"Iya Kinan, Ibu sama Aldo bisa naik taksi kok. Tapi … anu ….""Kenapa, Bu?""Ibu dan Aldo gak punya uang buat naij taksi. Emmm maaf kalau merepotkanmu, Nak, bisa gak kalau kita pinjam dulu uang buat naik taksi? Kamu kan tau kalau uang gaji Aldo itu dikuasai sama Citra sialan itu." Mimik wajah Bu Miranti dibuat sesedih mungkin agar Kinanti mempercayainya. "Oh, iya Ibu tenang saja. Ini Kinanti ada kok. Maaf ya hanya bisa kasih segini soalnya belum narik lagi uang di ATM." Kinanti menyerahkan sepuluh lembar uang berwarna merah pada Bu Miranti. Mendadak wajah tua yang tampak kuyu karena beberapa hari berada di dalam penjara itu seketika berbinar. "Ya ampun terimakasih ya, Kinanti. Kamu memang calon menantu yang terbaik buat Ibu. Memanglah si Aldo ini gak pernah salah pilih." Kinanti tersenyum mendengar ucapan Bu Miranti. Ia pun berpamitan sembari mencium takzim tangan calon mertuanya itu. "Yasudah kalau begitu aku pulang dulu ya., "Ya sudah hati-hati ya, Sayang. Ibu doakan semoga uru
"Nama kamu Citra kan? Ya jelas nyuruh kamu lah." "Aku? Ogah! Suruhlah sana calon menantumu yang katanya baik dan terhormat itu. Aku bukan babu kalian!"Citra pergi berlalu meninggalkan Bu Miranti dan juga Aldo. Citra memasuki kamarnya dan tidak lupa mengunci pintu kamar agar tidak diganggu oleh kedua orang yang sangat menyebalkan menurut Citra. Brak! CeklekCeklek"Lihat tuh, Do! Kelakuan istri kamu itu gak ada sopan-soapannya sama orang tua! Kerjanya memvangkang saja! Sudahlah lebih baik kamu ceraikan saja dia. Dasar istri gak berguna bisanya cuma nyusahin saja." "Ck, sudahlah, Bu, biarkan saja dulu. Ibu lapar kan? Yuk kita beli maka pakai uang yang dikasih Kinanti tadi. Masih ada kan?""Ya masih lah. Gila aja kalau sudah habis masa iya cuma buat bayar ongkos taksi aja langsung habis.""Ya kali kan biasanya juga begitu. dikasih uang langsung deh habis.""Jadi kamu mulai hitung-hitungan sama Ibu, Do?""Ya, ya enggak begitu maksud Aldo, Bu. Aldo cuma …." "Halah, dahlah, nih sana k
"Istri kamu belum keluar juga dari kamar? Kenapa gak minta dia aja sih yang bersihkan. Benar-benar istri tak berguna.""Kelamaan nunggu dia. Udahlah sana istirahat soalnya aku juga mau istirahat. Badanku capek semua."Bu Miranti dan Raya pun akhirnya mengangguk dan mereka beranjak ke dalam kamar yang berada tak jauh dari meja makan tersebut karena memang jarak kamar utama dengan kamar kosong itu memang cukup jauh. Jika kamar utama ada di sebelah ruang tamu maka kamar yang akn digunakan Bu Miranti dan Raya ada di sebelah ruang makan yang gabung dengan dapur. Setelah memastikan Ibu dan Adiknya masuk ke dalam kamar, Aldo juga bergegas untuk masuk ke kamarnya. Entahlah, rasanya malam ini dia tengah berhasrat dan minta untuk dituntaskan sekarang juga. Aldo pun menyusul Citra ke kamarnya, ia menggedor-gedor pintu kamarnya dengan Citra, tetapi tak kunjung dibukakan oleh Citra. DokDokDok"Cit, buka pintunya!"Agak lama Aldo menunggu tetapi Citra tak kunjung keluar juga. TokTokTokAldo
'Bodo amat dah, teriak-teriak aja sana sesuka hati lu,' gumam Citra lalu ia melanjutkan tidurnya. Ia menarik selimut yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya. "Dasar mantu gendeng. Dibangunin dari tadi nggak bangun-bangun!"Bu Miranti menggerutu karena membangunkan Citra yang tak kunjung bangun. "Ada apa sih, Bu, berisik banget aku kan kebersisikan nih. Mana sebentar lagi harus berangkat kerja lagi.""Itu lho istri kamu jam segini kok ya gak bangun-bangyn.""Jangankan Ibu, lha aku aja tadi malam dikunciin dari luar mana gak bisa masuk kamar.""Memanglah istri kamu itu perempuan sialan!""Dah ah biarin aja. Aku mau tidur lagi jangan berisik!""Tapi sarapannya gimana?""Halah nanti Ibu beli aja di depan sana. Kalau aku gampang nanti sarapan di kantor aja.""Yaudahlah terserah kamu aja." Akhirnya Bu Miranti kembali masuk ke kamarnya dan kembali tidur.Tanpa Citra sadari, ternyata matahari sudah menunjukkan dirinya untuk semua orang. Ia bergegas bangun dan melihat jam. Ternyata sudah puku
