LOGIN"Kamu sejak tadi ngoceh nggak jelas. Langsung aja ke mana arah pembicaraannya. Aku banyak kerjaan, Han," kata Gendis dengan nada datar.
"Kok, kamu nggak dengerin ucapanku. Aku minta maaf atas kekhilafanku, Sayang. Perempuan itu menggoda dan menjebakku. Demi Allah, aku nggak ada niat selingkuh dari kamu." Reyhan mulai memainkan akting epik yang dikatakan oleh sang ibu. "Oh, ya? Aku udah tahu kok. Kamu tenang saja," kata Gendis yang mendadak berubah sikap, menjadi lebih lunak. Hati Reyhan bersorak girang saat ini. Ia tahu jika sang istri sangat bucin padanya. Ternyata benar kata sang ibu, minta maaf adalah solusi terbaik. Gendis tampak biasa saja. "Oh, ya, Sayang, makasih banyak kamu udah bayarin biaya rumah sakit Ayu." Reyhan semakin tidak jelas. "Oh, si Ayu sakit? Emang sakit apa?" tanya Gendis dengan wajah polos. "Nggak usah bercanda, Sayangnya aku. Aku tahu, kamu suka ngasih aku dan keluargaku kejutan. Tapi, kali ini aku makasih banget. Kamu selalu ada saat aku terpuruk," kata Reyhan membuat Gendis mengerjab beberapa kali. "Aku beneran nggak tahu loh, kamu ngomong apa? Perasaan, aku nggak ada pengeluaran untuk rumah sakit. Cek saja di bagian administrasi." Gendis tampak santai saat mengatakannya. "Lagian, aku malah nggak tahu kalo Ayu masuk rumah sakit? Atau jangan-jangan selingkuhan Ayu yang bayarin. Kamu nggak tau?" tanya Gendis tampak santai. "Nggak usah ngawur. Ayu dan Adam itu dulu pacaran dari jaman SMP, nggak adalah mereka kaya gitu. Lagian, ngapain adikku selingkuh? Atau kamu lagi nyindir aku, Ndis?" tanya Reyhan tampak tidak suka mendengar ucapan wanita yang saat ini sedang menata brokoli dan wortel juga telur di atas piring. "Aku ngomongin fakta, Han. Semua orang juga sudah tahu. Ayu adikmu selingkuh sama Andika. Andika yang punya usaha properti itu. Ya, mungkin uang Adam nggak cukup buat kehidupan hedon adik kamu. Makanya, Adam sampai nggelapin uang dari resto aku. Sekarang Adam aja ada di kantor polisi. Dia harus tanggung jawab. Ya, siap-siap aja si Ayu juga bakalan ditahan. Dia menerima uang itu." Reyhan sangat syok mendengar ucapan Ayu saat ini. Reyhan bahkan tidak tahu menahu perihal hubungan rumah tangga sang adik. Ia terlalu sibuk mengejar selangkangan wanita di luar sana. Reyhan melirik Gendis yang tampak tenang saat makan. Wanita yang telah dinikahi lima tahun lamanya itu tampak tidak terusik dengan apa pun. "Apa nggak ada jalan lain untuk Adam?" tanya Reyhan membuat Gendis menoleh dan menatap tajam. "Nggak ada. Semua sudah aku serahin sama pengacara yang ngurusin semua restoran aku. Kamu kalo ada uang, gantiin aja uang restoranku yang dibawa kabur sama si Adam," kata Gendis tanpa mau kompromi saat ini. Reyhan kesulitan menelan saliva. Sikap Gendis sudah sangat berubah saat ini. Tidak lagi Gendis yang manja dan akan menyambut kedatangannya saat pulang. Gendis bahkan tampak tidak peduli sama sekali dengan keberadaannya. Hari semakin siang, Gendis menghadiri beberapa rapat tentang UMKM di lingkungan mahasiswa. Ia menjadi bintang tamu yang menyuarakan tentang bisnis yang berawal dari rumah. Semua bisa dilakukan saat ini karena kemajuan tekhnologi. Gendis menginspirasi banyak orang-orang