Malam hari.
Tap. Tap. Tap. "Nyonya Wilona?" sapa seorang pelayan restoran, saat Wilona baru saja sampai di depan pintu sebuah restoran. "Iya," jawab Wilona dengan ramah. "Silahkan, tuan Bramasta sudah menunggu," ucap pelayan tersebut. Pelayan itu pun segera menunjukkan jalan dan Wilona mengekor di belakangnya. Tadi siang, saat Wilona tengah bersantai di taman sebelah kolam renang, tiba-tiba dia mendapatkan pesan dari Bramasta, bahwa Bramasta akan mengajaknya untuk makan malam disebuah restoran. "Apa tempat ini di sewa?" tanya Wilona saat dia mendapati bahwa tidak ada pengunjung lain di restoran tersebut. "Benar Nyonya, tuan Bramasta melakukan reservasi tadi pagi," jawab pelayan tersebut dengan tersenyum ramah. "Apa semua ini juga disiapkan olehnya?" tanya Wilona lagi, karena di sepanjang dia berjalan, sangat banyak sekali bunga mawar, baik di meja, kursi, dinding, bahkan di lantai juga bertaburan banyak bunga mawar, tidak lupa juga dengan banyak lilin. "Benar Bu," "Itu, tuan Bramasta ada di sebelah sana, saya permisi dulu." Wilona segera melihat ke arah yang ditunjuk oleh pelayan tersebut. Benar saja, Bramasta sudah menunggunya di sana dengan mengenakan setelan jas yang sangat rapi, bak seseorang yang hendak melamar kekasihnya. "Apa yang sedang dia lakukan? Apa dia ingin melamarku lagi? Kenapa berlebihan seperti ini?" gumam Wilona sembari terus berjalan ke arah Bramasta. "Sayang," sapa Bramasta saat Wilona sudah semakin dekat, dia juga berdiri untuk menyambut Wilona. "Apa yang kamu lakukan dengan semua ini?" tanya Wilona sembari duduk di hadapan Bramasta, tentu saja kursi yang akan diduduki oleh Wilona sudah digeserkan oleh pelayan. "Ini tidak berlebihan, kamu berhak mendapatkan semua ini, bahkan yang lebih dari ini," ucap Bramasta. "Apa lagi keinginan kamu? Sehingga membuat acara khusus untuk kita berdua seperti ini?" cecar Wilona dengan tatapan penuh menyelidik. "Aku hanya ingin meluruskan hubungan antara kita berdua." Sembari mereka berbicara, para pelayan juga segera menyiapkan minuman dan makanan pembuka di atas meja. "Memangnya ada kesalah pahaman apa antara kita berdua?" tanya Wilona. "Aku tidak ingin kamu berpikiran bahwa aku benar-benar ingin menikah lagi," "Kamu tahu benar kan, watak Mama itu seperti apa?" "Aku hanya memikirkan cara terbaik, agar keluarga kita bisa tetap damai," jelas Bramasta. "Dengan cara menikah lagi?" tanya Wilona dengan sinis. "Menikah lagi itu hanya sebagai formalitas saja, kamu juga tahu sendiri, aku sedari dulu juga selalu mendukungmu di belakang Mama, aku juga sangat menghargai keputusan kamu, jika memang kamu tidak ingin hamil," "Itu adalah tubuhmu, jadi memang hanya kamu yang berhak memutuskan mau hamil atau tidak, aku tidak pernah mempermasalahkan semua itu dari dulu," "Jadi ... " Bramasta menghentikan ucapanya. "Jadi apa?" tanya Wilona dengan cepat. "Jadi aku terpaksa menyetujui usulan Mama untuk menikah lagi," "Tapi aku berjanji, aku tidak akan pernah menyentuh Rosa," ucap Bramasta dengan mantap. "Lalu bagaimana nanti kamu akan memberikan keturunan pada Mama, jika kamu tidak ingin menyentuhnya?" tanya Wilona. "Aku memang setuju untuk menikah lagi, tapi itu bukan berarti aku akan membuatnya hamil kan? Yang terpenting sekarang aku terlihat ada usaha saja di