Bab 14 Menemui Pengacara
Hampir setengah jam, baru mobil memasuki kawasan kompleks perumahan elit milik Aleena. Memang jarak rumahnya dari rumahku lumayan agak jauh.
Tiin... Tiin...
Kubunyikan klakson. Tidak perlu lama menunggu, dari dalam rumah seorang wanita muda, seumuran denganku keluar menghampiri. Dia memberi isyarat kepada satpamnya untuk segera membukakan gerbang untukku.
"Hai Nadine. Kamu udah sampai rupanya. Yuk masuk dulu. Nih di rumah saya sendiri anak-anak di rumah neneknya." Sambut Aleena.
Aleena adalah teman akrabku sejak masa sekolah hingga sekarang. Bersama kami sering berbagi cerita.
"Jadi kamu ingin menemui Pak Richardo pengacara langganBab 15 Rumah Tangga Tak Lagi Bermakna "Ya pak." Jawab ku terbata karena merasa takut. "Ini ya klien yang ingin menemuimu Ricardo?" Pak George menoleh kearah Pak Ricardo. Tapi Pak Ricardo malah melirik ke Aleena, mungkin meminta jawaban dari Aleena. Karena aku minta tolong padanya melalui temanku itu. "Ya benar Pak dia yang ingin meminta bantuan bapak untuk menyelesaikan masalahnya." Aleena memberi penjelasan. Kedua pria itu mengangguk. "Wanita ini tidak asing. Dia adalah Nadine manajer di perusahaan ku." Suara pak George malah melemah dan terdengar ra
Bab 16 Datangnya Pembantu Baru Ku lihat Arza sedang terlelap, rupanya jebakanku berhasil. Pengaruh obat tidur itu ampuh juga. Sementara Arza sedang terlelap, aku mengambil ponselnya. Dengan cepat kutempelkan jari tengahnya untuk membuka kunci layar ponsel tersebut. Setelah itu aku mengakses m-banking nya. Mengirimkan sejumlah uang yang lumayan banyak ke rekeningku, lalu menghapus histori transfernya. Beres. Dengan tersenyum puas, kuletakkan kembali ponsel itu ke tematnya semula. "Kamu tidak mau memberiku uang Arza. Jadi terpaksa uangmu kurampas. Hehee" aku membatin Seorang pria yang berlaku curang, harus ku balas dengan cara licik pula.
Bab 17 Senangnya di Kelilingi Dua Babu Pagi hari ini, Aku sengaja bangun tidak secepat biasanya, tuh Aku kan sudah punya pembantu baru. Setelah bangun aku segera mandi dan berdandan cantik. Setelah semua beres aku keluar dari kamar, ingin menuju ke kamar Davin dan Divan. tidak lupa sebelumnya aku membuang semua air yang sudah ku bubuhi obat tidur di kamar tadi. "Enak bener hidupmu ini Nadine, bangun kesiangan. Habis itu tidak membantu kami di dapur sedikitpun. Keluar keluar dari kamar udah dandan habis." Ibu mertua menghadangku di ruang keluarga. "Maaf Bu Nadine kecapean sekali, tidak sengaja deh bangun kesiangan. Lagi pula kan ada mbak Zorah yang membantu ibu." Jawab ku santai.  
Bab 18 Pura-pura Bisa Di Bodohi Pagi menjelang, kulihat mbak Zorah sedang sibuk mencuci sepatu. Langsung saja ku ambil sepatu kotorku beberapa pasang di rak. Lalu menyerahkannya ke mbak Zorah. Tidak terlalu kotor sebenarnya, tapi aku ingin melihat wanita penggoda suami ku itu menyikat-nyikat sepatuku. "Nih mbak, tolong cucikan juga ya...." "Mbak sudah capek Nadine. Kamu cuci ajah sendiri." "Nadine lagi sibuk banget nih mbak. Tolong mbak aja deh yang cuciin. Barusan Arza bilang mbak adalah wanita yang sangat tangguh sekaligus masih tetap cantik. Aku ajah kalah cantik sama mbak Zorah. Hehee makanya aku akan selalu minta bantuan mbak Zorahku yang cantik ini." Aku menjawab sambil terkekeh. Tak apalah dia ku puji-puji. Lumayan untuk membuat dia bersedia mencuci sepatuku.
Bab 19 Tak Akan Rapuh Karena Dikhianati Sepulangnya dari kantor, Seperti biasa aku akan menjemput anak-anak terlebih dahulu. Dan juga karena sudah menjadi kebiasaan pulang bersama Davin dan Divan. Dalam perjalanan pulang aku menyempatkan diri membeli makanan kesukaan anak-anak. Bukan karena apa, namun karena aku harus lebih berhati-hati untuk makan di rumah. karena di rumah kami dikelilingi oleh orang-orang licik dan pendusta. Sesampainya di rumah,aku tidak menjumpai keberadaan satu orang pun. Entah ke mana orang-orang di rumah ini? Oh iya aku baru ingat, kemungkinan besar Arza menemani Zorah untuk shopping. Seperti yang mereka percakapkan pagi tadi. Untuk memperkuat dugaanku, aku memeriksa rekaman CCTV di laptop. Fyuuuuh, dugaanku ternyata benar, rupa
Bab 20 Suara Gaduh Di Kamar Mandi *** Hari menjelang sore aku pulang sekaligus sambil menjemput anak-anakku dari rumah mbok Jum. Dalam perjalanan pulang, aku membeli makanan kesukaan kami buat makan malam nanti. Jadi tidak perlu repot buat memasak. Sesampainya dirumah, syukur Mbak Zorah maupun Arza belum ada di rumah. Kemana dua orang itu menghilang. Aku tahu, pasti mereka sedang berduaan. Sebuah pikiran nakal terbersit di benakku buat mengerjai mereka malam nanti. "Nak ibu keluar sebentar ya. Pengen minum ke dapur." Aku meninggalkan anak-anak yang sedang sibuk di dalam ruang bermain mereka. Tujuan langkah ku kali ini adalah dapur. Mengambil ekstrak cabai yang masih tersisa. Lalu menaruhnya ke
Bab 21 Bencana Di Ujung Aktivitas Ranjang "Pa, saya ingin masuk kamar mandi sekarang. Minggir....!" Aku berdiri berkacak pinggang di depannya dengan menatap kedua mata Arza dengan serius. "Jangan, Ma...." Sergah Arza. "Kenapa jangan....?" Aku masih berusaha masuk. "Jangan sekarang, Ma. Tolong... Please dong... Mama kok emosi banget. Tolong jangan marah-marah gini Ma. Nggak kasihan nih sama Papa?" Mata Arza nampak penuh permohonan. Sambil tangannya masih gelisah mengipasi bagian vitalnya. Sedangkan aku ingin tertawa melihat ulahnya. Itu saja masih kurang buat mengerjai b*rung nakalmu itu Arza. Untung saja tidak ku potong tuh barang.
Bab 22 Misi Pertama Berhasil Ponsel dalam kantong lelaki berdasi itu bergetar. "Halooo...!" "Ya halo, selamat pagi " suara luwes seorang wanita dari seberang telepon. "Pagi juga, sama siapa ini,?" "Ini saya karyawan baru di kantor perusahaan, bapak Manajernya kan?" Suara lembut seorang wanita mbuat pria tadi tersanjung dengan sebutan kata "manajer". "Ya benar, saya adalah manajernya." "Begini, Pak. Saya punya beberapa berkas kantor yang harus bapak tandatangani." "Oh ya... Tapi nanti saya bakalan tidak masuk nih. Soalnya masih ada urusan keluarga yang harus saya urusi."