disekitarnya. "Mbak Gendis, Mas Reyhan tadi minta izin pengen lihat pemasukan restoran bulan ini." Novita berbisik agar tidak didengar oleh siapa pun. "Kamu kasih aja. Liatkan sama dia. Bukan data yang asli. Data yang satunya," kata Gendis santai meski ada Reyhan tak jauh dari mereka. Gendis berusaha tersenyum pada Novita untuk menghindari kecurigaan Reyhan. Reyhan pun mendekat dengan wajah sumringah saat ini. Ia bahagia saat melihat omset dari restoran yang tak biasa. Reyhan sudah tidak bisa mengakses data administrasi terbaru restoran milik Gendis. "Mbak Gendis, terima kasih atas kerja samanya." Andika--pengusaha properti menengah tiba-tiba medekat dan membuat Gendis punya ide baru. Suasana mendadak canggung karena Andika kaget melihat Reyhan ikut bersama Gendis. Ia takut jika kakak Ayu itu akan berbuat kasar. Andika juga tidak bisa langsung pergi setelah menyapa Gendis. Gendis pasti akan mengobrol seputar seminar tadi. "Sama-sama, Mas Andika. Oh, ya, kemarin Ayu masuk rumah sakit. Aku baru dengar tadi pagi dari suamiku." Gendis sengaja membakar emosi dua laki-laki itu. "Ayu sakit apa, Han?" tanya Gendis mengalihkan pandangan pada laki-laki yang masih sah menjadi suaminya itu. "Eh? Itu, anu... Ayu pendarahan, Ndis," kata Reyhan gugup karena takut. Reyhan menjadi penyebab sang adik pendarahan saat itu. Ia tidak mau dilaporkan pada pihak berwajib. Sudah beberapa tahun menikah dengan Adam, Ayu memang tak kunjung hamil. Ini adalah kehamilan pertama Ayu. "Oh, baru tahu aku. Ayu hamil, Han?" tanya Gendis dengan tatapan yang sulit diartikan. "I-iya, kata Dokter usia kandungannya baru sepuluh minggu. Jadi, ya, masih agak lemah." Reyhan dengan santainya mengatakan hal itu. "Kamu emang nggak tahu, ya, Han? Adam itu dinyatakan mandul. Ayu hamil sama siapa? Ini benaran, 'kan Ayu hamil? Dokter salah diagnosa nggak?" Coba kamu cek lagi ke rumah sakit yang bersangkutan," kata Gendis mencoba memprovokasi sang suami dan Andika. Wajah Andika mendadak menjadi seputih kapas. Ia salah langkah. Gendis bukan perempuan yang bisa ditindas sama sekali. Beberapa waktu yang lalu, kerja sama mereka berdua batal; Gendis tidak jadi memakai jasa milik Andika untuk membangun rumah. "Ndis, ini di tempat umum loh. Kok kamu malah ngomong yang nggak jelas." Reyhan juga menjadi panik saat ini. "Kita bisa loh pakai banget ngomongin ini di rumah," lanjutnya merasa tidak enak saat banyak orang yang berbisik-bisik. "Di rumah? 'Kan masalahnya ada di sini, Mas. Rumah itu tempat untuk istirahat melepas penat. Kalo ngomongin masalah, ya, pada tempatnya. Aku udah berusaha menyelesaikan masalah pada tempatnya. Ya, seperti yang kamu bilang saat di rumah Ibuk," kata Gendis tampak sangat tenang. "Mbak Gendis, aku pamit dulu, ya. Lain waktu kita obrolin lagi masalah bisnis kita yang tertunda ini." Andika merasa kikuk karena tahu ke mana arah pembicaraan Gendis saat ini. "Loh? Jangan pergi dulu. Aku mau tanya satu hal, Mas Andika. Ini sih pertanyaan dari Reyhan tadi pagi. Aku nggak pernah bayar uang rumah sakit punya Ayu. Apa itu kamu yang bayar?" Pertanyaan Gendis membuat semua orang menatap ke arah Andika. "Andai bukan Mas Andika atau saya yang