Share

Bab 4a

POV Author

 

Tengah malam, Herlan kembali ke rumah. Keadaannya sangat kacau. Didapatinya rumah dalam keadaan gelap gulita, juga tertutup rapat. Tak ada tanda-tanda ada orang di dalam. Sejak sore tadi, berkali-kali ia mencoba menghubungi Icha, tapi nihil. Nomor Icha tidak aktif dan status Wanya aktif 12 jam yang lalu. Itu artinya, satu jam setelah ia mengejar Nora, Icha menonaktifkan data seluler.

 

Untuk menghubungi adik Icha dan mendatangi rumah ibunya, Herlan tak punya nyali. Dia tahu benar, Icha tidak akan mendatangi rumah orang tua ketika dia sedang bermasalah dengannya. Ditambah lagi, ibu dan adik Icha sangat membencinya. Icha hanya akan mendatangi sahabat baiknya, Josh.

 

Sialnya, Herlan pun tidak punya cukup nyali untuk menanyakan keberadaan Icha pada sosok bar-bar Josh. Dua tahun yang lalu, nyawanya hampir melayang di tangan Josh kalau saja Icha tak mencegahnya. Saat itu terjadi pertengkaran hebat antara Icha dan Herlan setelah Herlan pulang diantar seorang perempuan dalam keadaan mabuk berat.

 

Josh yang kebetulan mendatangi rumah Icha, tak sengaja melihat Herlan melayangkan pukulan ke perut Icha. Dihantamnya punggung Herlan  dengan menggunakan balok kayu yang saat itu tergeletak di halaman rumah Icha.

 

"Brengsek!"

 

Dhuegh dhuegh!

 

Josh menendang perut Herlan bertubi-tubi. Josh tak peduli walau Herlan telah terkapar tak berdaya. Dicabutnya pisau yang selalu Josh sembunyikan di sabuk celananya. Pisau itu nyaris menancap di dada Herlan kalau saja Icha tak mencegahnya.

 

"Hentikan, Josh. HENTIKAN!" jerit Icha.

 

Josh terpaksa mengurungkan niatnya.

 

"Kau mulai mencintainya, huh?" geram Josh.

 

"Dia suamiku, Josh!"

 

"Suami? Suami macam apa yang sedang kau lindungi?"

 

Icha terisak. Dia menjatuhkan tubuh di samping tubuh Herlan yang tak sadarkan diri.

 

"Kau tau, Josh, dari dulu tubuhku sudah tergadai atas nama balas budi. Jangan tanyakan tentang cinta. Cinta ini tak pernah bertuan, Josh," ratap Icha.

 

Josh menggamit lengan Icha.

 

"Kalau gitu, ikut aku!" ajak Josh.

 

Icha menggeleng.

 

"Jangan membuat posisiku sulit, Josh! Ibuku sakit. Aku nggak mau terjadi apa-apa dengannya." Icha mengiba.

 

Sial!

 

Itulah kelemahan Josh. Tak bisa melihat Icha menangis. Josh menjatuhkan tubuh sejajar dengan Icha.

 

"Ayo kita bawa manusia brengsek ini ke rumah sakit!" ajak Josh.

 

Icha mengusap ujung matanya yang basah.

 

"Rupanya kau belum rela SUAMIMU kukirim ke neraka, Cha," sindir Josh.

 

***

 

Herlan memutar handle pintu yang kuncinya sudah terbuka. Berjalan ke arah stop kontak dan satu persatu lampu di beberapa ruang dinyalakan.

 

Hening, walaupun semua lampu sudah menyala. Melangkah gontai ia menuju kamar tidurnya. Didapatinya ranjang dengan sprei yang terpasang rapi tanpa lipatan sedikit pun. Tak didapatinya sisa-sisa pergulatan tadi siang bersama Nora.

 

"Dalam keadaan marah sekali pun kamu masih peduli, Cha...," lirih Herlan.

 

Memaku di dalam kamarnya, ia edarkan pandangan ke seluruh ruang tidur. Ia menyugar rambutnya kasar. Kelebatan peristiwa siang tadi berputar di kepalanya.