depan Mama, untuk masalah hamil atau tidak, nanti aku bisa menjelaskan kalau memang belum saatnya diberi kepercayaan untuk memiliki anak," jelas Bramasta. "Sejak kapan kamu memikirkan semua ini? Bukankah kamu ingin berbakti pada mamamu?" tanya Wilona. "Aku sudah menuruti untuk menikah lagi, bukankah itu sudah cukup berbakti?" "Hahahaha." Ucapan Bramasta seketika membuat kedua sejoli itu tertawa bersama. "Terserah kamu sajalah Mas, aku sudah cukup pusing menghadapi mamamu itu, jika menurutmu itu yang terbaik untuk hubungan kita, maka lakukanlah, aku percaya sama kamu," ucap Wilona setelah mereka berdua reda dari tawa mereka. "Kalau begitu, mari kita nikmati makan malam romantis kita," ajak Bramasta dengan tersenyum. Mereka berdua pun segera memulai makan malam romantis di restoran tersebut. "Ya, aku memang sedikit ragu kemarin-kemarin, tapi dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku masih percaya bahwa Mas Bramasta tidak akan mengkhianatiku dan selalu mendukungku dengan caranya sendiri, terutama dari serangan nenek lampir itu," monolog Wilona dalam hati. Wilona dan Bramasta makan malam sembari sesekali bergurau, seakan hubungan yang hampir retak itu bisa menyatu kembali seperti sedia kala, bahkan setelah makan malam, mereka berdua juga memutuskan untuk menginap di hotel dan menghabiskan malam yang panas di sana. *** Beberapa hari berlalu, Mama Arina dan Rosa sibuk menyiapkan pernikahan, sementara Bramasta malah menemani Wilona menyiapkan berkas untuk sekolah Raka dan Rani. Hal itu tentu saja membuat Wilona semakin percaya dengan Bramasta. *** Acara pernikahan pun berlangsung, semua orang tengah bersuka cita menikmati pesta pernikahan yang digelar tidak jauh megahnya dengan pernikahan Wilona dahulu, termasuk Raka dan Rani juga turut hadir di acara tersebut, tentu saja mereka berdua bagian bantu-bantu, bukan hadir sebagai tamu undangan. "Hmmb ... pasti semua orang saat ini tengah menikmati pesta," gumam Wilona sendirian di dalam kamar. Wilona memang memutuskan untuk tidak menghadiri pesta pernikahan suaminya yang kedua tersebut. "Sepertinya sekarang waktunya, selagi semua orang tidak ada di rumah," ucap Wilona sembari menyibakkan selimutnya dan turun dari ranjang. Wilona segera mengambil laptop dan turun ke lantai satu, dia duduk di ruang makan, agar bisa mengetahui jika ada orang yang datang. "Kalau tidak salah ingat, sekitar 6 bulan dari bulan ini, sebelum Mbok Sum meninggal," gumam Wilona sendirian sembari mulai memutar rekaman CCTV. "Semoga saja rekaman CCTV belum di format," gumam Wilona lagi. Tek. Tek. Tek. Jari-jari lentik Wilona mulai memainkan laptopnya dengan lincah, mencari rekaman CCTV yang dia maksud. "Nah, ini dia," ucap Wilona setelah cukup lama mencari rekaman tersebut. "Untung saja belum diformat," "Eh, tapi memang kita sebenarnya tidak pernah memformat rekaman CCTV, hanya sejak Rosa masuk ke keluarga ini semua yang ada di sini berubah," "Entah kenapa aku jadi sangat lemah setelah kedatangan Rosa ke rumah ini," "Jadi sering sakit-sakitan, dan juga menurut saja dengan ucapan mereka," "Aku jadi sangat kasihan pada Raka dan Rani, karena aku yang lemah, mereka juga jadi korban," "Tapi tenang saja, kali ini tidak akan aku biarkan dia menguasaiku ataupun menguasai rumah