“Obat ini bukan penyubur rahim … .” Dayana mendelik mendengar ucapan wanita berjas putih di depannya. “Melainkan obat tidur dengan dosis tinggi. Kalau boleh tahu sudah berapa lama ibu mengkonsumsinya?”
“Saya kurang ingat pastinya dok, cuman belakangan ini memang suami saya menyarankan untuk meminum dua kapsul setiap malam.”
“Ibu saya sarankan untuk general check up ke rumah sakit bu, karena saya kahawtir penggunaan obat ini dalam dosis yang tinggi akan menimbulkan dampak yang berbahaya.” Dayana pun mengangguk tak lama setelahnya dokter tersebut menuliskan sebuah catatan kecil yang diberikan kepada perawat di sampingnya.
“Mulai malam ini, obat tersebut jangan diminum lagi ya bu. Pola hidup yang sehat bu, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.” Dayana lagi-lagi hanya merespon dengan anggukan kepala. Ia masih tak percaya dengan apa yang Aidan lakukan padanya.
Setelah selesai, Dayana pun diminta untuk menunggu di ruang resepsionis. Ia menunggu salinan surat rujuk untuk pengantar ke rumah sakit.
Dayana memainkan ponselnya, ia mengirimkan pesan singkat pada sang Suami guna menanyakan keberadaan pria itu. Namun pesan tersebut hanya dibaca oleh Aidan, Dayana pun semakin yakin jika selama ini Aidan menyembunyikan rahasia besar padanya.
Setelah mendapatkan surat rujukan, Dayana kembali mengendarai motornya entah ke mana. Saat dipersimpangan jalan, tanpa sengaja netra Dayana melihat mobil yang familiar baginya. Mobil dengan warna mencolok dan nomor polisi yang khas. Ya itu mobil Aidan, mobil yang ia beli tepat sebulan setelah mereka menikah.
Namun, ada hal lain yang mengundang penasaran Dayana, ada seorang wanita yang duduk di samping kursi kemudi. Wanita yang samar-samar ia lihat, dari kejauhan Dayana mengamati gerak-gerik mereka. “Sepertinya mereka tampak akrab, apa saudara mas Aidan? Atau siapa ya? Kok kayaknya aku gak asing ya?” monolog Dayan entah pada siapa.
Manik mata Dayan membulat sempurna kala sepasang manusia berbeda jenis kelamin itu saling mendekatkan bibirnya, mencumbu mesra dengan hiruk pikuk jalanan. Dayana bersusah payah menelan salivanya, ia mengayunkan tangannya menyentuh bibir tipis yang selama ini tak pernah tersentuh suaminya.
Dayana memalingkan wajahnya kala wanita yang berada di samping Aidan secara mendadak menunduk dan ekspresi wajah Aidan tampak begitu keenakan. Hingga bunyi klakson dari pengendara lain pun menyadarkan Dayana pada kenyataan hidup jika memang suaminya tengah berselingkuh darinya.
Dayana terus melajukan motornya entah ke mana, ia hanya mengikuti instingnya untuk terus berjalan. Langit sore itu tampak kelabu, seakan mengerti suasana hati Dayana yang tengah hancur. Semakin Dayana berkendara semakin terasa nyeri di dadanya.
Hingga rintik hujan turun membasahi ibukota, Dayana tak sedikitpun berniat menepikan motornya. Ia justru terus berkendara di tengah hujan sore itu, bulir bening tak mampu ia tahan. Bersamaan dengan rintik hujan yang membasahi jalanan, air matanya turut membasahi wajah Dayana.
Pikirannya kalut, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan suaminya. Selama ini Dayana selalu menerima setiap perlakuan Aidan. Pria itu terkadang begitu baik padanya namun tak jarang tangannya turut berbicara kala perdebatan terjadi.
Pandangan mata Dayana mulai berkabut, kaca helmnya dipenuhi tetesan air hujan sedang air matanya tak jua mereda. Dengan keterbatasan pandangan Dayana tanpa sengaja menabrak sebuah mobil yang berada di depannya.
Karena tak bisa mengimbangi berat motornya, Dayana pun terjatuh dalam keadaan tertimpa motornya sendiri. Berbeda dengan manusia pada umumnya, Dayana hanya diam kala tubuh mungilnya tertimpa beban motor kesayangannya sendiri. Penglihatan wanita itu mulai mengabur belum lagi rintik hujan yang membasahi tubuhnya.