 

Kenapa aku bisa sebodoh ini, melampiaskan nafsu di tempat peraduannya dengan Icha, satu-satunya perempuan yang menganggap diriku telah berubah? Rutuk Herlan dalam hati.

Icha gadis istimewa, meski bukan dari keluarga kaya. Semua orang tahu bahwa Icha adalah anak cerdas dan ramah. Sayang, karena kondisi keuangan yang serba kekurangan, Icha hanya bisa menyelesaikan pendidikan sampai lulus sekolah menengah atas. Icha menyelesaikan diploma tiga jurusan akuntansi karena bantuan salah seorang kerabat ibunya di Jogja.

 

Selepas wisuda, Icha diterima di sebuah perusahaan garment dan ditempatkan di bagian keuangan.

 

Hanya setahun Icha bekerja. Memasuki tahun kedua ia terpaksa berhenti karena sebuah konspirasi antara atasannya dan orang tua Herlan. Icha dipecat tanpa pesangon dengan alasan yang tidak jelas. Berawal dari situlah skenario pernikahan Herlan dan Icha dimainkan.

 

Membujuk Icha untuk menikah dengan Herlan bukanlah hal yang mudah. Orang-orang di kampung tahu bahwa Icha perempuan yang berpendirian  kuat, pantang diintimidasi. Hingga suatu hari, dia harus pasrah mengesampingkan egonya, dipaksa menikah dengan Herlan dengan alasan hutang budi keluarganya terhadap keluarga Herlan.

 

Icha menghidupi ibu dan kedua adiknya pasca ayah Icha meninggal. Sangat bertolak belakang dengan Herlan yang serba kecukupan dan mendapat fasilitas hidup dari orang tuanya.

 

"Tolong, Cha. Terimalah Herlan. Kami yakin dia akan menjadi lebih baik jika menikah denganmu," bujuk ibu Herlan waktu itu.

 

"Tapi saya tidak ada perasaan apa-apa sama anak Ibu. Bagaimana mungkin saya menikah dengannya?"

 

"Cinta bisa dipupuk, Cha seiring waktu."

 

"Ingat satu hal, Cha. Kami yang dulu membiayai pengobatan adikmu di rumah sakit. Ayahmu yang memohon-mohon pada kami." Ayah Herlan menimpali kalimat istrinya.

 

Icha hanya menunduk. Bagaimana dia lupa? Malam-malam saat hujan lebat, adiknya mengalami demam tinggi. Saat itu Icha masih duduk di kelas tiga sekolah menengah pertama. Ayah dan ibunya kebingungan harus membawa adiknya ke rumah sakit dengan apa. Ayah Icha akhirnya mendatangi orang tua Herlan yang saat itu jaraknya tidak jauh dari kediaman Icha.

 

Mengesampingkan rasa malu dan harga diri, ayah Icha mengiba meminta kebaikan hati orang tua Herlan dengan meminjam sejumlah uang kepada mereka karena setelah ditangani di IGD, adik Icha harus opname karena DB.

 

Tiga hari dirawat, kondisi adiknya tidak membaik. Qodarullaah, adik Icha akhirnya mengembuskan napas terakhirnya di ruang PICU.

 

Walau nyawanya tak tertolong, utang tetaplah utang. Ayah Icha harus mengembalikan utang yang tidak sedikit, setidaknya untuk keluarga Icha waktu itu.

 

"Saya masih ingat kebaikan Bapak/Ibu, sangat ingat. Tapi apa Bapak/Ibu lupa kalo ayah sudah  melunasi utang itu?" Icha mengingatkan.

 

Kedua orang tua Herlan gelagapan. Namun, hanya beberapa saat. Detik berikutnya, mereka sudah bisa menetralisir keadaan.

 

"Kami tidak lupa, Cha. Namun, apakah kamu tidak ingin membalas itu walau sedikit saja pengorbanan, heh?"

 

"Akan saya pikirkan" kata Icha akhirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status