bayar? Apa mungkin Ayu berselingkuh lebih dari satu laki-laki?" tanya Gendis yang tampak santai. Gendis pandai melempar umpan untuk dua laki-laki. Reyhan jelas merasa terluka harga dirinya. Ayu sang adik yang selama ini disayanginya ternyata tega mempermalukannya. Wajah Reyhan merah padam menahan amarah. Terima kasih sudah membaca."Lha kamu kok emosi sama aku. Sama si Ayu, adik kamulah. Makanya jangan sibuk sendiri dengan selangakan perempuan di luar sana. Perhatikan adik kamu. Berita itu udah nyebar," kata Gendis sangat santai dan membuat Reyhan mengusap wajah dengan kasar. Reyhan tidak tahu jika Ayu dan Andika ada hubungan. Ia juga tidak tahu menahu jika sang adik ipar ternyata mandul. Reyhan kali menatap Gendis yang sibuk dengan laptop di depannya. Ia tidak tahu apa yang sedang dikerjakan oleh Gendis. "Kamu itu kalo mau jatuhin aku jangan juga menjatuhkan nama baik adikku dan suaminya, Ndis. Aku tahu salah. Tapi, tolonglah. Aku nggak mau masalah rumah tangga kita merembet ke mana-mana. Kamu harusnya tahu siapa Mas Andika itu. Keluarga dia rata-rata polisi. Kamu nggak takut kalo dituntut sama mereka?" Reyhan mencoba menjatuhkan mental sang istri."Lha apa aku harus takut? Makanya buka media sosial. Jangan hanya seputar circle kamu aja, Han. Berita Ayu dan Andika lagi rame di kalangan pengusaha muda." Gendis
"Kamu sejak tadi ngoceh nggak jelas. Langsung aja ke mana arah pembicaraannya. Aku banyak kerjaan, Han," kata Gendis dengan nada datar."Kok, kamu nggak dengerin ucapanku. Aku minta maaf atas kekhilafanku, Sayang. Perempuan itu menggoda dan menjebakku. Demi Allah, aku nggak ada niat selingkuh dari kamu." Reyhan mulai memainkan akting epik yang dikatakan oleh sang ibu."Oh, ya? Aku udah tahu kok. Kamu tenang saja," kata Gendis yang mendadak berubah sikap, menjadi lebih lunak.Hati Reyhan bersorak girang saat ini. Ia tahu jika sang istri sangat bucin padanya. Ternyata benar kata sang ibu, minta maaf adalah solusi terbaik. Gendis tampak biasa saja."Oh, ya, Sayang, makasih banyak kamu udah bayarin biaya rumah sakit Ayu." Reyhan semakin tidak jelas."Oh, si Ayu sakit? Emang sakit apa?" tanya Gendis dengan wajah polos."Nggak usah bercanda, Sayangnya aku. Aku tahu, kamu suka ngasih aku dan keluargaku kejutan. Tapi, kali ini aku makasih banget. Kamu selalu ada saat aku terpuruk," kata Reyha
Tagihan uang biaya perawatan Ayu jelas tidak main-main. Reyhan pusing dengan keadaan ini. Adam--sang adik ipar saat ini masih menjalani pemeriksaan di kantor polisi. Gendis ternyata tidak main-main saat ini, laporan itu benar-benar dibuat."Pak, mohon ditandatangani, semua biaya sudah dibayarkan." Seorang perawat membuyarkan lamunan Reyhan yang sejak tadi memilih duduk di luar kamar rawat inap sang adik. "Janin dan ibunya berhasil selamat," kata perawat itu sambil menyerahkan map yang berisi jumlah tagihan milik Ayu. "Mbak... ini siapa yang bayar?" tanya Reyhan sambil menatap ke arah perawat cantik itu."Wah... kalo itu saya tidak tahu. Ini dari pihak administrasi hanya meminta saya untuk menyerahkan bukti tanda sudah lunas saja sebelum Bu Gendis pulang sore ini," kata perawat itu ramah."Oh, gitu? Baik. Terima kasih, Mbak. Mbak, saya boleh minta nomor ponsel? Siapa tahu ada yang adik saya butuhkan." Reyhan masih saja tebar pesona saat ini."Boleh, Pak." Perawat itu menyerahkan tiga
