Bab 29 Rumah pun Akan Kujual
Sepulang dari kantor, Nadine menghubungi seseorang. Telunjuknya sibuk menggeser-geser benda pipih mencari kontak pak Richardo.
"Hallooo... Selamat siang... Pak Richardo."
"Ya selamat siang, ada yang bisa saya Bantu Mbak Nadine."
"Saya ingin menemui pak Richardo siang ini, bisa nggak ya?"
"Tentu saja bisa. Oh ya apakah mbak Nadine masih di kantor sekarang? Soalnya kalau Mbak Nadine masih di kantor biar saya saja yang samperin sekalian saya juga ingin menemui Pak George.
"Belum, ini baru mau pulang. Oke ntar saya tungguin ya."
Telepon sengaja di putuskan. Untuk sementara, Nadine pergi ke kafe kecil yang berseberangan dengan kantornya. Walaupun hanya kafe kecil, namun soal r
Bab 30 Kalian Terlambat, Pengkianat Nadine sudah tampil cantik, berpakaian rapi, model rambut terbarunya pun tertata. Tas branded terbaru di sandangkan kebahu, dengan langkah bak model, Nadine bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Wangi lembut parfum mahal mengikuti kemanapun langkahnya. Seseorang yang sedang mengamatinya, merasa tidak suka melihat penampilan Nadine seperti itu. Entah apa yang ada si hati lelaki itu sangat sulit untuk di uraikan. Ingin marah, namun entah kata-kata apalagi yang pantas ia lontarkan untuk perempuan yang sudah lama ia khianati ini. Namun sekuat tenaga Arza berusaha untuk mengubah suasana hati untuk berpikir hanya Zorahlah yang terbaik. Wanita yang telah banyak menemani hari-harinya di luar rumah, di tempat hiburan dan di waktu senggang.&
Bab 31 Percakapan Bersama Pak Richardo Nadine baru saja keluar dari kantor ketika seseorang menghampirinya. Pak Richardo. "Selamat siang, Mbak Nadine." Sapanya. "Siang juga. Ada apa, Pak. Kok langsung nyamperin ke kantor? Tumben, biasanya telepon dulu." Seloroh Nadine. "Ah sesekali, mbak. Tadi tidak sempat buat telpon." Jawab pengacara tersebut. "Ini mbak. Ada yang ingin saya sampaikan." "Apa itu? Kalau begitu kita bicara di kantin depan saja, sekalian saya mau makan siang." "Baik. Boleh juga." Pak Richardo menyetujui. Mereka berjalan beriringan. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menjepret dan mengambil gambar
Bab 32 George Sosok Misterius "Pakk.. Ggeeorgeee...!" Nadine mendadak gugup, dengan mata membulat. Pak George membalas pandangannya dengan ekspresi dingin. Sedangkan Nadine sendiri gemetaran. "Ssejak kapan bapak ada di situ?" Nadine memberanikan diri untuk bertanya. Yang di tanya malah sibuk dengan ponselnya. Seperti tidak peduli dengan pertanyaan Nadine. Sikapnya semakin membuat Nadine serba salah. "Mmaafkan saya, Pak." Akhirnya hanya kata itu yang terlontar dari mulut Nadine. Pak George memasukkan kembali ponselnya ke saku. Kali ini ia menatap wajah ketakutan milik Nadine dengan lekat, namun tanpa senyuman. Agak lama. Membuat Nadine merasa risih. "Mengapa kamu sepert
Bab 33 Arza mencari Masalah " Pesan itu membuat Nadine tidak terima. Karena ia tidak merasa berbuat serendah itu. Lalu yang patut di pertanyakan, siapa yang mengambil potret dirinya bersama Pak Richardo. "Atau mungkin ia mengirim mata-mata? Kalau begitu aku harus lebih berhati-hati." Ujar Nadine dalam hati. Wanita itu kembali masuk. George tentu bisa melihat gelagat yang tidak baik dari raut wajah Nadine. "Apa ada masalah? Maaf bukan bermaksud untuk ikut campur." Ujar pak George. "Sedikit, Pak. Biasa masalah rumah tangga." Jawab Nadine. Dengan berusaha mengerjakan tugas-tugasnya secepat mungkin, jari jemari itu kian sibuk berkutat dengan keyboard. George menatap heran. &nbs