ini." Wilona terus berbicara sendiri sembari terus memandangi laptopnya. "Hmmmb, Mbok Sum," gumam Wilona saat melihat mendiang Mbok Sum di rekaman CCTV yang dia putar. "Nah, iya di situ," ucap Wilona saat mendapati Mbok Sum tengah menggali lubang di belakang rumah. Wilona ingat benar, bahwa memang ada sesuatu di rumah tersebut, hanya saja dia sedikit lupa letak tepatnya di mana Mbok Sum menggali lubang. "Mbok Sum juga merupakan korban, karena kelemahanku," "Maafkan aku Mbok Sum, aku kembali," "Tapi aku kembali saat Mbok Sum juga sudah tidak ada, jadi aku tidak mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan Mbok Sum, tapi Mbok Sum tenang saja, kali ini aku akan benar-benar menjaga Raka dan Rani dengan sangat baik," "Aku tidak akan menjadi orang yang lemah lagi," gumam Wilona dengan bersungguh-sungguh. "Sebaiknya aku amankan dulu semua rekaman CCTV dan segera menghapusnya sebelum Rosa mengkambing hitamkan Mbok Sum seperti yang sudah-sudah." Wilona pun segera melakukan semua hal yang harus dia lakukan, hal-hal yang dulu terlewatkan olehnya. *** Setelah Wilona selesai berkecimpung dengan laptopnya, dia segera kembali ke kamar dan menyimpan sebuah flashdisk di dalam brankas, sebuah brankas yang tidak pernah diketahui oleh Bramasta, di mana di dalam brankas tersebut juga ada amplop putih dari rumah sakit, lebih tepatnya amplop hasil pemeriksaan Bramasta dan Wilona tempo hari. "Aku harus segera ke belakang rumah dan mencari tahu kebenarannya," gumam Wilona setelah mengunci brankasnya dengan kode. *** Duk. Duk. Duk. "Hais, kuku ku jadi patah, karena harus menggali tanah ini," gumam Wilona yang sudah ada di belakang rumah, dia melakukan pekerjaan yang tidak pernah sama sekali dia lakukan sebelumnya. Sembari menggerutu, Wilona masih terus menggali tanah. Tak. "Apa ini?" Hingga akhirnya Wilona menyentuh benda padat di sana. Buru-buru Wilona menggali tanah menggunakan tangan, setelah sebelumnya dia menggunakan kayu yang dia temukan tidak jauh dari dia berada. Wilona tidak peduli lagi dengan kuku pasangannya yang sudah tidak karuan, di sana, Wilona menemukan kotak kayu berbentuk persegi, kotak tersebut nampak kecil, hampir menyerupai kotak cincin tapi tipis. "Mungkin ini yang ditemukan oleh Mbok Sum tempo hari," gumam Wilona sembari membuka kotak tersebut. "Apa sih ini?" gumam Wilona sembari mengernyitkan keningnya, dia tidak mengerti dengan apa yang ditulis di kertas tersebut, karena terlihat seperti bahasa jawa. "Ah, nanti sajalah aku cari tahu," ucap Wilona sembari menyimpan kotak tersebut ke sakunya, dia juga segera mengembalikan galian tanah tadi, lalu menindihnya dengan pot bunga. *** "Hati-hati Non dengan Nyonya Rosa, sepertinya dia punya niat buruk pada keluarga Non." Setelah melakukan hal yang menurutnya melelahkan, Wilona pun segera pergi mandi. Sembari memejamkan mata dan mengguyur seluruh tubuhnya menggunakan shower, tiba-tiba Wilona mengingat beberapa cuplikan adegan Mbok Sum di masa lalu. Blar. Wilona membuka mata. "Tunggu." "Jika memang Mbok Sum sudah menemukan kotak tersebut terlebih dahulu, kenapa beliau menguburnya kembali? Bukankah seharusnya dia melaporkannya padaku? Atau setidaknya bisa dibuang, atau dibakar?" Wilona menyadari ada yang janggal dari perilaku Mbok Sum. "Apa benar