Share

Diancam mertua

Author: Vyra Fame
last update Last Updated: 2022-07-21 08:48:12

WANITA YANG MEMBELI SUAMIKU

Bab 3

 Ancaman Mertua 

"Dasar istri tidak perhatian. Aldo tidur di rumah Ibu dari semalam." 

"Oh, pantes gak kedengaran suara pintu kamar dibuka. Pasti dia kunci pintu depan dari luar. Dasar suami gak ada akhlak. Pulang ke rumah orang tua gak bilang-bilang," cerocosku dengan santai. Muka ibu mertua sudah memerah bagai tomat karena tingkahku.  

"Kamu udah gila, Citra?" 

"Gila kenapa, Bu? liat aja, aku masih waras. Meskipun punya suami agak gak waras," kekehku dengan senyum sinis.  

Raut Ibu mertua semakin merah padam. Emosinya bagaikan bom yang siap meledak. Dia pasti tidak terima anaknya aku jelek-jelekan. Ibu dan anak memang memiliki karakter yang sama. Sama-sama tidak tahu diri. Merasa paling benar. Tidak mau introspeksi. Seharusnya, sejak dulu aku mau melawan. Agar tidak semakin besar kepala suami dan mertuaku.  

"Cepat mandi. Ibu mau bicara penting sama kamu." 

"Bicara apa, Bu? tumben." 

"Cepat mandi dulu. Jangan banyak tanya." 

"Iya, Bu. Kalau bisa beliin aku makan, Bu. Pasti masih ada nasi uduk. Kelamaan kalau harus masak nasi dulu." 

"Kamu nyuruh ibu?" 

"Ya, iyalah, Bu. Masa nyuruh setan. Katanya Ibu mau bicara penting? Citra gak bakal fokus ngobrol, kalau perut kosong." 

"Dasar menantu kurang ajar." 

"Ya, terserah Ibu. Kalau gak mau beliin, biar Citra beli sendiri. Ngobrol pentingnya kita pending dulu." 

"Ya sudah, biar Ibu belikan. Mana duitnya?" 

"Pake duit Ibu dulu. Mas Aldo 'kan ke rumah Ibu, terus aku gak dikasih uang." 

"Citra, kamu benar-benar bikin emosi Ibu, yah." 

"Terserah Ibu. Kalau gak mau menurutiku, ya sudah aku lebih baik tidur untuk menahan lapar." 

"Ih, dasar perempuan tidak tahu diri. Ya sudah, cepat mandi! Bau badanmu itu! Biar Ibu belikan makan." 

"Ahsiyaaapp!"

Kaki ibu dihentakkan karena kesal. Sengaja aku mengerjainya. Dia pasti mau membahas soal poligami suamiku. Aku harus memanfaatkan keadaan untuk memberi mereka pelajaran. Mulai sekarang, aku tidak akan diam saja diperlakukan semena-mena.  

Semua manusia punya hak untuk merasakan 

kedamaian hidup. Merdeka menjalani kehidupannya tanpa harus patuh seperti budak pada orang lain. 

Meskipun itu pada suami sendiri perempuan juga mempunyai kebebasan untuk merasakan kebahagian. Menikah untuk dihargai dan dicintai. Bukan untuk diperbudak suami yang tidak tahu diri. Satu istri saja tidak bisa dibahagiakan, malah bergaya ingin mempunyai dua istri.  

"Citra ... sudah belum mandinya. Sarapannya sudah Ibu beli. Cepat keluar dari kamar mandi." 

"Sebentar, Bu. Lagi sabunan!" teriakku berbohong dari dalam kamar mandi. 

Tuhan, maafkan hambamu ini. Aku sengaja melakukan ini untuk mengulur waktu. Aku baru masuk ke kamar mandi setelah ibu mertua terlihat kembali sesudah membeli sarapan.  

"Cepat! Dasar lelet! Kasihan sekali anakku punya istri tidak becus kaya kamu," gerutu ibu mertua dibalik pintu. Aku tidak peduli. Sudah kebal dengan mulut tajam mertuaku.  

"Sabar, Bu. Cepet tua kalau marah-marah terus!" teriakku lagi dari kamar mandi. Lalu menyalakan keran agar ocehan ibu mertua tidak terdengar lagi.  