Puluhan cabang restoran geprek milik Gendis saat ini memang sedang ramai-ramainya. Atas usulan Reyhan, Gendis akhirnya setuju buka cabang di luar kota. Bandung dan Bogor adalah salah kota yang dianggap cocok. Gendis mempercayakan semua pada sang suami. Jujur, kepercayaan itu justru membuat Reyhan bertindak sesuka hati. Pembangunan restoran itu memang sedang berjalan, tetapi suami Gendis justru semakin sibuk jajan di luar. Aplikasi kencan salah satu cara yang dipakai Reyhan untuk mendapatkan gadis-gadis itu."Kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Gendis pada sang asisten--Novita. "Aku taruh tas dan barang-barang dulu," lanjut Gendis berjalan menuju ke arah meja besar yang letaknya di dekat ruang makan.Novita mengekori Gendis dengan perasaan takut luar biasa. Masalah rumah tangga Gendis sudah berada di ujung tanduk saat ini. Salah bicara bisa berakibat fatal. Novita tidak mau menambah masalah Gendis saat ini."Anu... Mbak Gendis, saya pernah lihat wallpaper Mas Reyhan ganti." Novita menat
Gendis melajukan mobil menuju ke rumah. Jangan tanya ke mana Reyhan. Gendis sudah mengusirnya karena rumah itu dibeli atas nama dirinya. Reyhan entah pulang kemana, ibu satu anak itu sudah tidak peduli lagi."Mbak Gendis yakin dengan apa yang dilakukan saat ini?" tanya sang asisten saat mobil berhenti di lampu merah jalan menuju rumah Gendis."Yakin. Lagi pula, semua bukti sudah aku kantongi. Mau apa lagi dia?" Gendis mengembuskan napas kasar. "Nov, aku harusnya peka. Dari awal dia udah selingkuh. Bodohnya aku malah memaafkan. Dia itu hanya karyawan aku," kata Gendis yang kali ini semakin kesal."Mbak... sebenarnya aku mau cerita dari lama...." Novita tampak menjeda kalimatnya, sengaja memilih kalimat yang tepat agar tidak menambah rumit masalah rumah tangga Gendis."Kamu ngomongnya di rumah aja. Tanggung, bentar lagi sampai rumah," potong Gendis dengan cepat.Novita hanya diam saat ini. Antara takut dan tidak ingin memperkeruh keadaan. Gendis sejak dulu terkenal tegas. Saat ini sudah
"Kamu yang ngotot cerai kok harus aku yang disalahkan? Kamu punya bukti apa kalo aku selingkuh?" Obrolan pasangan suami dan istri di depan dua keluarga kali ini sudah memanas. Reyhan merasa sang istri--Gendis sudah menuduh tanpa bukti di depan keluarga besar. Mereka memang sedang bertengkar besar masalah keluarga. Biasalah, konon jika menikah muda pasti ada saja masalah yang datang. Ego pasangan suami dan istri itu terusik satu sama lain. Lima tahun menjalin rumah tangga ternyata tidak membuat Reyhan berterima kasih pada sang istri. Rayhan bukan siapa-siapa tanpa Gendis. Mereka juga sudah dikaruniai seorang putra yang tampan berusia empat tahun. Apa yang sebenarnya Reyhan cari selama ini."Ndis, kamu jangan nuduh suami kamu yang bukan-bukan. Reyhan juga kerja, 'kan buat nafkahin keluarga. Menurut Ibu, dia laki-laki yang bertanggungjawab kok. Hanya kamu saja yang inginnya dimengerti terus." Bu Sulastri--Ibunya Gendis sangat membela menantu pembohong itu."Kamu harusnya dengarkan kata