yang dituduhkan Rosa waktu itu? Seingatku, setelah pernikahan Mas Bram dan Rosa, akan terus terjadi cekcok di rumah ini, hingga entah kenapa Rosa mengecek CCTV, lalu menemukan Mbok Sum tengah menggali tanah, seperti yang ada di video tadi, saat itulah rumah ini akan menjadi neraka bagi Raka dan Rani," gumam Wilona mencoba mengingat kejadian di tahun tersebut. "Non, sebenci apapun Non terhadap saya, tolong jangan membenci Raka dan Rani ya Non, mereka berdua tidak tahu apa-apa, tolong jaga mereka jika saya sudah tidak kuat menjaga Non dan juga mereka, tolong maafkan saya karena tidak bisa bertahan." Lagi-lagi cuplikan memori tentang Mbok Sum tiba-tiba berputar di pikiran Wilona. "Sepertinya tidak mungkin jika Mbok Sum berkhianat, aku lebih mengetahui watak Mbok Sum dari pada siapapun, bahkan beliau adalah orang yang sangat dipercaya oleh Papa dan Mama, maka dari itu, setelah aku menikah, Mama dan Papa mengutus Mbok Sum untuk ikut denganku," gumam Wilona yang semakin bingung dengan segala situasi. Sembari berpikir, Wilona juga melakukan aktivitas mandi, dia juga melepas semua kuku palsunya yang sudah tidak berbentuk lagi itu, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama daripada biasanya, untuk Wilona berada di kamar mandi. *** "Benar," "Mbok Sum tidak akan berkhianat, semua kesalahpahaman terjadi setelah Rosa masuk ke rumah ini," "Kenapa dulu aku tidak mendengarkan ucapan Mbok Sum, aku terlalu percaya dengan semua orang di rumah ini, hingga aku menjadi lemah dan hal itu menjadi boomerang untuk diriku sendiri," ucap Wilona sembari keluar dari kamar mandi. "Sekarang yang harus aku pikirkan adalah, aku harus mencari informasi maksud dari tulisan yang ada di kotak tadi, agar aku bisa mengetahui apa maksud dari Rosa," "Ya, aku yakin pasti Rosa yang sudah mengubur kotak tersebut," gumam Wilona sendirian di dalam kamar, sembari dia memilih baju ganti. Srek. Saat mengambil baju, secara tidak sengaja Wilona menjatuhkan beberapa foto. Dengan masih memakai bathrobe, Wilona pun segera memungut beberapa foto yang terjatuh di lantai tersebut. "Mama, Papa." Wilona melihat foto Mama dan papanya, saat itu adalah hari pertama Raka dan Rani masuk ke rumah mereka. "Ona, kamu harus menjaga mereka berdua, jangan lupa selalu perhatikan pendidikan mereka kelak, jangan sampai mereka berdua putus sekolah." Begitulah pesan dari Mama Wilona saat mengantarkan Raka dan Rani masuk ke keluarga Wilona. "Sebenarnya memang tidak secara gamblang Mama Wilona menjelaskan bahwa mereka berdua adalah cucu Mbok Sum," "Tapi ... siapa lagi mereka jika bukan cucu Mbok Sum? Selama ini yang aku lihat, mereka sangat patuh dan menyayangi Mbok Sum dengan tulus," gumam Wilona sembari terus memandangi foto orang tuanya. Wilona menarik nafas dalam, karena sangat merindukan orang tuanya, tapi dia saat ini tidak bisa menghubungi mereka berdua. Karena dia tahu, jika dia menghubungi Mama dan papanya di saat yang seperti ini, pasti air matanya tidak bisa tertahan lagi, sedikit banyak dia merasa berat dan sakit hati hidup dengan Mama Arina, terlebih sekarang suaminya tengah melangsungkan pernikahan lagi, sementara dia? Dia hanya sendirian di dalam rumah yang cukup besar tersebut. Wilona juga mempunyai prinsip, bahwa dia tidak akan menceritakan