Sekitar lima belas menit aku mandi. Suara ibu mertua tidak terdengar lagi. Mungkin, sudah lelah mengomel. Aku mengintip dari pintu kamar mandi tidak ada ibu mertua. Bergegas aku keluar, lalu mengunci pintu kamar untuk berganti pakaian. Setelahnya, aku langsung ke dapur untuk mencari makanan.  

"Udah, mandi sama makannya?" tanya ibu mertua tiba-tiba muncul begitu saja. Entah dari mana datangnya. Tahu saja kalau aku sudah selesai makan.  

"Langsung saja, Ibu mau bicara." 

"Iya, Bu. Bicara apa? kaya penting banget." 

"Tentu ini penting sekali. Ibu harap kamu menyetujui ide Aldo. Ikuti saja kemauannya. Toh, kamu masih bisa jadi istrinya. Walaupun Ibu lebih setuju kalian bercerai." 

"Sama, Bu. Aku juga mau bercerai saja. Siapa juga yang mau dipoligami. Tanya sama Raya anak perempuan ibu. Pasti ogah dipoligami." 

"Tidak usah bawa anak saya. Silahkan kalau kamu mau bercerai. Tapi, jangan minta uang sepeser pun pada calon menantu baruku." 

"Hahaha, tentu tidak bisa begitu, Bu. Enak saja kalian doang yang untung." 

"Jadi, kamu tetap mau menjual suamimu?"  

"Ibu juga sudah menjual anak Ibu 'kan? jadi, apa bedanya kita ini. Yang penting sama-sama untung." 

"Dasar menantu gila. Lihat saja, aku akan suruh Aldo menceraikanmu, dan kamu tidak akan mendapatkan seperak pun harta anakku dan calon istrinya." 

Ibu berdiri dengan raut tak suka. Dia memilih pergi dibandingkan melanjutkan perdebatan di antara kami. Aku pikir, mulutnya akan mengoceh terus bagaikan burung beo. Nyatanya, baru dilawan begitu saja sudah menyerah. 

Ini belum seberapa, ibu mertua. Perlahan aku akan membuatmu dan anakmu sadar. Tenang saja, hanya menunggu waktu, aku akan bercerai dengan anakmu. Siapa yang mau terus hidup bersama dengan pria yang tak punya tanggung jawab seperti Mas Aldo? Semua perempuan pasti muak dengan sikapnya yang merasa berkuasa sebagai kepala keluarga sampai mengabaikan perasaan istrinya.  

"Ya Tuhan, semoga pikiranku tetap waras menghadapi keluarga aneh ini," ujarku bicara sendiri sambil mengelus dada. 

Tak mau membuang waktu dengan hal yang tidak penting, aku memilih ke kamar untuk mengambil ponsel. Lalu, duduk di ruang depan sambil membuka pintu. Supaya udara pagi hari masuk ke rongga paru-paruku. Kemudian, membuka aplikasi word untuk menulis.  

Menulis adalah cara paling jitu untuk mencurahkan segala keluh kesah yang ada di hati. Melalui tulisan, aku bisa berekspresi dengan bebas. Seringnya, aku menceritakan kisah hidupku melalui para tokoh yang ditulis. Dari situ, aku merasa lega dan puas.  

Bagiku, menulis bukan cuman soal uang. Ada kenyamanan dan ketentraman ketika melakukannya. Hatiku seakan menemukan tempat yang pas untuk mengeluarkan sebagian beban. Menggoreskan pena, mengabadikan kekesalanku. Untuk dikenang dan mengambil hikmah dari setiap kejadian.  

Menjelang siang hari, mataku mendadak berat. Kadang efek terlalu banyak menulis membuatku ngantuk. Berjam-jam menulis, aku luangkan waktu untuk tidur dulu. Tak baik memforsir tenaga. Sebelum ke kamar, aku tutup dulu pintu. Masuk ke kamar. Merebahkan tubuh. Selain menulis, tidur juga bisa membuatku sedikit melupakan kecewa yang sedang menyerang hati.  

***** 

"Citra, bangun ... Mas mau bicara!" 