Bab 34 Zorah dan Arza Sementara itu di sebuah rumah Arza terlihat sedang bercengkrama bersama Zorah. "Aku tidak menyangka Nadine akan tega berbuat seperti ini." "Maksud Mas?" "Ya Aku tidak menyangka saja dia mampu menduakan aku di belakang. Berani bermain api. Dia menghianati ku Zorah. Foto-fotonya bersama pengacara Ricardo yang kau berikan tadi, membuatku sangat yakin mereka berdua pasti mempunyai ikatan khusus." Zorah menghela nafas panjang. Sesungguhnya dia tidak suka mendengar kekesalan Arza tersebut terhadap Nadine. Karena nampaknya Arza terluka oleh foto-foto Nadine bersama Pak Ricardo yang ia berikan tadi. Ya memang Zorahh yang memotret mereka yang sedang keluar dari area perkantoran secara berbareng
Bab 35 Tidak Mengakui Darah Daging Sendiri Sebelum Arza ingin menemui Nadine besok, ia merasa harus menyiapkan mental terlebih dahulu. Mungkin besok dia akan langsung mengutarakan niatnya ingin menceraikan Nadine. Dan juga sekaligus memberitahu kepada Nadine soal Zorah yang sesungguhnya. Dinginnya udara malam tidak membuat Arza beranjak dari teras. Ia masih memikirkan rencananya yang ingin menceraikan Nadine. Namun pikirannya tidak hanya terpaku pada niatnya yang ingin berpisah. Namun masih ada beberapa pertanyaan yang menghantui. Salah satunya adalah perkataan Zorah yang mencurigai jika kemungkinan Davin dan Divan bukan anak kandungnya. Kecurigaan itu terus saja mengusik pikiran Arza. Ia berpikir, kenapa ia tidak menyadari perbuatan buruk Nadine yang berselingkuh di
Bab 36 Kejutan Pertama Buat Arza Di sebuah restauran mewah, dua orang tengah bercengkrama dengan raut muka sumringah. Seperti biasa mereka memesan masakan mahal nan mewah. "Nggak sabar rasanya ingin lihat ekspresi Nadine nanti." Zorah memicingkan mata. "Hahaa palingan perempuan itu cuma nangis." Arza menyeringai. "Apakah Nadine ada dirumah? Pastikan dulu, mas. Dia ada di rumah atau tidak." "Sebentar, sayang. Mas akan menghubungi Nadine terlebih dahulu." Arza berkata seraya mengangkat ponsel miliknya. Zorah mengangguk. "Haloo... Nadine Apakah kamu ada di rumah?" "Ya saya di rumah." Jawab Nadine cepat dari seberang telepon. "Hari ini aku
Bab 37 Malu "Apa semua ini sudah menjadi keputusan bulatmu?" Tanya Ayahnya Nadine. Memang Nadine sengaja menyambangi orang tuanya untuk memberitahu masalah perceraiannya dengan Arza. Nggak etis juga kan apabila berjarak tidak memberitahu kepada kedua orang tua. "Apakah kamu sudah menimbang matang-matang baik buruknya nak?" Ibunya juga ikut menimpali. "Insyaallah Nadine tidak akan menyesal. Karena jalan ini adalah yang terbaik. Nadine tidak sanggup Bu apabila terus berhadapan dengan Arza yang sudah terang-terangan menghianati Nadine." Dengan segala bukti yang disodorkan oleh Nadine kedua orangtuanya tidak bisa menyalahkan keputusan yang telah Nadine ambil. Nadine memperlihatkan bukti tersebut bukan dengan maksud apa-apa melainkan untuk member