik saja, tidak yang bermasalah dengan organ reproduksi ku dan dokter juga mengatakan jika kemungkinan besar masalahnya ada pada Mas Alan sehingga kami belum memiliki anak. Tidak menuntut kemungkinan alasan ibu merestui Mas Alan menikah secara sembunyi-sembunyi dengan Nuri karena aku yang tidak kunjung hamil. Jadi, kalau aku tahu hasil pemeriksaan kesuburan Mas Alan itu bis
"Airin, cukup!" bentak ibu mertua karena aku terus mencecar Nuri dengan pertanyaan yang tentunya tidak bisa ia jawab."Loh memangnya kenapa sih, Bu? Aku hanya ingin tahu Nuri ini kerja apa? Ingat dia tinggal di rumah ibu Lo. Kalau misalnya dia kerja yang tidak benar kan ibu juga nanti yang kena masalah, kena malu," jawabku santai.Terlihat wajah ibu merah padam menahan marah mendengarku mengucapkan kalimat kerja yang tidak benar."Sudah, Nuri, ayo kita pulang. Kamu tidak usah dengar apa kata Airin," ucap ibu kemudian menyimpan baju yang tadi di pegang nya kemudian menarik tangan Nuri pergi dari sana.Aku tersenyum sinis melihat mereka pergi. Aku yakin ibu dan Nuri pasti sangat tersinggung dengan ucapanku tadi. Rasakan kalian, ini baru permulaan. Tunggulah kejutan-kejutan dariku selanjutnya yang akan membuat kalian jantungan.Aku membeli beberapa potong baju, tas dan sepatu. Setelah itu aku bergegas meninggalkan mall. Aku melajukan mobil kembali ke rumah, masih ada waktu sekitar satu s
Jam setengah sembilan malam, Mas Alan bersiap untuk mengantar ibu dan Nuri pulang namun aku mencegahnya."Biar supir yang antar ibu dan Nuri pulang, Mas," ucapku menghentikan langkahnya."Loh kok gitu sih, Rin," ucap ibu tidak terima."Ini kan sudah aga malam, Mas Alan pasti capek. Dia juga harus istirahat kan," jawabku."Tapi kan dia bisa istirahat di rumah ibu," jawab ibu tidak mau kalah."Udah deh, tuh di luar Pak Mail sudah siapin mobil," ucapku mengarahkan pandangan keluar."Tidak apa-apa, Rin, biar aku anterin ibu sama Nuri pulang," ucap Mas Alan."Ya udah kalau gitu aku ikut," ucapku."Ngapain sih kamu pakai ikut segala," ucap Mas Alan kesal.Aku juga mulai terpancing emosi mendengar ucapan Mas Alan."Memangnya kenapa kalau aku ikut?" tanyaku tidak mau kalah."Kamu di rumah saja lah," ucap Mas Alan."Biarin aja sih ibu sama Nuri diantar pulang sama supir," ucapku lagi."Ibu tidak mau diantar sama supir," ucap ibu ngotot."Oh ya udah kalau gitu nginap aja di sini, Bu, kamar tamu
Keesokan harinya saat sedang sarapan Airin minta izin untuk menginap di rumah orang tuanya di Semarang."Mas, hari ini aku mau ke Semarang. Mau nginap beberapa hari di rumah papa," ucap Airin."Ada apa emang di Semarang?" tanya Alan."Yah, aku kangen aja sama mama dan papa," jawab Airin sekenanya."Kamu tidak mau ikut, Mas? Sudah lama loh kita tidak kesana," tanya Airin."Lain kali saja deh, aku sibuk. Di kantor banyak kerjaan," jawab Handi kemudian meneguk segelas air."Ya udah aku berangkat yah," ucap Handi kemudian berdiri dan mengambil tas kerjanya."Hati-hati yah, Mas," ucap Airin.Alan melajukan mobilnya menuju rumah sang ibu, dia merasa sangat senang karena hari ini hingga beberapa hari kedepan Airin akan ke Semarang jadi ia akan bebas bersama Nuri.Tidak lama kemudian ia sampai di rumah sang ibu. Ia langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Nuri sedang duduk memainkan ponselnya di ruang tamu."Pagi, sayang," sapa Alan.Namun, Nuri hanya menoleh sekilas kemudian ia kembali fo