Mas Aldo tiba-tiba membangunkanku. Dalam posisi baru bangun tidur dia langsung menyeretku ke ruang tengah. Aku yang masih setengah sadar, tak bisa melawan. Pasrah diperlakukan seenaknya oleh suamiku.  

"Duduk, Citra. Kamu sudah keterlaluan. Aku harus menegurmu dengan tegas!" ujar Mas Aldo menatap tajam ke arahku. 

"Apa sih, maksud kamu, Mas? Aku mau cuci muka dulu." 

"Duduk, aku tidak akan membiarkanmu menghindar," cegah Mas Aldo menarikku untuk duduk dengan kasar.  

Aku duduk berhadapan dengan suamiku, Kinanti, dan ibu mertua. Mereka semua menatapku dengan sorot kebencian kecuali, Kinanti. Perempuan itu hanya tersenyum puas memandangiku. Meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri, dan melipat tangan di dada bergaya bagaikan ratu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 129

    "Ah! Apa itu mas Alex??" gumamnya yang langsung bangkit dari duduknya, "Gawat! Aku harus cepat sembunyi!"Seketika saja wanita itu mengerjap, debaran jantungnya tak karuan mendengar derap langkah yang mendekati rumah tersebut. Kinanti merapatkan kedua tangannya lalu memegangi dadanya yang semakin terasa tak karuan.Bagaimana tidak? Hari-hari yang dijalani mereka awalnya sangat bahagia, Kinanti sangat bersyukur karena mendapatkan suami yang sangat pengertian dan selalu memanjakannya, fisik maupun batin.Akan tetapi, setelah menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alex semua mulanya berjalan dengan baik dan bahkan bahagia, Kinanti selalu mendapat perlakuan manis dari Alex yang sangat menyayanginya, begitupun sebaliknya. Akan tetapi hal itu rupanya tidak berjalan lama karena ternyata Kinanti salah menilai Alex sebagai suami barunya, kehidupan rumah tangganyapun tak berjalan seperti apa yang diharapkan olehnya selama ini.Tak dapat terbayangkan pula jika nasib Kinanti akan hancur seperti

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 128

    Nugroho pun mengerjapkan kedua bola matanya dengan cepat. Dia mencoba mencerna kata-kata yang diucapkan oleh lawan bicaranya di depan matanya tersebut.Tanpa disadarinya pandangannya pun menyapu dari ujung kepala hingga ke ujung kaki Abey. "Menantu? Hmm ... boleh juga rupanya," batin Nugroho.Namun, sekejap kemudian Nugroho kembali tersadar bahwa apa yang dilakukannya itu terlalu gegabah. "Astaga, baru juga ketemu. Mikir apa sih aku ini?" batinnya membantah penilaiannya barusan, karena bagaimanapun juga dia ingin yang terbaik untuk Citra tapi tidak ingin memaksakan kehendaknya.Merespon sapaan dari Abey tersebut Nugroho pun jadi tertawa terbahak-bahak dan bersedekap. "Boleh juga keberanianmu, ya!" ucap pengusaha sukses tersebut sambil menepuk-nepuk bahu pemuda yang ada di hadapannya.Wajah Abey yang sudah mereda pun jadi memerah lagi. Sejenak dia juga merututi dirinya sendiri mengapa bisa sampai seberani itu.Namun, kemudian yang ia dengar adalah sahutan dari sang Ibu dan juga sahabat

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 127

    Bahkan Abey tidak seolah terbungkam dan tak mampu berkata-kata lagi saat menanggapi tekanan dari perempuan yang diharapkannya menjadi calon mertua tersebut. Ingin rasanya dia berteriak menyuarakan batinnya, "Tante, kita bukan udah kenal lagi, tapi saling suka! Iya benar, Citra juga bilang suka aku!"Namun, alih-alih bisa bersuara, Abey pun mengatupkan rahangnya kuat-kuat, tatkala melihat sosok yang dari tadi bersemayam di kepalanya itu muncul tertangkap ekor matanya.Sedetik kemudian, terdengar juga suara Citra yang berseru, "Mama!""Eh? Sebentar ya, Sar," ucap Arumi pada temannya untuk menanggapi panggilan sang anak terlebih dahulu, "Apa, Sayang?"Kali ini giliran Citra yang syok sampai rahangnya menganga terbuka. Kedua bola matanya saling tatap dengan seorang pria tampan yang berdiri terpaku di tengah taman rumahnya.Citra mengibaskan kepalanya, berusaha menghalau gambaran di depan mata kepalanya yang dikiranya sebagai halusinasi itu."Lho, kok malah bengong? Kenapa lagi sih, Sayang