kepahitan yang dia alami selama menikah pada orang tuanya. "Kenapa Mama masih terlihat sangat cantik di usia tersebut?" Alhasil, Wilona hanya bisa membuka social media mamanya untuk melepas rindu. "Semoga, Mama dan Papa sehat selalu disana. Doakan aku, agar aku bisa menjalani setiap proses kehidupan rumah tanggaku." Tek. Wilona segera mematikan ponselnya, karena dia juga tidak ingin berlarut dalam kesedihan, bisa-bisa nanti semua orang mengira bahwa Wilona tengah menangisi pernikahan suaminya yang saat ini sedang berlangsung.Sayup-sayup Wilona membuka mata, dia melihat jam dinding yang menunjukkan tepat jam 12 malam. "Ssstt ..." desis Wilona yang merasakan kepalanya sangat berat. Wilona yang tengah tertidur di sofa kamar, segera beranjak duduk sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya tidak kabur.Sedetik kemudian dia mendengar perutnya berbunyi, barulah dia menyadari bahwa dia belum makan sejak tadi siang, mulai saat bersama Salim di restoran tadi. Wilona segera turun dan berjalan menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa dia makan. "Apa ini?" gumam Wilona saat menemukan plastik ziplock berukuran kecil yang ada di dalam freezer."Seperti es lilin, tapi tidak berbentuk lilin, apa ini es gabus?" gumam Wilona lagi sembari mencium plastik tersebut yang tidak berbau apapun. Wilona memang belum sempat membersihkan kulkasnya sejak dia kembali ke rumahnya. Dia hanya memindahkan semua barang-barangnya dan membersihkan ruang kerja tersebut agar tidak bau debu, karena sudah lama tidak dibuka.Wilon
"Ini Pak Salim, proposal yang saya janjikan," ucap Wilona sembari menyodorkan sebuah map. Saat ini Wilona sedang berada di kantornya Salim dan hendak membicarakan bisnis.Salim segera membuka map tersebut dan langsung menandatanganinya. "Apa anda tidak membaca isinya terlebih dahulu Pak Salim?" tanya Wilona."Tidak perlu, aku percaya dengan kemampuan bisnis kamu Wilona. Jangan lupa, bahwa aku juga yang menjadi investor pertama di perusahaan pink yang kamu dirikan dengan susah payah itu," ucap Salim dengan tersenyum."Dan kali ini aku akan bersusah payah lagi," sahut Wilona sembari mengulas senyum tipis."Lakukan semua dengan maximal. Ingat, aku adalah seorang pebisnis, jadi jangan sampai membuatku rugi," imbuh Salim."Baik Pak Salim," ucap Wilona sembari mengulas senyum lagi di bibirnya dan segera memasukkan map yang sudah ditandatangani oleh Salim ke dalam tas."Aku akan segera mentransfer dana. Tunggu saja, semua akan dikerjakan oleh sekretarisku dengan cepat," ucap Salim sembari me
Beberapa hari sebelumnya.Setelah mengetahui perihal kehamilan Rosa, malam itu Wilona segera membuka laptopnya dan merencanakan penyerangan balasan. Wilona memeriksa email satu persatu yang mana 90% email tersebut berasal dari Bunga. Dari email Bunga tersebut lantas Wilona mendapati apa yang dia cari, yaitu tentang Rama. Wilona pun menyeringai dengan licik.***Hari itu akhirnya Rani memutuskan untuk tetap melanjutkan kuliah dan juga pergi dari rumah tersebut untuk kos. Setelah mendengar keputusan Rani, Wilona pun lega dan segera mengantar Rani untuk mencari kos yang dekat dengan kampus, agar mudah baginya saat ada kelas mendadak."Bagaimana dengan yang ini? Apa kamu menyukainya?" tanya Wilona saat mereka berdua sudah ada di kamar kos."Yang mana saja aku suka Kak, cari saja yang paling murah, aku tidak mau terus merepotkan," jawab Rani."Tenang saja, aku tidak akan jatuh miskin dengan mudah," ucap Wilona dengan tersenyum."Kalau begitu mulai malam ini kamu langsung tidur saja di kos,