Dayana setengah sadar, ia pun menatap langit seraya berkata jika ia sudah memasrahkan hidupnya jika memang harus kembali dan berkumpul dengan ayah dan ibunya di sana. Saat pandangannya mulai menghitam, samar-samar Dayana melihat sebuah kaki jenjang dengan sepatu yang mengkilap berdiri tepat di depan tubuhnya, Dayana hendak mendongak tetapi kesadarannya semakin lama semakin hilang. Pandangannya pun menghitam dan Dayana tak sadarkan diri.
“Bapak gimana sih‼ Kalau bawa mobil itu hati-hati.”
“Iya bapak ini gimana sih, jangan mentang-mentang kaya terus bisa seenaknya sendiri di jalanan ya!” Beberapa warga yang melihat kejadian pun menyalahkan sang Pemilik mobil. Ia mengabaikan tubuh Dayana yang tergeletak tak berdaya di kerasnya aspal.
“Daripada bapak dan ibu menghakimi saya, lebih baik bantu dia masuk ke mobil saya. Dia jauh lebih butuh pertolongan.”
Mendengar ucapan pria itu, mereka pun berbondong-bondong membantunya. Ada yang mengangkat motor, ada pula yang membantu menyelamatkan barang bawaan Dayana. Pria itu menggendong tubuh Dayana membawanya ke dalam mobil dan meletakkannya ke tempat teraman dan nyaman.
Setelah memastikan Dayana berada di posisi teraman, pria itu segera melajukan mobilnya memecah keramaian ibukota, membawanya ke rumah sakit terdekat. Saat di tengah perjalanan, pria itu menangkap luka lebam yang terlihat samar-samar di wajah Dayana. Saat di lampu merah, ia membuka masker yang menutupi sebagian hidung dan bibirnya. Pria itu mengamatinya lekat-lekat dan memastikan jika luka tersebut berasal dari cengkraman tangan yang begitu kuat. Ia pun melihat kantung mata yang sembab dan luka lebam di lengan kanan yang tak terbuka karena Cardigannya tertarik ke atas.
Lima belas menit berlalu, mobil pria itu berhenti di lobby rumah sakit, ia pun menghubungi perawat jaga untuk meminta bantuan. Tak lama beberapa perawat datang dengan mendorong brankar rumah sakit. Dengan perlahan, pria itu memindahkan tubuh Dayana ke atas brankar.
Ia turut mendorong brankar rumah sakit. “Maaf pak, pengantar dilarang masuk.”
“Oke,” sahutnya datar. Pria itu duduk di kursi tunggu seraya memikirkan siapa wanita yang merepotkannya di sore pentingnya kali ini.
Saat sedang menunggu tiba-tiba terdengar dering ponsel dari dalam tas Dayana. Pria yang membawanya pun mengerutkan kening, ia bingung harus membuka isi tas wanita itu atau membiarkannya saja.
“Ah bagaimana kalau itu keluarganya? Siapa tahu aku bisa segera pergi dari sini setelah memberikan kabar pada keluarganya.” Setelah melalui pergulatan batin pria itu memutuskan untuk membuka tas Dayana dan meraih benda pipih yang terus berdering.
Pria berjas itu segera menggeser tombol hijau di layar berukuran 7in dan menempelkannya ke sebelah telinganya. Belum sempat ia mengucapkan sepatah kata, ia sudah disambut dengan serentetan kata dari sang Penelpon.
[“Dasar wanita gak tahu diuntung ya? Sudah bagus aku mau menikahimu sekarang kamu ngelunjak dengan keluyuran gak jelas! Rumah ditinggal begitu saja, kamu pikir kamu siapa? Cepat pulang dan siapkan aku makan malam!”] Belum sempat pria itu mengatakan maksudnya, sang Penelpon sudah lebih dahulu memutuskan sambungan telepon.
“Siapa dia?”
Hi, guys! Hope you like it!!
