Share

Bertemu Seseorang yang Mirip Tika

"Dek, aku nyari Tika toh nggak ngerugiin kamu. Kamu di rumah aja, semua sudah kuberikan dengan selayaknya. Cinta, kasih sayang, harta, semua sudah kuberikan untukmu. Sampai aku harus kehilangan istriku, Dek." Akhirnya keluar juga kata-kata yang mungkin membuatnya sakit hati. "Maaf, Dek. Aku tak bermaksud menyakitimu. Tapi, aku benar-benar harus mencarinya. Aku takut terjadi apa-apa padanya," sahutku.

Cynthia diam. Tak lama ia terisak dan menangis. Aku sering tak tega jika melihat wanita menangis. Apalagi ia sekarang istriku dan sudah memberikan keturunan untukku. 

Kusandarkan kepalanya dalam dadaku, membiarkan ia menangis di sana. Ia harus paham, kalau aku harus mencari Tika karena ia ibu dari kedua anakku, anak-anak mencintainya dan berharap aku bisa menemukannya.

Tika itu memang masih berharga untukku. Singgasananya di hatiku masih di tempat yang sama, walaupun kini kami sudah bercerai.

Selesai menangis, akhirnya ia mengangkat wajahnya yang sembab. Kuhapus air mata yang masih bersisa di sana.

"Maafkan aku, Dek. Tapi--" Ia memasang telunjuknya di bibirku.

"Baiklah, Mas. Aku mengerti. Tika memang punya arti tersendiri buatmu, ia juga yang sudah membawaku menjadi istrimu. Jasanya sangat banyak bagiku. Maafkan aku, aku hanya cemburu saja. Perasaan cemburu itulah yang membakar hati ini sehingga dibutakan olehnya. Pergilah, Mas. Aku setuju kamu mencari Tika," sahutnya.

Alhamdulillah, akhirnya ia mengerti. Semoga Allah selalu memberikan hidayahnya pada keluarga kami.

"Alhamdulillah, terima kasih ya, Dek." Kuambil tangannya, lalu kukecup dahi istriku. Semoga dengan ini, ia bisa lebih baik lagi dan tidak selalu cemburu dengan Tika.

***

"Anak-anak, kalian sama Mama Cynthia dulu ya! Ayah mau cari Bunda ke rumah Kakek dan Nenek hari ini," sahutku pada anak-anak.

"Kenapa kita nggak ikut aja? Aku kangen sama Kakek dan Nenek, Yah!" sahut Faiz.

"Aku juga kangen, Yah," timpal Kia.

"Memangnya kalian di jalan nanti nggak bakalan ngerepotin Ayah? Nanti kalau mau bobo atau nangis di mobil gimana?" Aku khawatir saja mereka menghambat pencarianku. Kalau pun tak ada di kampung, aku bisa langsung mencarinya lagi. Kalau mereka ikut, tak mungkin bisa langsung mencari Tika nantinya.

"Mmm ... iya sih, Yah. Ya udah, Faiz sama Kia di rumah aja deh," pungkas Faiz. Akhirnya ia paham juga.

"Yah, masa nggak jadi?" Kia mengerucutkan bibirnya.

"Nanti lagi ya, Sayang. Sekarang Ayah sendiri saja ke sana. Biar nyari Bundanya lebih konsen nantinya. Maaf ya!" Kupeluk kedua anakku. Kuminta juga pada mereka agar selalu mendoakan Bundanya.

Kemudian Cynthia datang dengan menggendong Andini.

"Mas pergi saja dengan lapang. Aku kan menjaga anak-anak dengan baik. Lagipula ada Bibi yang bisa kumintai tolong," sahut Cynthia penuh pengertian.

"Baiklah, terima kasih, ya!" Kukecup kening istriku dan bayi kami.

Aku pergi dengan segudang harapan agar aku bisa menemukan Tika.

"Hati-hati, Yah!" teriak anak-anak sembari melambaikan tangannya padaku.

Aku tersenyum dan mengecup mereka dari jauh. 

"Bismillah ... semoga aku bisa menemukanmu." 

Mobilku melesat membelah jalanan ibukota menuju tol terdekat.

Saat belum masuk tol, ada seseorang yang mirip dengan Tika dari perawakan dan bajunya. Aku melihat ia berjalan terus. 

Segera kutepikan mobil, untuk menyapa orang yang kuanggap Tika itu.

"Tika! Itu kamu kan?" Kupanggil ia karena terus saja berjalan, agar ia menghentikan langkahnya.

Bersambung

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status