"Tuan Putri, berikan aku uang belanja bulanan," pinta Wilona pada Rosa."Kenapa minta padaku?" tanya Rosa yang sedang rebahan di ruang tengah sembari membaca buku dan mendengarkan musik, hari itu Rosa tidak pergi bekerja karena masih terus merasa mual dan lemas."Bukankah Bramasta bilang kalau semua urusan rumah kamu yang pegang, tugasku kan hanya melayani kalian, bukan mencukupi makan kalian sekeluarga," ucap Wilona."Masak saja apa yang ada di dapur, bukankah Bu Maria sudah belanja," jawab Rosa."Mana bisa begitu, ibu hamil membutuhkan nutrisi yang lebih, apalagi di bulan-bulan awal seperti ini adalah pembentukan otak anak," sanggah Wilona."Ck, kenapa kamu jadi cerewet sekali sih setelah mati suri," kesal Rosa sembari mengambil ponselnya yang ada di atas meja sebelah sofa."Jangan terlalu membenciku, nanti anakmu mirip aku lho," ejek Wilona."Berapa nomor rekeningmu?" kesal Rosa."Nih," ucap Wilona sembari menyodorkan ponselnya dan menunjukkan barcode pada Rosa.Rosa pun segera men
BRAAK. Wilona segera beranjak dari kursinya dan berlari ke arah pintu saat mendapati Mama Arina ingin keluar dari ruang kerjanya. "Jangan takut Ma, aku hanya bertanya saja, karena mungkin bahkan Mama tahu lebih dulu daripada aku," ucap Wilona dengan suara lembut. Mama Arina menghela nafas panjang dengan pasrah, lalu berjalan lagi ke arah sofa. "Mama baru mengetahuinya saat mereka berdua sudah menikah, saat itu Mama tidak sengaja melihat Rosa memberikan sesuatu dari botol kecil tersebut ke dalam minuman Bramasta." "Mama hanya berusaha menyelamatkan anak Mama. Mama tidak tahu kalau kemudian hal tersebut malah mengenaimu," jelas Mama Arina dengan menyesal. "Yang Rosa berikan padaku berbeda Ma, dia menanam sesuatu di belakang kamarku," ucap Wilona. "Sesuatu apa?" tanya Mama Arina. "Mama tidak perlu tahu, semua sudah berlalu dan sekarang aku sudah pulih," jawab Wilona. "Wilona, maafkan Mama, karena keegoisan Mama yang ingin segera mempunyai cucu, semuanya menjadi berantakan seperti
Beberapa minggu kemudian.BRAKK.Wilona turun dari taxi, dia mengedarkan pandangannya dan menarik nafas dalam menatap halaman rumahnya dari depan gerbang. "Orang memang tidak mudah berubah, aku hidup kembali setelah tahu akhir nasibku, tapi aku mencoba kabur, aku belum membalas dendam sama sekali. Tidak, aku bahkan belum melakukan apapun." Wilona menatap rumahnya dengan tatapan tajam, angin berhembus cukup kencang hingga membuat rambut panjangnya tersapu ke belakang.Perlahan Wilona berjalan dengan memantapkan hati, dia terus melangkah dengan wajah tegas dan penuh keyakinan. Wilona terus menyusuri halaman dan masuk ke rumah mewahnya, hingga sampai di ruang makan. Terlihat keluarga bahagia sedang sarapan bersama bak pemilik asli rumah tersebut. "Sepertinya aku datang di saat yang tepat, aku butuh mengisi energi setelah keluar dari rumah sakit. Bisakah kita sarapan bersama?" Suara Wilona seketika membuyarkan gelak tawa yang terdengar riuh di meja makan itu."Wilona," gumam Mama Arina se