Pria itu membaca huruf yang tertera di kontak ponsel Dayana. “Suamiku? Tetapi dari nada dan bahasa yang ia gunakan sepertinya ada yang tidak beres.” Saat ia sibuk dengan pikirannya, seorang perawat membuka pintu ugd “Dengan keluarga pasien?” pekik seorang perawat di ambang pintu ugd. Pria itu bangkit dari duduknya. “Bagaimana keadaannya sus?” “Pasien hanya mengalami kelelahan dan cidera pada bagian tangan serta bahu sebelah kanan. Apa bisa kita ambil tindakan?” Kening pria tegap itu berkerut. “Tindakan?” “Kita perlu mengambil rontgen juga general check up untuk pemeriksaan lebih detail, karena pada saat kami mengganti pakaian pasien tanpa sengaja kami melihat luka memar di beberapa bagian tubuh juga rahangnya. Mungkin sebelumnya pasien pernah terjatuh.” “Lakukan saja dok, saya akan mengurus administrasinya.” Setelah mendengar pernyataan pria itu, perawat pun mengarahkan untuk segera menuju ke bagian administrasi dan menyelesaikan semuanya. Dengan penuh tanda tanya, pria itu berj
“Kapan aku bisa pulang?” tanya Dayana mengalihkan pertanyaan Sagara. “Mungkin menunggu hasil pemeriksaan terakhir, memangnya ada apa?” sahut Sagara, ia mengerti jika wanita di depannya enggan membahas tentang sosok sang Suami. Dayana mengangguk, wanita itu kembalu diam dan menatap kosong ke arah langit-langit kamar rawat. “Ada masalah?” Dayana menoleh sejenak, lantas kembali memandang plafon rumah sakit. “Jika iya pun sepertinya aku tak pantas berbagi denganmu.” Sagara mengangguk ia mengerti, jika Dayana masih canggung terhadapnya. “Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, katakan saja. Ini kartu namaku, aku seorang lawyer jika hal buruk menimpamu, kamu bisa segera menghubungiku.” Dayana kembali melempar netranya menatap pria berkemeja di sampingnya. “Sagara Andaru Biantara,” lirih Dayana membaca kartu nama yang digenggamnya. Setelah memberikan kartu namanya, pria itu memilih duduk di sofa dan menikmati secangkir kopi hangat yang ia pesan dari aplikasi online. Dayana larut dalam
“Oh kamu sudah dengar semuanya? Bagus deh! Mulai sekarang aku gak perlu lagi berpura-pura di depanmu!” sahut Aidan masih mendekap tubuh Shana di dalam gendongannya. Mereka masih dalam keadaan menyatu satu sama lain. “Oh iya mau di sini? Mau ngapain? Mau lihat permainan panas kami? Silakan saja!” Aidan berjalan menuju ranjang ia meletakkan Shana dengan begitu lembut seakan wanita itu akan hancur jika terjatuh di atas kasur. “Kamu keterlaluan mas!” Dayana berjalan keluar kamar ia tak ingin melihat kegiatan ranjang suaminya yang dengan santainya bermain di atas ranjang mereka bahkan di bawah figura pernikahan mereka. Dayana berjalan tertatih, ia terduduk di lantai depan pintu kamarnya. Nyeri di tangan dan sekujur tubuhnya seakan tak sebanding dengan nyeri di hati wanita berambut sepunggung itu. Ia terus meremas ujung pakaiannya dengan tubuh bergetar, dadanya naik turun menahan amarah yang membuncah. Dari posisinya saat ini, Dayana dapat mendengar jelas desahan nikmat yang Aidan dan Sh
“Iya Day, kamu gak papa ‘kan?” tanya wanita itu dengan senyum ramah. “Aku gak papa, Lin. Terima kasih ya, atas bantuan kamu,” ucap Dayana setelah ia berhasil bangkit dari posisinya. “Kamu kenapa di pinggir jalan begini, terus ini kenapa kamu bawa koper? Tangan kamu kenapa?” Dayana menghela napas panjang, sesekali ia melirik ke arah Aidan berlari. “Penjelasannya panjang Lin, intinya sekarang ini aku sedang dikejar-kejar orang gila.” Linda mengerutkan keningnya, ia pun menatap Dayana bingung. “Ya sudah nanti kamu jelaskan di mobilku saja ya?” Dayana mengangguk cepat, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kabur dari Aidan dan menuntut pria itu atas segala tindakan yang pria itu lakukan. Di dalam mobil, Dayana hanya diam saja sedangkan Linda wanita itu sedang membelikan air mineral untuk Dayana. “Ini Day, kamu minum dulu supaya lebih tenang.” Dayana pun mengangguk dan menegguk habis air itu. “Terima kasih, Lin.” “With my pleasure, Day. So, whats happen?” Dayana pun menceritaka