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 126

    Abey masih tak bergeming sama sekali. Pikirannya sungguh sangat tak menentu saat ini. Tidak, tetapi rasanya otaknya sudah eror!Bagaimana bisa alamat yang dikirimkan oleh mamanya itu adalah alamat yang sama dengan rumah Citra, wanita yang sangat ia cintai?!Bahkan titik di mana mamanya berada benar-benar tepat di titik di mana rumah Citra itu.Saat ini Abey masih berada di depan rumah Citra. Sedari tadi, saat wanitanya itu turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah, Abey masih tak bergerak atau menjalankan mobilnya sama sekali.Selagi menunggu balasan dari mamanya agar mengirim lokasi di mana rumah teman mamanya berada, Abey tak beranjak dari tempatnya sedikitpun.Tetapi apa daya jika yang ia dapatkan sangat mengejutkan seperti ini?!"Ini ... tak mungkin 'kan teman mama itu ...," ucap Abey yang menggantung, kembali menoleh dan megamati rumah mewah milik keluarga Citra dengan seksama."Atau jangan-jangan teman Mama itu adalah ibunya Citra?" gumamnya lirih menyambung ucapannya yang mengg

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 125

    Seketika Citra membeku di tempat hanya karena mendengar pertanyaan dari Abey perihal isi hatinya. Perasaan kikuk kembali menghantui. Sejenak wanita itu menimbang, mau tetap menyembunyikan perasaan dan membuat Abey menunggu atau terus terang saat ini juga.Namun, bersamaan dengan itu Citra sadari rupanya dia sudah berada di dekat area rumah, tanda jika dirinya harus kembali menerangkan arah jalan."Itu, setelah patung di depan itu kamu belok kanan," ucap Citra menerangkan. Dia tak mau membuat dirinya dan Abey berakhir kebablasan sehingga harus mencari rute untuk berputar. Jalanan masih cukup ramai, akan sedikit sulit mengambil jalan putar. Apalagi perlu beberapa meter lagi baru mereka akan menemukan tempat untuk berbelok."Ah, jadi daerah sini? Kalau daerah sini aku pernah datang. Aku ingat dulu pernah diajak temanku ke sini. Kebetulan rumah temanku ada di perumahan itu, yang itu." Dengan cepat Abey menunjuk sebuah komplek perumahan tak jauh dari lokasi mereka. Komplek itu cukup besar

  • Kujual Suamiku Seharga 1 Miliar   bab 124

    Sepanjang perjalanan Citra hanya bisa menyalahkan dirinya dan pikirannya yang tumpul. Terlalu penakut hanya karena kegagalan cinta di masa lalu.Sadar akan dirinya yang masih ditunggui oleh Abey, Citra pun berusaha keras mengusir segala rutukan yang hanya memenuhi isi kepala itu."Sudahlah," desis Citra pelan sembari mulai menata meja kerjanya. Beberapa saat kemudian wanita itu kembali berjalan keluar dari ruangan untuk kemudian menghampiri Abey yang sejak tadi masih berada di parkiran.Sementara itu, di tempatnya Abey menunggu dengan resah. Hawa panas dan dingin seolah menyerang jiwanya secara bersamaan."Sial. Kenapa aku harus bertindak gegabah, sih? Kenapa aku harus terburu-buru seperti ini? Citra pasti kecewa sekali. Mana mungkin dia mau menerimaku kalau begini caranya! Mengungkapkan perasaan di lahan parkir? Sungguh? Oh my God! Good job, Abey. Kamu telah menghancurkan semua," sinis Abey pada dirinya sendiri. Pria itu seperti kehilangan harapan sekarang."Ah, tidak apa-apa lah. To

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status