Nuri begitu senang karena akhirnya ia bisa ke Bali berdua dengan Alan, laki-laki yang sangat ia cintai itu sampai-sampai ia rela jadi istri kedua.Bu Sarti membantu Nuri menyiapkan pakaian ke dalam koper juga perlengkapan lainnya."Makasih yah, Bu, sudah bantuin aku," ucap Nuri pada ibu mertuanya itu."Iya sayang, kayak sama siapa aja pakai bilang makasih segala, yang penting pulang dari Bali kamu harus bawain ibu oleh-oleh calon cucu," ucap Bu Sarti tersenyum."Pokoknya ibu tenang aja," jawab Nuri."Kamu masih rutin kan minum jamu penyubur kandungan itu?" tanya Bu Sarti."Iya, Bu, aku selalu minum kok," jawab Nuri berbohong.Selama ini ia tidak pernah minum jamu yang diberikan mertuanya itu, ia menumpahkan isinya dan menggantinya dengan minuman yang hampir mirip warnanya dengan jamu itu."Bagus deh kalau gitu," jawab Bu Sarti.'Bawel banget deh nih ibu-ibu tua, untung aja aku cinta mati sama anaknya,' batin Nuri memutar bola matanya dengan malas."Ya udah kalau gitu ibu tinggal dulu
Airin sudah sampai di Malang, hari ini ia akan menginap di salah satu villa milik orang tuanya di sana. Lalu besok pagi-pagi sekali dia akan ke desa tempat orang tua Nuri berada.Ia akan menanyakan perihal pernikahan Nuri dengan suaminya.Sebuah mobil menjemput mereka di bandara lalu membawanya ke villa. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke villa itu."Fey, malam ini kita nginap di sini dulu yah, soalnya kalau langsung ke tempat tujuan takut nya kita kemalaman di jalan," ucap Airin menarik kopernya masuk ke dalam villa."Aku sih ngikut aja, Rin," jawab Fey."Oh iya, kok kamu pergi liburan malah ngajak aku bukannya sama suami?" tanya Fey kemudian."Mas Alan sibuk Fey, di kantor banyak kerjaan," jawab Airin duduk di sofa."Oh gitu," ucap Fey ber-oh ria."Udah ah, aku mau ke kamar mau tidur sebentar," ucap Airin kemudian masuk ke dalam salah satu kamar.Di dalam kamar, Airin langsung merebahkan dirinya di atas ranjang."Mas Alan Mas Alan, tegannya kamu mengkhianati kepercayaan ku dan p
Sebelum berangkat Airin menelpon Santi, kepala keuangan di perusahaan sang ayah, tempat Alan bekerja."Halo, Bu Airin, ada apa menelpon sepagi ini? Maaf saya masih di rumah," ucap Santi begitu menjawab telpon Airin."Tidak apa-apa, Santi, saya hanya ingin minta tolong sama kamu," jawab Airin."Apa yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Santi."Semua gaji Mas Alan mulai bulan ini transfer ke rekening saya," jawab Airin."Tapi, Bu," ucap Santi Ragu."Kenapa?" tanya Airin."Kalau Pak Alan marah bagaimana?" tanya Santi."Kamu tenang saja, itu jadi urusan saya," ucap Airin."Baik, Bu, saya akan melakukan sesuai permintaan Bu Airin," jawab Santi."Bagus, satu lagi. Bekukan kartu kreditnya juga," ucap Airin."Baik, Bu, akan saya urus hari ini," jawab Santi."Bagus, saya akan memberi kamu bonus bulan ini," ucap Airin kemudian mematikan sambungan telpon."Kita lihat Mas, bisa apa kamu tanpa uang dariku dan Papa. Apa Nuri akan mengeluarkan uangnya untuk kamu," ucap Airin sinis.Airin segera merapikan