“Shana? Jadi kamu ceweknya?” ujar Sagara terkejut. “Sagara … em aku bisa jelasin semuanya. Ini hanya salah paham saja. Sebentar gini –“ “Stop, gue gak butuh penjelasan apapun tentang ini semua. Apa yang gue lihat sudah cukup menjelaskan semuanya. Terima kasih!” Sagara pun berjalan cepat menjauhi ruang tamu rumah Aidan, pria itu bahkan merubah sapaannya menjadi lo-gue. Hatinya tak hanya terkoyak dengan ucapan Aidan tetapi hatinya pun hancur melihat sosok wanita yang akan menjadi tunangannya ternyata berselingkuh. “Sagara dengarkan aku‼ Sagara aku mohon‼” pinta Shana seraya berlari mengejar Sagara. “Aku mohon!” ujarnya setelah berhasil meraih pergelangan tangan Sagara. Sagara memalingkan wajahnya ia enggan menatap wanita yang sudah menghancurkan kepercayaannya. “Dengarkan aku, aku tidak berselingkuh –“ ucapan wanita itu terpotong kala Sagara menatapnya tajam. “Iya aku berselingkuh. Maafkan aku, tetapi aku mencintai kamu, Gar. Hanya kamu yang aku inginkan.” “Simpan semua ucapan mani
Di sebrang jalan sana, Aidan baru saja keluar dari florist, sebelah tangan pria itu membawa sebuket bunga mawar putih yang tampak begitu indah. Dari kejauhan Dayana melihat sosok yang duduk di samping kemudi. Beruntung kaca mobilnya terbuka, sehingga ia bisa leluasa mengambil gambar dan menyaksikannya secara langsung. Dari layar ponselnya, Dayana melihat Aidan menyerahkan bunga tersebut pada Shana. Wanita yang tengah memakai dress tanpa lengan dan kerah itu tampak tersenyum bahagia. Ia pun tak sungkan memberikan kecupan hangat yang dibalas dengan senang hati oleh Aidan. Saat Dayana sibuk merekamnya, tiba-tiba layar ponselnya menggelap. Dayana pun mendongak perlahan. Ia melihat tubuh tegap berdiri di depannya. “Sagara?” lirih Dayana saat bertukar pandang dengan Sagara. “Jangan menyakiti hatimu semakin dalam.” Dayana pun segera menyimpan ponselnya. “Apa semua pria sama saja?” tanya Dayana setelah menyimpan ponselnya. Ia bersandar pada kursi halte, bahunya tampak turun. Tanpa banyak
Keadaan Dayana semakin terhimpit, ia tak bisa mengelak lagi. Petugas keamanan menemukan dompet ibu-ibu itu. Dayana mendesah kasar, wajahnya dipenuhi kebingungan. Bisik-bisik pun mulai terdengar menghiasi sekeliling Dayana, ada yang menyerangnya ada pula yang merasa iba pada Dayana. “Cantik-cantik kok pencuri‼” “Justru karena cantik makanya jadi pencuri. Jangan-jangan dia juga pelakor ibu-ibu.” “Ih dipegangin bu suaminya nanti dicuri juga.” Dayana hanya diam mendengarkan bisik-bisik yang tertuju untuknya. “Pak sungguh saya tidak melakukan hal itu, saya juga tidak tahu kenapa –“ “Halah mana ada sih maling yang mau ngaku‼ Kalau maling ngaku semua penjara pasti penuh!” “Iya pak, tangkap saja Pak. Laporkan ke kantor polisi, ini bisa mencoreng nama baik mall ini loh Pak! Masak mall sebesar ini ada copetnya!” “Bu, ikut saya ke kantor. Daripada ibu kena amuk masa.” Dengan pasrah Dayana pun mengikuti langkah kaki petugas keamanan itu. Awalnya Dayana mengira jika dirinya akan dibawa ke
“Tidak ada,” sahut Dayana singkat. “Terima kasih sudah membantuku … lagi.” “Anytime, kapan pun kamu butuh bantuan sebisa mungkin aku akan bantu. Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong menolong, ‘kan?” balas Sagara dengan tenang. “Masuklah.” Pria itu membukakan pintu mobil untuk Dayana. Dayana menangguk, setelah Dayana duduk Sagara berjalan memutari mobil ia membuka pintu mobil dan duduk di bagian kursi kemudi. “Sekarang apa rencanamu? Jadi belanja?” “Sepertinya aku sudah tak berniat lagi.” Sagara pun mengangguk ia lantas menyalakan mesin mobil. Di tengah perjalanan, terbesit niat Dayana yang ingin meminta bantuan pada Sagara untuk mengurus perceraian juga tuntutannya. “Saga?” cicit Dayana tanpa melihat ke arah sang Pemilik nama. “Ya?” tanya pria itu melirik dari ekor matanya. Dayana tampak ragu menceritakan permasalahannya. Ia tak enak hati jika harus melibatkan pria itu dalam setiap masalah yang menimpa hidupnya. “Em … .” “Ada apa katakan saja.” “Apa kamu bisa memban