Bu Miranti masih senantiasa duduk di kursi seberangan dengan Citra. Ia berkali-kali mengelap mulutnya. "Uhuk uhuk uhuk." Citra tersedak saat ia memakan gorengan bakwan. Citra bergegas mengambil minum dan meninggalkan nasi uduk yang masih mengepul di atas meja. "Kualat kan kamu sama orang tua!" Bu Miranti mengambil nasi saat Citra sedang mengambil air minum. Saat masuk suapan pertama, Bu Miranti kepedasan dengan nasi uduknya. Bu Miranti kalang kabut saat mulutnya terasa terbakar akibat nasi uduk yang ia makan. Memang Bu Miranti tidak bisa makan pedas. Sedangkan Citra sangat suka sekali sama rasa pedas. Bahkan, bisa sampai level ke lima belas tingkat rasa pedasnya. "Hah hah hah! Air mana air!" Bu Miranti berjalan ingin mengambil air untuk berkumur, tetapi ia menabrak apa pun yang ada di depannya karena sangking panasnya mulut Bu Miranti. "Citra! Gayungnya mana ini? Airnya juga abis lagi. Hah hah hah," teriak Bu Miranti menjulurkan lidahnya sudah mirip seperti anjing. "Nih, aku amb
"Lah, kan memang Citra suka pedas kok! Nggak ada tuh sangkut pautnya sama Ibu. Makanya, kalau Ibu mau tuh ya beli sendiri, jangan ngerusuhin punya orang lain. Hahaha"Bu Miranti yang merasa kesal dengan sang menantu pun meninggalkan nya sendiri di meja makan. Bu Miranti bergegas pergi ke kamarnya untuk berkumur menggunakan air minum yang dibeli Aldo tadi malam. "Awas kamu ya, Cit! Akan Ibu adukan kamu sama Aldo! Biar diberi pelajaran smaa Aldo!""Ibu pikir aku takut sama suami mokondo kayak Mas Aldo? Cih! Adukan aja sana!""Awas aja kamu. Aku akan buat perhitungan! Aku gak akan tinggal diam.""Ya, ya, ya, mengadu lah sana. Dipikir aku takut apa. Dah ah, aku mau ke kamar dulu mau lanjutin bobo cantik dulu. Bye." Citra pun masuk kembali ke dalam kamarnya dan tak lupa ia menhunci pintu. Ia hanya alasan saja kalau akan melanjutkan tidurnya padahal dia bukan akan tidur melainkan melakukan pekerjaannya yakni, menulis.Setelah kejadian itu, Bu Miranti minta diantar oleh Aldo pulang ke rumah
"Citra! Di mana kamu, Cit. Citra!" Aldo berteriak memanggil Citra saat ia sampai di rumah. Sementara itu Citra tengah duduk di ruang tamu yang ada televisinya. Beruntung televisi itu sudah lcd jadi sudah cukup enak dipandang mata. Citra yang merasa terganggu dengan suara Aldo pun berdecak. "Ck! Apaan sih, Mas. Ini bukan hutan ya, Mas, nggak usah teriak-teriak kenapa sih!" Citra menyilangkan tangannya di dada. "Kamu habis apain Ibu ha?""Apaan sih, Mas. Aku ngapain Ibu coba!""Udah deh Cit, kamu ngaku aja. Tadi Ibu udah cerita kok sama aku. Jadi, kamu jangan pura-pura nggak tau ya!""Ooh, kalau udah tau kenapa masih nanya?""Aku mau minta kejelasannya aja sama kamu.""Coba katakan memangnya apa yang Ibu katakan sama kamu?""Katanya kamu ngasih makan Ibu makanan pedas? Kamu kan tau kalau Ibu nggak bisa makan pedas? Terus kenapa kamu ngasih Ibu makanan yang pedas ha?!""Duh Mas. Bisa nggak kalau nggak pakai teriak-teriak? Sakit tau telinga aku." Citra menggosok-gosok telinganya yang b
"Bu, Ibu." Aldo membuka pintu rumah Bu Miranti yang tidak terkunci. Terlihat Bu Miranti sedang bingung memikirkan bagaimana caranya ia membayar semua hutang-hutangnya pada rentenir itu. "Do, gimana ini Do? Ibu nggak mau rumah ini disita Do. Ini rumah Ibu satu-satunya.""Lagian Ibu kenapa bisa ambil hutang begitu banyak gak tanya tanya dulu sama aku sih, Bu?" Aldo mengacak kasar rambutnya. Yah, setelah kepergian Aldo menuju ke rumah sang Ibu. Bu Miranti kembali menelpon dan Aldo menanyakan memangnya Bu Miranti berhutang sberapa banyak. Bu miranti mengatakan hutangnya sih hanya lima puluh juta tapi bunganya mencapai separuhnya jadi total yang harus dibayar adalah seratus juta. "Kan Ibu udah bilang kalau adik kamu butuh biaya buat kulaihnya Do. Kalau dia nggak bayar ya nggak bisa ikut semester. Ngandelin duit gaji kamu ya entah kapan lunasnya. Gimana Do?""Gimana kalau minta tolong sama Kinanti, Bu?"Bu Miranti menatap Aldo dengan berharap Kinanti dapat membantunya. "Iya juga ya, kena